Berpotensi Tumbuh Besar - Impor Alat Berat Bekas Tekan Daya Saing Industri Lokal

NERACA

Jakarta - Kinerja penjualan industri alat berat nasional semakin tertekan dengan diperbolehkannya impor alat berat bekas yang dilakukan sejumlah kontraktor. Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Teddy C. Sianturi di Jakarta, Jumat (24/4), mengatakan, izin impor alat berat bukan baru alias bekas menyebabkan produksi alat berat baru oleh industri dalam negeri tidak mampu bersaing dalam besaran harga jual.

“Produksi dalam negeri sebenarnya berpotensi tumbuh pesat seiring pembangunan infrastruktur yang begitu banyak di Indonesia, namun, dengan diperbolehkannya impor alat berat bekas menyebabkan industri alat berat dalam negeri seperti tidak dapat bersaing,” kata Teddy.

Sejumlah kontraktor, menurut Teddy, mengimpor alat berat bekas dengan spesifikasi berbeda dengan produksi dalam negeri, tetapi memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda. “Akhirnya, dengan harga yang lebih murah dari alat baru, penyerapan produksi dalam negeri menjadi terhambat. Padahal, Indonesia telah memiliki program penggunaan produk dalam negeri (P3DN) yang menekankan penggunaan produk lokal disetiap aktivitas produksi,” paparnya.

Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha dan Pemilik Alat Konstruksi Indonesia (APPAKSI), Sjahrial Ong mengatakan, permintaan penggunaan alat berat untuk sejumlah proyek seperti konstruksi dan tambang pada kuartal I/2015 tengah lesu. “Sejumlah kontraktor di bidang pertambangan bahkan menyatakan penggunaan alat berat pada kuartal ini turun hingga 70% dari kuartal sebelumnya. Tidak hanya itu, penggunaan alat berat untuk perkebunan, properti juga menunjukkan penurunan,” tuturnya.

Disisi lain bisnis alat berat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha pertambangan. Maklum saja sektor ekstraksi sumber daya alam ini masih merupakan pasar terbesar alat berat selama ini, dan dalam dua tahun terakhir terus mengalami pelemahan akibat gejolak harga komoditas tambang, terutama batubara, dan komplikasi berbagai persoalan lainnya.

Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang dikeluarkan pemerintah tiap bulan, sejak awal 2014 terus mengalami penurunan dari US$ 81,9 menjadi US$ 65,7/MT pada November 2014. Artinya, harga salah satu sumber energi ini telah turun anjlok 19,7%. Padahal ketika batu bara sedang kinclong, harga mencapai puncak US$ 127/MT. Itu terjadi pada Februari 2011. Nah, jika dihitung dari harga tertinggi tersebut, harga batu bara ini sudah turun hingga 48,2%.

Fluktuasi pasar komoditas batu bara itu lalu berdampak pada penjualan alat berat. PT. United Tractor Tbk, misalnya, sepanjang tahun 2014 harus melakukan beberapa kali revisi atas target penjualannya. Semula target penjualannya sebanyak 4.494 unit alat berat pertambangan. Namun target itu kemudian direvisi menjadi antara 3.700-3.800 unit. Sampai sekarang pun secara year on year turun kurang lebih 10 persen.

“Pengusaha batu bara semula optimistis mematok target perkembangan bisnis, tetapi akhirnya terpaksa menunda rencana ekspansinya,” terang Sekretaris Perusahaan United Tractors, Sarah Loebis. Sampai akhir tahun, penjualan sektor pertambangan turun 36 persen meski angka penjualan ini masih lebih besar dari sektor kontruksi, infrastruktur dan lainnya.

Untuk tahun 2015, anak usaha PT Astra Indonesia ini hanya mematok target penjualan alat berat pertambangan sebanyak 4.000 unit saja. Jika dibandingkan dengan realisasi penjualan alat berat pertambangan tahun 2013 sebanyak 4.200 unit, target tersebut turun 4,76%. Sementara, jika dibandingkan target penjualan alat berat pertambangan tahun 2014 yang sebesar 3.700-3.800 unit, target 2015 itu masih lebih besar 5,26%-8,12%.

Meski begitu, perseroan masih menaruh harapan besar pada pertumbuhan sektor pertambangan ini. “Meski terjadi pelemahan, masih ada perusahaan tambang batu bara yang melakukan kegiatan produksi. Kebutuhan alat berat tetap ada, setidaknya untuk menggantikan alat berat yang rusak,” imbuh Sarah.

Selain itu, perseroan juga akan fokus pada layanan purna jual untuk meningkatkan kemampuan alat berat atau memperpanjang masa kerja. Menurut Sasrah, upaya ini dilakukan sebagai bentuk dukungan bagi perusahaan tambang yang sedang melakukan efisiensi.

Sebagai informasi, dalam 9 bulan pertama tahun 2014, perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini telah menjual 2.982 unit produk alat berat merk Komatsu. Angka tersebut menunjukkan penurunan dibanding periode yang sama tahun lalu. Dalam sembilan bulan pertama tahun sebelumnya (2013), UNTR berhasil menjual 3.303 unit. Kontribusi pelemahan terbesar datang dari sektor pertambangan yang turun 43% tahun 2013 menjadi 35% pada kuartal ketiga tahun 2014.

Menghadapi kondisi pasar pertambangan yang makin lesu, perseroan ini berusaha mengimbangi dengan terus meningkatkan kontribusi dari sektor-sektor lain seperti konstruksi, infrastruktur dan perkebunan. Namun kontribusi dari sektor-sektor selain tambang terbilang kecil karena kebutuhan alat berat tidak sama baik dari sisi jumlah maupun kapasitas.

Meski demikian, janji pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla untuk mempercepat pembangunan infrastrtuktur, terutama pembangunan tol laut, menumbuhkan gairah baru di sektor alat berat konstruksi. Realisasi rencana tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan penjualan alat pada 2015. Menurut Penasihat Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi), Pratjojo Dewo, saat ini produksi alat berat dalam negeri 85 persen ditujukkan untuk pasar domestik dan hanya 15 persen untuk ekspor.

“Jadi, harapan kami sekarang tinggal realisasi proyek infrastruktur dari pemerintahan yang baru. Kami harap alat berat produksi anak bangsa lebih diutamakan,” ujar Pratjojo berharap.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…