INDONESIA GAGAL MANFAATKAN MOMENTUM WEF-EA 2015 - Investor Asing Wait and See

Jakarta - Indonesia tampaknya gagal memanfaatkan momentum World Economic Forum-East Asian (WEF-EA) 2015 menarik minat investasi asing menanamkan modalnya di negeri ini. Padahal target spesifik yang ingin dicapai Indonesia atas penyelenggaraan forum ini adalah menarik investasi di berbagai sektor. Karena untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi rata-rata 7%, diharapkan investasi tumbuh rata-rata 10,2% per tahun menyusul bidikan target realisasi investasi sebesar Rp3.500 triliun selama 2015-2019.

NERACA
“Forum seperti ini penting karena selama ini kita dianggap kinerjanya bagus, tapi komunikasinya enggak bagus. India sebaliknya komunikasinya sangat bagus, walaupun misalnya implementasinya tidak sehebat publikasinya. Jadi kita ini kekurangan PR (public relations). Program seperti inilah PR ke publik yang paling murah,” ujar Menko Perekonomian Sofjan Djalil kepada pers di sela-sela kegiatan WEF-EA 2015 yang berakhir di  Jakarta, Selasa (21/4).

Pernyataan Sofjan itu menyiratkan Indonesia gagal memanfaatkan momen pertemuan internasional yang dihadiri ratusan CEO dari berbagai perusahaan asing yang hadir selama kegiatan berlangsung (19-21 April), yang bersamaan dengan kegiatan Konferensi Asia-Afrika (KAA) ke-60 yang seharusnya dapat menjadi ajang promosi murah bagi kepentingan investasi infrastruktur di dalam negeri.

Sebelumnya Kepala BKPM Franky Sibarani mengaku optimis penyelenggaraan WEF-EA 2015 dapat menarik investasi yang besar dari negara-negara Asia Timur. Keyakinan tersebut merujuk pada tingginya komitmen investasi yang disampaikan investor Jepang dan Tiongkok dalam kunjungan Presiden RI Joko Widodo Maret lalu.

Meski demikian, BKPM mencatat ada komitmen investasi senilai US$73,46 miliar yang terdiri atas US$10,06 miliar komitmen investasi Jepang dan US$63,40 miliar AS komitmen investasi Tiongkok. Hingga akhir 2014, realisasi investasi mencapai Rp463,1 triliun, meningkat 16,2% dari periode yang sama tahun sebelumnya, dengan jumlah penanaman modal asing mencapai Rp307 triliun. Jepang merupakan negara Asia Timur dengan investasi tertinggi di Indonesia yang mencapai US$2,7 miliar pada tahun lalu.

Menurut guru besar ekonomi Universitas Brawijaya Prof Dr Ahmad Erani Yustika,  tantangan Indonesia dalam membangkitkan lagi peluang bisnis di daerah dewasa ini sangatlah berat oleh karena adanya beberapa faktor yang berpengaruh.  

"Faktor pertama adalah sejumlah kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia seperti larangan ekspor mineral mentah dan larangan penjualan bir, beberapa negara menganggap langkah tersebut sebagai penyempitan peluang investasi di Indonesia.Faktor kedua belum tegaknya ”law and order” di Indonesia yang dirasakan sangat mengganggu iklim penanaman modal itu sendiri," ujarnya saat dihubungi Neraca, kemarin.  

Erani mengatakan, hambatan investasi lainnya dari luar negeri misalnya bagi calon investor PMA sebelum melakukan perhitungan prospek investasinya secara ekonomis maka mereka juga mempelajari bagaimana tingkat daya saing suatu negara yang dihitung oleh sebuah lembaga pemeringkat internasional.

"Secara teoritis faktor eksternal yang dipelajari investor asing adalah bagaimana tingkat daya saing negara tersebut (misalnya Indonesia) dibandingkan dengan negara-negara lainnya.  Tingkat daya saing suatu negara merefleksikan bagaimana risiko berinvestasi di negara tersebut (country risk),"kata dia. 

Erani mengatakan, permasalahan ataupun hambatan  dalam Investasi yang akan mempengaruhi perkembangan investasi di  Indonesia adalah kondisi makro. Namun, tentu juga stabilitas makro, country risk yang tinggi, dan lemahnya penegakkan hukum secara nasional tidak akan mempengaruhi secara mutlak dalam perkembangan investasi di daerah yang disebabkan oleh proses penyelengaraan desentralisasi pemerintahan. "Dengan demikian masih terdapat kemungkinan bila pemerintah mampu menata iklim investasinya dengan baik, maka kemungkinan negara ini akan dapat menarik minat investor,"ujarnya.

