Di tengah anjloknya nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS, Indonesia saat ini masih kebanjiran dana-dana asing berupa hot money yang masih bertahan di dalam negeri. Nah, agar hot money tetap mampu menyangga ekonomi Indonesia saat ini, tidak salah jika Bank Indonesia akhirnya memutuskan tingkat bunga acuan (BI Rate) bertahan 7,5% pada April 2015, sama dengan level beberapa bulan sebelumnya.
Bagaimanapun, dalam kondisi ekonomi global yang tak menentu seperti sekarang dimana perolehan devisa ekspor masih belum menggembirakan, karena tingkat permintaan negara mitra menurun dan harga komoditas pun menurun, maka untuk mempertahankan stabilitas keuangan negara mau tidak mau, suka tidak suka, perlu mempertahankan dana asing dalam bentuk portofolio yang kini ditaksir sekitar Rp 70 triliun tetap “betah” di dalam negeri dengan insentif yang masih menggiurkan.
"Kebijakan ini ditujukan untuk mencapai sasaran inflasi 4 persen plus minus satu persen pada 2015 dan 2016 serta untuk mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat sebesar 2,5%-3% dalam jangka menengah," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara ketika itu.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2015 berada pada kisaran 5,4%-5,8%, ditopang terutama oleh pertumbuhan investasi yang meningkat seiring dengan realisasi berbagai proyek infrastruktur dan perbaikan iklim investasi, di samping konsumsi yang tetap kuat dan ekspor yang secara gradual akan membaik.
Namun, kita jangan senang dulu melihat akumulasi surplus neraca perdagangan Indonesia selama Januari-Maret sebesar US$2,3 miliar. Sebab, jika dihitung secara akumulasi dari akhir 2014 yang masih defisit US$1,89 miliar, maka kondisi neraca perdagangan hingga akhir Maret 2015 masih surplus sekitar US$311 juta.
Memang benar, surplus selama awal tahun ini akan mengurangi nilai defisit transaksi berjalan (current account) yang pada akhir 2014 masih tercatat US$ 26,23 miliar. Untuk menambal defisit transaksi berjalan ini tentu memerlukan waktu cukup panjang di tengah pemulihan ekonomi dalam negeri maupun ekonomi global.
Besarnya beban Indonesia menanggung akibat fluktuasi kurs rupiah yang makin terhadap dolar AS, juga terasa dalam posisi utang negara dalam bentuk valuta asing. Semakin dolar mahal, maka dikonversi ke rupiah semakin besar jumlahnya. Padahal, keperluan dan kebutuhan tidak hanya untuk membayar utang, tetapi masih banyak kepentingan lain yang jauh lebih penting seperti membangun infrastruktur, pendidikan, dan lain-lain.
Indonesia sejak dulu kala tidak terlepas dari beban utang baik utang dalam negeri maupun luar negeri. Pertama sekali di akhir pemerintahan Presiden Sukarno utang Indonesia mencapai US$2,5 miliar, kemudian di akhir pemerintahan Presiden Suharto utang Indonesia meningkat menjadi US$54 miliar.
Seiring perjalanan waktu utang Indonesia tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan atau akan lunas. Sejak era Presiden Megawati meningkat pesat menjadi US$136 miliar dan di masa kepemimpinan Presiden SBY melonjak hingga US$183 miliar. Bahkan di awal-awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, posisi utang Indonesia sudah menyentuh angka US$290 miliar dan jatuh tempo pembayaran cicilan pada 2015 mencapai Rp108 triliun!
Bayangkan, jika total utang US$290 miliar dikalikan dengan kurs rupiah saat ini Rp13.000, maka nilai utang Indonesia dalam rupiah melesat menjadi Rp 3.770 triliun. Ini sebuah angka fantastis, bahkan melewati jumlah APBN 2015 yang di kisaran Rp2000 triliun. Waspadalah!
Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…
Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…
Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…
Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…
Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…
Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…