Parfum untuk Wakil Rakyat - Oleh: Fransisca Ayu Kumalasari SH MKn, Pemerhati Sosial Politi

Sebutan wakil rakyat sebagai penyuara aspirasi rakyat sudah lama membuat para wakil rakyat tersenyum dan bangga. Setiap lima tahun, jabatan wakil rakyat diburu dengan mempertaruhkan apa saja (uang, mobil, rumah, bahkan harga diri sekalipun), meski belakangan mereka mulai dicecar berbagai kritik pedas dan sindiran karena ulah-ulah mereka sendiri.

Iwan Fals dalam lagu lawasnya mengirim pesan: wakil rakyat seharusnya merakyat, jangan tidur waktu sidang soal rakyat. Alih-alih suara rakyat yang diperjuangkan, kini mereka lebih memperjuangkan titah para petinggi partainya dengan berbagai alasan-alasan kamuflase mengatasnamakan kepentingan rakyat. Tak heran jika di lirik lagu Wakil Rakyat ada yang diplesetkan menjadi: wakil rakyat bukan paduan suara/hanya tahu nyanyian ketua umum.

Ulah berkelahi/adu jotos atau menggebrak meja dan penampilan serta gaya hidup yang parlente saat bersidang maupun keseharian, pemborosan maupun praktek korupsi berjamaah kini menjadi habitus yang terus melekat di balik stempel “mulia” wakil rakyat tersebut. Semakin wangi dan dingin ruang sidang, justru semakin pulas dan lupalah mereka pada janji-janjinya semasa kampanye dulu. Beragam fasilitas mewah dan penghasilan selangit yang diperoleh tiap bulan walau dengan hasil kerja minim telah membuat mereka semakin buta dan amnesia dari mana sesungguhnya mereka berasal.

Tak Elok

Belum sirna luka hati rakyat terkait Peraturan Presiden (Perpres) No 39/2015 yang mengesahkan pejabat negara mendapat tunjangan mobil Rp 210 juta. Saat rakyat ngos-ngosan berkelahi dengan kemiskinannya di ladang, sawah, para wakilnya malah bernafsu mengusulkan tunjangan yang ujung-ujungnya hanya untuk memamerkan gaya hidup. Tidak itu saja, karena Perpres tersebut para politisi di Senayan malah ikut mencecar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan mengatakan Presiden tak peka, padahal merekalah yang awalnya mengusulkan dana tersebut. Strategi politik cari selamat (face-saving strategy) seperti ini sangatlah tak elok bagi politisi sekelas Dewan yang biaya pelantikannya saja kemarin Rp 16 triliun.

Meskipun Jokowi sudah membatalkan perpres tersebut karena tekanan hebat publik, pemerintah tetap memberlakukan peraturan pemberian uang muka pembelian mobil pejabat negara sebesar Rp 116,650 juta sebagaimana perpres sebelumnya. Tak nampak sensitifitas sama sekali bahwa keuangan negara hari-hari ini sedang digenjot sepenuhnya untuk memulihkan keadaan rakyat, terutama rakyat miskin yang terkena dampak kenaikan harga BBM secara bertubi-tubi.

Paradoks kerja wakil rakyat nampaknya masih terus berlangsung. Selain wacana pembentukan polisi parlemen yang menurut simulasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) anggarannya bisa mencapai 90 miliar, kali ini mereka menganggarkan “surga” fasilitas lain seperti pengadaan parfum ruangan senilai Rp 2,3 miliar, pemeliharaan gedung, perawatan medis dan pemberian makan rusa sebesar Rp 650 juta.

Anggaran parfum sebesar itu sungguh tak masuk akal. Sama tak masuk akalnya dengan pengajuan dana Rp 12 miliar lebih untuk pengadaan personal computer (PC) bagi tiap anggota. Daripada dana PC tersebut ditentengi mereka yang untuk mobil mewah pun bisa dikoleksi lebih dari satu dengan kocek pribadi, kenapa tak diberikan saja kepada 15 juta yang menurut Mendikbud Anies Baswedan tergolong pelajar/mahasiswa miskin di Tanah Air sebagai calon pewaris masa depan bangsa? Pola pikir gengsi, elitisme dan tak mau tahu dengan persoalan dan kebutuhan di sekelilingnya, membuat wakil rakyat kita tetap merasa semua usulan tersebut adalah pantas dan layak diterima.

