Daya Saing Pasar Modal Ketinggalan Jauh

NERACA

Jakarta – Ambisi industri pasar modal dalam negeri bisa menyaingi pasar modal di Singapura dan negara Asia lainnya ternyata masih jauh dari harapan, kendati beberapa analis selalu mengklaim investasi pasar modal di Indonesia terbilang aman dan menguntungkan. Persoalannya, regulasi dan lemahnya pengawasan serta minimnya minat investor lokal bermain saham menjadi kendala utama pemain lokal ragu berinvestasi saham di negerinya sendiri.

Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Airlangga Hartarto mengakui, daya saing industri pasar modal dalam negeri masih jauh dibandingkan dengan negara tetangga. Maka tidak heran bila perusahaan besar lebih nyaman listing di negara tetangga.

Dia menyebutkan, soal minimnya investor lokal bermain saham menjadi persoalan klasik yang hingga kini belum terselesaikan. Menurutnya, hal utama untuk meningkatkan investor perlu di tingkatkan industri reksa dana. “Investasi reksa dana menjadi media pertama bagi investor pemula mengenal pasar modal,”katanya kepada Neraca di Jakarta, Minggu (18/9).

Menurut dia, bila industri reksa dana mampu berkembang maka berikutnya investor retail lokal akan mulai masuk ke pasar modal. Selanjutnya, hal yang perlu dibenahi soal ketersedian informasi sehingga masyarakat punya akses terhadap pasar. Pasalnya bila ini tidak di dorong, nantinya informasi hanya dimiliki oleh mereka yang punya modal kuat.

Kemudian, soal emiten lebih memilih pasar modal Singapura, Airlangga menjelaskan, bursa Singapura tidak perlu di khawatirkan. Namun yang perlu dibenahi BEI dan Bapepam LK adalah membangun kekuatan dan kemampuan underwriter dalam negeri, mendapatlan investor jangka panjang atau first tier investor. “Selama first tier investor masih mengandalkan pemodal asing maka bursa Indonesia sulit bersaing utk menarik bagi Emiten besar,”tandasnya.

Dia juga tidak mempermasalahkan kemasan apa yang ditawarkan dalam industri pasar modal. Karena bagi bursa yang terpenting adalah fundamental pasar, baik emiten maupun investor lanjut Airlangga, diyakini sudah mengetahui faktor dasar tersebut. Artinya Indonesia sejauh ini lebih menarik dibandingkan dengan negara tetangga.

Tidak sampai disitu, BEI sebagai fasiliator pasar modal dalam negeri juga perlu mendorong perusahaan sektor tambang, perkebunan, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) stategis lainnya untuk go public. Sebut saja, Pelindo, Angkasa Pura, Freeport atau Newmont dan dengan banyaknya industri tersebut, dipastikan akan memicu transaksi pasar modal lebih melejit lagi.

Sementara pengamat ekonomi Danareksa Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, kelemahan yang terjadi pada industri pasar modal menjadi tanggung jawab semua pemain diantaranya, BEI, Bapepam-LK dan juga Sekuritas. “Bappepam mesti leading BEI, sedangkan BEI juga mesti menekan sekuritas. Mau saham baik atau jelek, semuanya dicover. Jadi, tidak menimbulkan ketakutan bagi investor,”katanya.

Menurut dia, bila sudah dicover ke semua emiten, investor akan merasa dirinya terjamin. Saham-saham mati timbul karena kurang penanganan oleh BEI dan pengawasan Bappepam. Kendati demikian, Purbaya menuturkan, kelemahan yang ada di industri pasar modal  tidak hanya menjadi tanggung jawab PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai fasilitator dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) untuk regulatornya. “Kita tidak bisa menyalahkan kedua institusi atau lembaga ini,keadaan ini harus diperbaiki secara gotong royong atau berbagai pihak,”katanya.

Baik Purbaya dan Airlangga, keduanya sepakat BEI harusnya bisa menerapkan aturan perdagangan yang bagus,dan pihak Bappepam LK harus mampu memberikan regulasi yang baik buat Investor, ”Jadi para investor bisa nyaman di Indonesia,kalau keadaan sekarangkan masih terlihat acak-acakan,”tegasnya.

BEI seharusnya melakukan edukasi besar-besaran, sosialisasi ke masyarakat soal saham itu apa. Main di bursa itu profitnya apa. Mereka (BEI) kan punya dana besar, harusnya mereka lakukan itu. Biar masyarakat paham alur sebenarnya.

BEI, kata Purbaya juga dinilai kurang untuk menarik investor. Padahal size (ukuran) pasar modal dalam negeri termasuk besar pangsa pasarnya. “BEI kurang edukasi ke masyarakat. Karena rata-rata orang lokal berasumsi bursa itu judi. Apa lagi, sering terjadi pelanggaran hukum yang penanganannya terkesan tidak serius. Image itu yang terbentuk di masyarakat. Jadinya, tidak banyak yang tertarik main saham, sudah ketakutan duluan,”jelasnnya.

Purbaya juga menuding, selama ini yang dicover itu hanya perusahaan besar atau emiten besar. Sedangkan yang kecil-kecil di biarkan begitu saja alias tidak ditangani dengan baik. Alhasil, emiten kecil-kecil terlindas mati oleh regulasi.

Selain itu, dia juga menambahkan saat ini perkembangan lantai bursa terlalu lambat di banding negara lain. Salah satunya, jumlah emiten di pasar modal tercatat masih sedikit hanya 436, sedangkan di negara lain seperti Malaysia itu jumlahnya lebih dari 1000.

Selanjutnya, analis PT Finance Corporindo Edwin Sinaga berpendapat, krisis Ekonomi yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat ,seharusnya bisa menjadikan pendorong banyaknya investor asing yang memindahkan investasinya  ke Indonesia,namun sampai saat ini BEI dan Bappepam LK belum bisa menarik investor asing tersebut. ”Edwin,seharusnya keadaan ini memang menjadi suatu kesempatan yang baik untuk indonesia,karena banyak investor asing yang sudah pasti mencari tempat yang aman untuk menempatkan uang mereka.

Namun untuk menarik investor asing memang agak sulit,kata Edwin karena,para investor pasti akan mencari tahu dahulu kondisi dari negara tujuan investasinya. Saat ini jika indonesia ingin menjadi negara tujuan harus baik terlebih dahulu perekonomiannya,iklim politiknya,regulasi yang ada dan infrastruktur yang menunjang.

Sebagaimana diketahui, Direktur Penilaian Perusahaan BEI Eddy Sugito pernah bilang Bursa Efek Indonesia (BEI) mengharapkan kapitalisasi pasar saham dapat melebihi kapitalisasi pasar Singapura dalam waktu tiga tahun mendatang."Pasar kita bisa melebihi kapitalisasi pasar di Singapura dan diharapkan memimpin di Asia. Kita mendorong agar perusahaan energi, tambang dan perkebunan dapat masuk ke bursa," ujarnya. iwan/vanya/munib/bani

 

 



BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…