DPR Jangan Hanya Berkutat di Penerapan Resiprokal

NERACA

Jakarta - Menteri Keuangan era Pemerintahan Presiden Soeharto, Fuad Bawazier, mengingatkan agar anggota DPR tidak berpikir soal penerapan resiprokal terhadap asing dalam kaitan sektor industri perbankan nasional. "Asing sudah sangat siap dalam sektor perbankan. Kalau DPR berpikir agar Indonesia melakukan resiprokal terhadap asing, maka perbankan asing akan langsung masuk, sementara kita baru sebatas gagasan," kata dia, dalam diskusi "Forum Regulasi RUU Perbankan" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (24/3).

Resiprokal adalah perlakuan yang sama dalam bisnis perbankan di dunia. Menurut dia, apabila anggota DPR berpikir Indonesia sudah setara dengan negara-negara maju di sektor perbankan sehingga akan menerapkan resiprokal hendaknya menghilangkan pikiran seperti itu.

"Jika Indonesia akan menerapkan resiprokal melalui revisi UU Perbankan, maka asing akan langsung masuk ke Indonesia, sementara kita baru sebatas gagasan," katanya. Politisi Partai Hanura ini menambahkan, untuk merelisasikan gagasan membutuhkan waktu dan proses sehingga ketika Indonesia benar-benar siap, pasar perbankan nasional sudah habis dikuasai asing.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Gus Irawan Pasaribu mengatakan, DPR akan merevisi UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan guna memperbaiki sistem perbankan nasional. Rencana revisi UU Perbankan tersebut sudah terjadwal dalam program prioritas prolegnas DPR RI Tahun 2015 yang ditarget sudah selesai dibahas pada akhir tahun ini.

"RUU Perbankan ini usul inisiatif dari DPR yang merupakan produk baru anggota DPR RI periode 2015-2019," katanya. Anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Utara ini menjelaskan, dalam penyusunan RUU Perbankan sudah mencari masukan dari berbagai pihak, termasuk melakukan kunjungan kerja ke daerah.

Gus Irawan menilai, UU No 10 / 1998 tentang Perbankan yang diterapkan saat ini sangat liberal dan lebih utamakan kepentingan asing. Dia lalu mencontohkan, bank nasional sangat sulit hanya untuk membuka ATM di negara lain, tapi negara lain sangat mudah membuka cabang banknya di Indpnesia.

"Bahkan, membeli bank nasional juga sangat mudah," katanya. Namun Gus Irawan menegaskan, pada revisi UU Perbankan ini harus ada kesetaraan antara bank nasional dan bank asing, termasuk membuka cabang di negara lain.

Jika asing bisa membeli bank di Indonesia, maka Indonesia juga harus bisa beli bank di di negara lain, sehingga ada kesetaraan atau resiprokal. "Kami harapkan, revisi UU Perbankan dapat mengatur sistem perbankan di Indonesia secara menyeluruh dan untuk jangka panjang," tandasnya. [ardi]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…