Politik Ekonomi di Daerah

 

Perseteruan antara DPRD DKI Jakarta dan Gubernur Basuki T. Purnama (Ahok) yang berakhir dengan deadlock-nya RAPBD 2015, menunjukkan indikasi penggunaan E-Budgetting belum sepenuhnya dimengerti oleh segenap komponen pimpinan daerah. Padahal, manfaat besar penerapan sistem anggaran yang terintegrasi online tersebut adalah mengurangi tendensi perilaku eksekutif dan legislatif berkolaborasi dalam peluang praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Namun yang muncul ke kemudian adalah, persaingan antarkelompok lebih menonjol dibandingkan aspek kerja sama antar dan dalam kelompok. Akibatnya, masalah disorganisasi lebih mengemuka dalam praktik di lapangan dibandingkan efektivitas sinergi antara kepala daerah dan pimpinan DPRD untuk mencapai tujuan organisasi pemda mengelola APBD secara efektif.

Adalah tepat paradigma transparansi politik ekonomi dijadikan sebagai strategi yang mengoreksi dampak negatif pilkada langsung. Karena sebelumnya terungkap sekitar 80% kasus terkait korupsi kepala daerah, meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah ada untuk mencegahnya melalui penegakan hukum antikorupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Namun, alibi justru karena keberadaan KPK, temuan pidana korupsi dan pencucian uang justru mempunyai magnitude yang besar. Alibi lain adalah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak menggunakan jurus sanksi hukuman seumur hidup, hukuman mati, dan sulitnya mencabut hak politik terdakwa. 

Kita sadar bahwa ilmu ekonomi politik menjadi semakin populer ketika terungkapnya skandal korupsi pengadaan satelit Palapa, kasus korupsi dana Bulog, dan lain-lain. Ini merupakan terobosan untuk mempertajam aparat mengendus keberadaan korupsi sebagai penyakit bawaan yang bersifat kronis menjangkiti lintasan kegiatan ekonomi maupun politik.

Sesungguhnya masalah korupsi dan kegagalan pembentukan strategi kompetisi itu di dunia nyata pada kasus seleksi kepala daerah telah ditemukan pada era sejarah Romawi kuno. Karena itu, persoalan yang dibangkitkan dalam naskah akademik RUU Pilkada di atas tidak dapat dipandang sebelah mata.

Namun, kegiatan korupsi yang mencemari pilkada langsung maupun tidak langsung melalui DPRD ini tidak memandang bulu. Itu disebabkan pegiat agama pun terjangkiti penyakit kronis korupsi pula.

Oleh karena itu, pilihan keputusan politik pilkada adalah dengan cara melokalisasikan kegiatan korupsi secara masif dari kegiatan pilkada langsung untuk kembali ke pemilihan oleh DPRD. Strategi retreat ini terpaksa dilakukan, sebagaimana ketika itu strategi pilkada langsung dibangun sedemikian heroik, ternyata melupakan keganasan atas cemaran dari potensi membesarnya kegiatan barter antara suara dengan uang.
 
Implikasi cemaran tersebut adalah meningkatnya kegiatan pertukaran antara katebelece perizinan dengan gadai dana kampanye maupun sebagai jalan pintas untuk meningkatkan kapitalisasi modal perseorangan dan kelompok.

Apabila musyawarah mufakat secara aklamasi gagal dilakukan dalam sidang paripurna DPR, opsi keputusan politik secara ekstrem itu sesungguhnya ada dua. Pertama, pilkada langsung dengan perbaikan, dan pilkada tidak langsung oleh DPRD dengan perbaikan. 

Dengan memperhatikan kekokohan hukum small number, manfaat lebih besar yang diterima per orang yang berjumlah sedikit itu berpeluang lebih efektif dibandingkan insentif dari manfaat perjuangan pada jumlah orang banyak yang akan diterima per orang dalam memperjuangkan suatu opsi kebijakan. Jadi, opsi pilkada secara tidak langsung oleh DPRD dengan perbaikan itu lebih mungkin diimplementasikan.

Kemudian upaya selanjutnya anggota DPRD menggulirkan potensi pertukaran suara dengan janji-janji politik, maupun pertukaran lainnya adalah tindakan prasyarat demi membangun kemurnian independensi dalam memilih keputusan politik.

Namun, independensi itu terkondisikan dependensi loyalitas kepada pimpinan parpol ketimbang kepada Gubernur selaku pimpinan daerah, sehingga terjadi model kooptasi antara DPRD dan satuan kerja pelaksana daerah (SKPD) yang bertujuan akhir menggaet dana “siluman” untuk kepentingan kelompok tertentu. 

BERITA TERKAIT

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…