Sepertinya wakil rakyat kita berambisi mau menyamakan Senayan dengan Hellenic Parliament (Yunani) Westminster Palace (London) atau United States Capitol (Amerika Serikat) yang merupakan parlemen terindah di dunia? Padahal keindahan parlemen di sana pun sangat didukung kinerja yang berkualitas sehingga turut melahirkan politisi-politisi berkelas dan berpengaruh.

Bandingkan dengan kinerja parlemen kita, Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) bebebrapa waktu lalu misalnya sempat menyoroti kinerja wakil rakyat pada masa sidang kedua (12 Januari-18 Februari 2015) yang sama sekali tidak dibumbui kinerja membanggakan selain menyisakan skeptis rakyat yang makin membenua. Pada masa sidang I pun tak ada catatan kinerja substantif yang dihasilkan oleh DPR selain pemilihan pimpinan DPR dan pembuatan kesepakatan dua koalisi, Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), agar mengakomodasi KIH dalam level pimpinan alat kelengkapan. Selama dua masa sidang kinerja parlemen dalam bidang legislasi hanya berhasil menyususun prolegnas 2014-2019, prolegnas prioritas 2015, pengesahan perppu Nomor 1 Tahun 2014 menjadi UU tentang Pilkada, pengesahan perppu nomor 2 tahun 2014 menjadi UU Tentang Pemerintah Daerah dan penetapan UU APBNP. Kini target prolegnas sebesar 160 RUU dengan target prolegnas prioritas 2015 sebanyak 35 RUU oleh banyak kalangan agak diragukan pencapaiannya terutama dengan melihat kinerja dua masa sidang sebelumnya.

Wangikan Martabat

Dengan gambaran di atas, kita perlu mewanti-wanti bagi wakil rakyat agar berhentilah mencetuskan wacana dan kebijakan yang anti-populis. Rakyat sudah jengah dengan aneka bentuk pemborosan politik di DPR. Menggelembungnya kebutuhan DPR yang irasional di atas kian menandakan bahwa perilaku politisi Senayan sudah semakin menjauh dari prinsip ideologi kerakyatan (ideology-based politics) dan bergerak menuju corak politik yang pragmatis (pragmatism-based politics) yang identik dengan pola transaksi dan korupsi.

Daron Acemoglu dan James A Robinson (2014) pernah mengingatkan, gagalnya negara mewujudkan visinya menyejahterakan publik dikarenakan institusi politik lebih memerankan dirinya sebagai instrumen ekstraktif (memperbesar atau menghisap anggaran negara untuk kebutuhan diri/kelompok) ketimbang sebagai instrumen untuk mengelola kepentingan konkret rakyat.

Yang sangat dibutuhkan DPR saat ini bukan mengharumkan ruang sidang dengan parfum bermerk dan mahal atau memagari kompleks Senayan dengan polisi parlemen tapi bagaimana mewangikan martabat dan kepercayaan terhadap DPR dengan kinerja dan dedikasi nyata.

Salah satu caranya, seperti kata Pendiri Maariff Institute Ahmad Syafii Maarif (Konfrontasi, 24/2/2015), politisi Indonesia sudah saatnya harus naik kelas dari sekadar politisi (pedagang: yang meberlakukan logika untung-rugi) menjadi negarawan yang sejati sehingga bisa membawa dan memelihara semangat berdiri di atas semua golongan dan berikhtiar memperjuangkan kepentingan banyak orang.

Wakil rakyat adalah politikus pelayan sehingga ia tak pernah takut kehilangan apa pun selama itu dedikasikan bagi kemaslahatan orang banyak.

Jika prinsip ini tidak dilakukan, para politikus tersebut niscaya hanya akan menjadi cibiran sejarah dan rakyat. (analisadaily.com)

 

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…