Mengadopsi Metode Pendidikan Ramah Anak Milik Swedia

Dalam pendidikan ramah anak, pihak sekolah wajib memberikan yang terbaik untuk anak, dimana para guru dituntut untuk lebih profesional ketika melakukan proses kegiatan belajar mengajar

NERACA

Untuk menanamkan karakter bangsa dalam diri setiap warga, pendidikan punya peran cukup besar, khususnya untuk membangun generasi baru. Sayangnya, pendidikan di sekolah ditenggarainya baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma dan nilai-nilai karakter, belum pada tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Buktinya, berbagai aksi tindak kekerasan kerap terjadi di sekolah yang seolah tak kunjung henti. Ya, saat ini anak Indonesia bisa dikatakan sulit untuk memperoleh rasa aman dan nyaman di mana pun mereka berada karena haknya terabaikan dan mereka tidak terlindungi.

Kasus-kasus kekerasan dan intimidasi terhadap anak yang terjadi di lingkungan sekolah menunjukkan kondisi anak kian memprihatinkan. Padahal, anak-anak inilah yang menentukan nasib bangsa ini pada masa depan.

Dapat dipastikan, jika fenomena kekerasan anak terus terjadi, anak-anak akan tumbuh dengan rasa dendam dan berperilaku kekerasan. Jika begini terus, tinggal tunggu runtuhnya bangsa ini. 

Berangkat dari keprihatinan melihat banyaknya fenomena kekerasan baik fisik maupun psikis di dunia pendidikan, Commission Esucation, Lund University Sweden, memberikan kesempatan lembaga pendidikan di Indonesia untuk mengadopsi atau mengembangkan metode pendidikan ramah anak yang mereka miliki.

Bagi sekolah yang berminat maka harus mengajukan proposal ke Lund University Swedia, selanjutnya gurunya akan mendapat pelatihan gratis di Swedia. Setelah itu mereka harus mengembangkan sekolah ramah anak di daerahnya sesuai karakter daerah masing-masing.

Panitia Program Training Internasional tentang hak-hak dari Lund University Sweden, Andreas Bryngelson mengatakan, program tersebut bersifat terbuka dan independen.

“Setiap tahun kami mengadakan agenda rutin yang sama di Swedia dan mengundang semua anggota termasuk Indonesia. Prinsipnya kami mengutamakan penerapan pendidikan ramah anak di setiap negara anggota,” kata dia di Hotel Lor In, baru-baru ini.

Sementara itu, salah satu peserta pelatihan pendidikan ramah anak angkatan ke-13, Umi Hidayati selaku Kepala SMPN 1 Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah mengatakan bahwa sekolahnya memulai program pendidikan ramah anak sejak 2011.

Awalnya dia mengajukan proposal ke Lund University Swedia sebagai inisiator program tersebut, kemudian mendapat pelatihan gratis di Swedia.

"Saya masuk pelatihan angkatan ke-13. Hal ini merupakan program rutin Lund University Swedia bersama UNESCO. Ilmu yang kami dapat di Swedia itu kami bawa ke sekolah untuk diterapkan pada anak didik," kata Umi

Dia menjelaskan inti dari sekolah ramah anak adalah pihak sekolah memberikan semua hak anak secara penuh, serta pengelolaan kelas dan sekolah. Program ini juga ada kaitannya dengan desa ramah anak dan kabupaten ramah anak yang dicanangkan pemerintah.

"Pada program itu menerapkan 3 P, yakni provisi, perlindungan, dan partisipasi dalam model sekolah ramah anak ini," kata dia.

Provisi, sambung Umi, adalah memberikan hak anak secara penuh. Perlindungan berarti pihak sekolah memberikan perlindungan pada siswa, seperti dengan penjagaan satpam dan polisi di lingkungan hingga depan sekolah untuk meneyebarangkan anak agar anak merasa aman dan nyaman. 

"Di dalam kelas, kami terapkan agar anak bisa bersikap ramah dengan sesama teman dan guru, guru juga ramah pada anak didiknya dan sesama guru. Jadi anak jangan sampai bertengkar dengan temannya di kelas maupun dengan sekolah lain," papar dia.

Lebih lanjut dia mengatakan, guru juga menghindari hukuman secara fisik pada anak-anak yang melakukan kesalahan dan lebih mengedepankan upaya dan pendekatan yang lebih komunikatif sehingga membuat anak merasa nyaman.

Kemudian partisipasi, sambung dia, yakni dalam proses belajar mengajar guru harus melibatkan partisipasi siswa sehingga guru tidak memberi ceramah terus menerus saat mengajar.

“Termasuk dalam memilih warna cat untuk ruang kelas juga didiskusikan dengan siswa agar membuat mereka senang dan nyaman,” ujar dia 

Selain SMPN 1 Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah , program yang disponsori Swedish International Development Coorporation Agency (SIDA) tersebut kini telah berkembang pada sekolah imbas ramah anak lainnya di wilayah Surakarta dan Unnes, yakni  SD Negeri Secang 1, SMP Muhammadiyah Tempuran, SMPN 2 Tempuran, SDN 2 Secang, SD, Ngabean Secang, dan SDN Krincing.

BERITA TERKAIT

40.164 Sekolah Miliki Siswa Berkebutuhan Khusus

    Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebutkan terdapat 40.164 satuan pendidikan formal di Indonesia yang memiliki peserta…

Perpusnas Bikin Kegiatan Mudik Asyik Baca Buku

  Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menyambut baik kegiatan mudik asyik baca buku tahun 2024 yang diinisiasi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan…

Mengajak Anak untuk Ikut Mudik, Perhatikan Hal Ini

  Datangnya bulan Ramadan selalu bersamaan dengan persiapan umat muslim untuk pulang ke kampung halaman dengan tujuan berkumpul bersama keluarga…

BERITA LAINNYA DI

40.164 Sekolah Miliki Siswa Berkebutuhan Khusus

    Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebutkan terdapat 40.164 satuan pendidikan formal di Indonesia yang memiliki peserta…

Perpusnas Bikin Kegiatan Mudik Asyik Baca Buku

  Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menyambut baik kegiatan mudik asyik baca buku tahun 2024 yang diinisiasi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan…

Mengajak Anak untuk Ikut Mudik, Perhatikan Hal Ini

  Datangnya bulan Ramadan selalu bersamaan dengan persiapan umat muslim untuk pulang ke kampung halaman dengan tujuan berkumpul bersama keluarga…