Membumikan Politik Air - Oleh: Andi Perdana Gumilang, Pengamat Sumber Daya Air, Peneliti pada Pascasarjana IPB

Setiap tanggal 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Sedunia (Water's Day). Sejarah mencatat Hari Air Sedunia ditetapkan melalui Resolusi PBB Nomor 147/1993. Peringatan tahun ini mengambil tema "Air dan Pembangunan Berkelanjutan". Air memiliki peran yang sangat penting dalam agenda pembangunan berkelanjutan. Momentum ini menjadi sebuah kampanye global akan pentingnya air bagi kehidupan serta perlindungan dan pengelolaan sumber daya air yang dilakukan secara berkelanjutan.

Indonesia memiliki potensi sumber daya air sebesar 3,9 triliun m3/tahun dan dapat dimanfaatkan sebesar 691,3 miliar m3/tahun. Saat ini, potensi tersebut sudah dimanfaatkan sebesar 175,1 miliar m3/tahun (25,3 persen) dan yang belum dimanfaatkan sebesar 516,2 miliar m3/tahun (74,7 persen).

Sebagian besar air dimanfaatkan untuk irigasi, yaitu 141 miliar m3/tahun (80,5 persen). Sedangkan, untuk rumah tangga dan industri sebesar 34,1 miliar m3/tahun (19,5 persen). Maka, dapat diartikan bahwa masih banyak potensi sumber daya air yang belum termanfaatkan.

Pada sisi lain, air bisa menjadi sumber ancaman yang serius bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kelangkaan serta kerusakan kualitas air yang terjadi akibat degradasi lingkungan hidup telah menjadi penyebab munculnya berbagai bencana, seperti krisis pangan, mewabahnya aneka macam penyakit, banjir dan sebagainya.

Seiring dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 250 juta orang, kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak. Kecenderungan konsumsi air diperkirakan terus meningkat hingga 20-35 persen per kapita per tahun. Sedangkan, ketersediaan air bersih cenderung berkurang akibat kerusakan alam dan pencemaran.

Kementerian Pekerjaan Umum pernah mencatat, sekitar 36,6 persen atau 85 juta penduduk Indonesia belum menikmati air bersih atau higienis. Kondisi ini mencerminkan tujuan pembangunan milenium atau Millenium Development Goals (MDG's) yang menetapkan 2015 minimal 50 persen penduduk Indonesia sudah menikmati akses air bersih masih jauh dari harapan.

Pemerintah perlu membangun sarana maupun prasarana sumber daya air secara terintegrasi. Sebab, berdasarkan berbagai studi yang telah dilakukan terkait kondisi neraca air di beberapa wilayah sungai, rata-rata daerah perkotaan akan mengalami defisit air mulai tahun 2020 untuk irigasi, air minum, industri, pertambangan, peternakan dan perikanan.

Politik air


Saat ini wajah pengelolaan sumber daya air di dalam negeri mengalami perubahan yang sangat berarti setelah keluarnya keputusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 tanggal 18 Februari lalu yang membatalkan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dengan dibatalkannya UU ini, pengelolaan SDA akan kembali pada UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, namun di sini perlu ada penyempurnaan UU tersebut terkait penajaman visi politik air. Hal ini dirasa perlu mengingat Indonesia memiliki perairan yang lebih luas dari daratan.

Menurut hemat penulis, Indonesia sudah saatnya memiliki visi politik air secara jelas. Indonesia perlu membumikan politik air yang setidaknya mencakup aspek kepemilikan, pemanfaatan, dan kedaulatan.

Pertama, aspek kepemilikan. Aspek ini mengandung arti bahwa sudah saatnya air menjadi hak kepemilikan umum yang mesti dikelola oleh negara. Pengakuan atas hak-hak dasar tersebut sebenarnya sudah tercantum di dalam UUD 1945 Pasal 33. Atas dasar itu semestinya kehadiran negara bisa terwujud nyata dan agenda liberalisasi pengelolaan air bisa diakhiri.

Kedua, aspek pemanfaatan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemanfaatan langsung oleh masyarakat umum. Air sungai, air tanah, air laut, air sumur, air danau, dan sebagainya adalah benda-benda yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu rakyat, selama tidak menimbulkan bahaya (dharar) bagi individu lainnya. Siapa saja dapat mengambil air. Dalam konteks ini pula negara melalui BUMN atau BUMD perlu menjamin pemanfaatan air khususnya air bersih agar terdistribusi secara merata ke setiap lapisan individu masyarakat serta mengawasinya.

Kondisi air yang disalurkan dari pipa PDAM, yang masih keruh dan berbau, perlu segera dibenahi agar bisa dimanfaatkan. Air baku mesti memenuhi syarat agar tidak ada lagi pencemaran dan membahayakan kesehatan.

Ketiga, aspek kedaulatan. Dalam konteks ini, suatu negara yang mampu mengelola potensi sumber daya air dengan baik dan tidak bergantung kepada negara lain akan mampu muncul sebagai negara kuat, baik dari sisi manusianya maupun pasokan bahan pangannya. Karena itu, kedaulatan atas air perlu ditegakkan. Sebab, bila pengelolaan sumber daya air terlalu berpihak kepada pemilik modal (kapitalis) maka akan menyebabkan hilangnya kedaulatan. Negara akan gagal dalam memenuhi kebutuhan air yang paling mendasar bagi rakyatnya.

Bahaya yang paling menonjol akibat hilangnya kedaulatan adalah tersentralisasinya aset suatu negeri di sektor sumber daya air pada segelintir individu atau perusahaan yang memiliki modal besar dan kecanggihan manajemen, teknologi, dan strategi. Artinya, rakyat kecil tercegah untuk mendapatkan dan memanfaatkan aset tersebut. Aset berupa air bersih, misalnya, akhirnya hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. Dengan demikian, kondisi ini akan memperparah buruknya distribusi kekayaan air secara layak.

Selain itu, dibukanya pintu untuk para investor asing baik perorangan maupun perusahaan berarti hal itu juga tanpa disadari akan menjerumuskan negeri kita dalam cengkeraman imperialisme ekonomi. Sebab, individu atau perusahaan kapitalis itulah yang nantinya akan menguasai dan mengendalikan sumber daya air. Kepemilikan umum atau kepemilikan negara akan terhapus yang berakibat negara melepaskan diri dari kewajiban-kewajibannya terhadap rakyat dalam hal pengelolaan air.

Dengan demikian, kedaulatan atas air menjadi mutlak adanya. Pemerintah hendaknya memiliki payung hukum baru agar kegiatan usaha yang berkaitan dengan pengendalian dan pasokan sumber daya air di dalam negeri tetap mengutamakan aspek kedaulatan.

Akhirnya membumikan politik air menjadi urgen, negara perlu hadir dalam memberikan perlindungan terhadap rakyat dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya air yang selaras dengan pelestarian lingkungan hidup dan kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil. (haluankepri.com)

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…