Dampak anjloknya mata uang rupiah sangat terasa di segala lini. Hal tersebut juga berimbas pada meroketnya nilai utang pemerintah Indonesia yang harus dibayarkan. Bila rupiah terus-menerus anjlok, maka tidak hanya utang RI yang meroket, kegiatan ekonomi-perdagangan serta pembangunan pun ikut terganggu.
Menurut data Bloomberg Dollar Index pada Jumat (13/3/2015) mata uang rupiah menyentuh Rp13.185 per US$1. Sementara informasi kurs Bank Indonesia dalam situs www.bi.go.id per 12 Maret 2015 bahwa nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar kurs jual Rp13.242 per US$1 dan kurs beli Rp13.110 per US$1.
Otomatis anjloknya nilai rupiah tersebut menambah beban Indonesia dalam membayar utang karena dalam bentuk dollar. Semakin dolar mahal, maka dikonversi ke rupiah semakin besar jumlahnya. Padahal, keperluan dan kebutuhan tidak hanya untuk membayar utang, tetapi masih banyak kepentingan lain yang jauh lebih penting seperti membangun infrastruktur, pendidikan, dan lain-lain.
Tumor Ganas Utang Indonesia
Indonesia sejak dulu kala tidak terlepas dari beban utang baik utang dalam negeri maupun luar negeri. Pertama sekali di akhir pemerintahan Presiden Sukarno utang Indonesia mencapai US$2,5 miliar, kemudian di akhir pemerintahan Presiden Suharto utang Indonesia meningkat menjadi US$54 miliar.
Seiring perjalanan waktu utang Indonesia tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan atau akan lunas. Di masa Presiden BJ Habibie utang Indonesia sudah mencapai US$76 miliar, dan di era Presiden Megawati meningkat pesat menjadi US$136 miliar dan di masa kepemimpinan Presiden SBY melonjak menjadi US$183 miliar.
Bahkan di awal-awal pemerintahan Presiden Joko Widodo utang Indonesia sudah menyentuh angka US$290 miliar dan jatuh tempo pembayaran cicilan pada 2015 sebesar Rp108 triliun.
Membayangkan utang Indonesia yang terus meroket ditambah lagi anjloknya nilai rupiah, membuat geleng-geleng kepala semua pihak dan tidak tahu pasti kapan prediksi utang sebesar itu akan lunas. Bahkan bilapun seluruh utang sebesar US$290 miliar dikalikan dengan kurs rupiah sebesar Rp13.000 per 1 dollar, maka jumlah total utang Indonesia dalam rupiah sebesar Rp3770 triliun. Sebuah angka fantantis, bahkan melewati jumlah APBN 2015 yang ada sekitar Rp2000 triliun.
Coba iseng-iseng dibagikan dari Rp3770 triliun dibagi 245 juta penduduk Indonesia. Berarti tiap satu warga negara Indonesia, baik sudah tua dan uzur maupun masih bayi, sudah dibebani utang sebesar Rp15 juta!
Tiap sen nilai rupiah jatuh, maka kelipatan 13 ribu akan bertambah dalam daftar utang Indonesia. Bila sekarang utang Indonesia US290 miliar dan nilai tukar sudah Rp13.000, maka bila kembali anjlok, misanya katakanlah Rp13.300 per 1 dollar, maka utang Indonesia mencapai Rp3857 triliun. Selisih kenaikan Rp300 perak menimbulkan dampak sebesar Rp80 triliun.
Mengerikan! Pada 2013 Indonesia sudah panas dingin ketika nilai dollar mencapai Rp12.000. Kini dolar sudah mencapai Rp13.000 dan bukan mustahil semakin merangsek naik dan tentunya menambah utang Indonesia kian meraksasa dan menjadi bisul dan tumor ganas yang terus menggerogoti Indonesia.
Upaya Melunasi Utang
Jebloknya nilai rupiah sangat berdampak pada dunia usaha dan industri dalam negeri. Terutama industri penerbangan, elektronik, otomotif, tekstil dan produk tekstil serta industri besi baja.
Untuk penerbangan misalnya. Hampir 40% komponen biaya operasional maskapai seperti ongkos sewa pesawat, asuransi dan perawatan dibayarkan dalam bentuk dolar. Sementara penumpang Indonesia membayar dalam bentuk rupiah, tentu kenaikan dolar membuat harga tiket pesawat melambung tinggi dan tentunya merugikan dunia penerbangan.
Semakin dunia usaha dan industri terpukul karena mengimpor komponen dan bahan baku yang mahal, maka perusahaan menjadi berfikir ulang memangkas gaji bahkan jumlah karyawan (PHK) atau bilapun tidak, terpaksa menaikkan harga produk di pasaran dan tentunya mati-matian bersaing dengan produk sejenis dari luar negeri dengan harga yang lebih murah.
Oleh karena pembayaran utang luar negeri adalah suatu harga mati. Agar pembangunan di berbagai sektor lancar. Sebab, bila masih dibayang-bayangi utang yang konon dibayang-bayangi harga dolar, maka banyak pembangunan terbengkalai karena uang negara habis dicurahkan untuk membayar utang.
Langkah ekstrem dan praktis pemerintah untuk membayar utang salah satunya adalah mengambil paksa uang negara yang mubazir di luar negeri. Misalnya di Singapura, banyak konglomerat hitam Indonesia yang melarikan uang negara dalam kasus BLBI yang dimanipulasi menjadi utang negara hingga mencapai Rp640 triliun. Maka pemerintah bisa menerapkan ekstradisi agar Singapura berhenti melindugi dan bersedia menyerahkan konglomerat hitam Indonesia yang memarkirkan dana nya di sana.
Langkah kedua adalah memperkuat kemandirian di berbagai bidang terutama di bidang yang paling dibutuhkan seperti pertanian, transportasi dan tekstil. Karena bila Indonesia belum mandiri mencukupi beras, kacang kedelai, daging sapi, produk otomotif dan transportasi, maka jelas Indonesia terus-menerus tergantung kepada impor, yang mana impor tersebut terpaksa menggunakan mata uang dolar.
Ketiga, menghukum mati terpidana korupsi yang jelas-jelas menggerogoti uang negara. Bila dibiarkan maka uang negara untuk pembangunan habis dikorupsi.
Indonesia merupakan salah satu negara besar di dunia dan terbesar di ASEAN. Maka akan sangat rentan bila keropos karena tidak kuat membayar beban utang dan lemahnya nilai tukar rupiah yang semakin anjlok. (analisadaily.com)
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…
Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…
Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…
Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…
Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…