Kurang Fokus

Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan perhelatan WEF-EA 2015 seharusnya menjadi peluang yang cukup besar bagi Indonesia dalam menggaet investor masuk ke tanah air. Namun, diharapkan pemerintah harus fokus dalam menggarap sektor-sektor yang mempunyai peningkatan maksimal bagi perekonomian Indonesia.

"Tidak sekedar mereka (investor) memasukan modal, tapi investasi yang mampu mendapatkan nilai tambah yang signifikan, terutama investasi yang bisa mendorong produk komoditi ekspor," katanya.

Menurut dia, ketika Indonesia menawarkan kerjasama investasi, seharusnya pemerintah sudah mempunyai hitung-hitungan yang jelas seberapa besar manfaat yang dapat dinikmati untuk perekonomian Indonesia terkait masuknya para investor asing tersebut.

"Selama ini kan investasi hanya masuk-masuk saja tapi pemanfaatan atau dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap peningkatan nilai tambah yang pada akhirnya malah membebani neraca pembayaran kita," ujar Enny.

Namun, Enny menambahkan, hal tersebut bukanlah kesalahan para investor, mengingat para penanam modal tersebut hanya mempertimbangkan keuntungan saja. Untuk itu, dirinya berharap dengan adanya WEF 2015 ini, pemerintah lebih memfokuskan diri terhadap perdagangan dan investasi yang memang memberikan peningkatan nasional interest seperti pada sektor industri.

“Agar menarik bagi investor asing, pemerintah perlu melakukan supporting sistem yang lebih baik lagi dengan juga memperkuat pra syarat kebutuhan energi dan lahan yang baik,” lanjutnya.

Dia juga menjelaskan meskipun sikap investor asing cenderung wait and see untuk berinvetasi di Indonesia, namun pemerintah Indonesia bisa memberikan masukan yang jelas dan tepat bagi para investor asing. Seperti contohnya, Proyek infrastruktur harus dipromosikan pemerintah, khususnya dalam perhelatan WEF-EA. Pada kesempatan ini, pemerintah bisa langsung menyampaikan program-program pembangunan yang ingin dicapai dalam lima tahun dan menjaring minat investor.

Guru besar ekonomi Unpad Prof Dr Ina Primiana mengatakan,  berlangsungnya WEF-EA yang  berdekatan dengan penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA), sejatinya dapat menarik investor asing dapat berinvestasi di Indonesia seperti yang digembar-gemborkan oleh banyak menteri. Tapi sepertinya harapan itu sirna karena indonesia mempunyai banyak hambatan mulai dari sisi infrastruktur, perizinan, masalah lahan, dan segudang masalah internal menjadikan investor urung menanamkan investasinya di Indonesia.

"Sejauh ini sepertinya tidak ada yang bisa dijual ke investor, karena memang persiapan dari sisi internal yang belum matang. Jadi akan sulit dapat menarik investor menanamkan investasinya disini," katanya.

Pemerintah harusnya sudah mempersiapkan diri seperti menyiapkan potret daerah potensial yang memang bisa menarik investor yang bisa dilihat dan ditampilkan. Mengingat, selama ini juga pemerintah ingin mengembangkan kawasan di luar Jawa, kendati demikian dalam momen tidak terlihat ditonjolkan, lantas apa yang bisa dijual ke negara lain. Jadi memang pemerintah minim persiapan jelang WEF dan KAA, yang seharusnya ada benefit untuk dapat menarik investasi lebih besar, tapi kesempatan itu hilang begitu saja. "Secara teknis memang persiapan pemerintah minim untuk dapat memanfaatkan momen WEF-EA maupun KAA," ujarnya.

Pengamat ekonomi UI Telisa Aulia Falianty menilai, pemerintah secara gencar mengundang investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia terutama di sektor infrastruktur dan kemaritiman. Karena kedua sektor tersebut menjadi fokus utama pemerintah dalam pembangunan ekonomi Indonesia. “Saya kira para investor cukup tertarik dengan Indonesia, terlebih dengan beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mempermudah investasi di Indonesia,” ujarnya.

Telisa mengakui Indonesia memang sangat butuh investor asing dikarenakan Indonesia butuh dana, teknologi dan tenaga dari pihak asing. Sedangkan investor asing butuh kita dengan sumber daya alam, sumber daya manusia dan pasar Indonesia. Maka dari itu, pemerintah harus piawai mengatur dua kutub yang berbeda yaitu antara investor luar negeri dan kepentingan nasional karena keduanya memang penting. iwan/bari/agus/mohar

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…