Deflasi dan PR Pemerintah

Oleh: Ma’rifatul Amalia

Peneliti Indef

 

Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan deflasi pada Februari mencapai 0,36%. Deflasi juga terjadi pada Januari yakni sebesar 0,24% sehingga total deflasi pada dua bulan pertama 2015 sebesar 0,61%. Secara kasat mata, angka tersebut seperti menunjukkan prestasi pemerintah dalam menurunkan harga barang-barang. Namun benarkah demikian adanya?

Deflasi Januari dipicu oleh penurunan harga cabai merah dan cabai rawit masing-masing sebesar 0,22% dan 0,06%. Sedangkan tiga komoditas yang mengalami kenaikan harga tertinggi ialah daging ayam ras sebesar 0,09%; ikan segar sebesar 0,08%; beras dan telur ayam ras masing-masing naik sebesar 0,07%. Di sisi lain, deflasi pada Februari merupakan kontribusi penurunan harga dari komoditas cabai, bensin, sayuran, dan tarif angkutan dalam kota. Kenaikan harga terjadi pada komoditas beras yang menyumbang inflasi sebesar 0,11%; serta tarif listrik dan tarif angkutan udara.

Tren data deflasi selama Januari-Februari tahun 2015 menunjukkan bahwa penurunan harga hanya terjadi pada komoditas daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai, yang bukan menjadi komoditas kebutuhan pokok masyarakat. Sementara itu, beras yang menjadi bahan pangan pokok justru mengalami kenaikan harga sejak pertengahan Februari lalu. Kelompok bahan makanan pun masih menjadi penyumbang terbesar inflasi selama awal tahun 2015. Secara kuantitatif, deflasi mungkin dapat diklaim sebagai prestasi pemerintah dalam menjaga kestabilan harga secara keseluruhan.Namun apabila dicermati lebih jauh, deflasi Januari-Februari 2015 sesungguhnya menunjukkan kelemahan pemerintah dalam menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok.

Poin utama yang hendaknya diprioritaskan oleh pemerintah ialah upaya menjaga kestabilan harga kebutuhan utama khususnya pangan pokok dan bahan bakar rumah tangga. Pemerintah harus melakukan intervensi untuk menjaga kestabilan harga bahan makanan pokok. Pemerintah seyogyanya memiliki quick responses system apabila terjadi indikasi kenaikan harga bahan makanan pokok. Optimisme panen raya beras harus diimbangi dengan pengawasan dari pemerintah terhadap kinerja Bulog yang harus ditingkatkan,mengingat tahun 2014 target penyerapan beras oleh Bulog hanya tercapai sekitar 57,5% dari target. Pemerintah pun harus memastikan stok LPG berada dalam jumlah yang memadai dan pendistribusiannya lancar sehingga tidak terjadi kelangkaan yang berujung pada kenaikan harga.

Deflasi yang dialami oleh perekonomian Indonesia selama dua bulan pertama seyogyanya tidak hanya dimaknai sebagai prestasi yang harus diapresiasi, tetapi justru sebagai PR lanjutan bagi pemerintah untuk menjaga kestabilan dan pasokan kebutuhan pokok masyarakat.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…