Rupiah Terus Anjlok, BI Klaim Inflasi Rendah

NERACA

Jakarta - Masih terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selama sepekan lebih merupakan sinyal bahaya bagi perekonomian Indonesia. Pada penutupan perdagangan di Jakarta, Selasa (10/3), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank bergerak melanjutkan pelemahan sebesar 51 poin ke level Rp13.076 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.025 per dolar AS.

Walau begitu, Bank Indonesia selaku otoritas moneter, mengklaim bahwa saat ini pihaknya memastikan pengaruh depresiasi nilai rupiah terhadap dolar AS tidak akan besar mendorong inflasi. BI memperkirakan tekanannya "hanya" sebesar 0,07% per pelemahan 1% nilai rupiah selama tahun ini.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengungkapkan, pihaknya akan memastikan stabilitas rupiah bergerak sesuai dengan fundamental ekonomi saat ini. Dia juga mengaku jika BI selalu hadir di pasar valas guna memastikan fluktuasi rupiah tetap dapat dikendalikan. Artinya, intervensi mata uang tidak tertutup kemungkinan BI akan melakukannya.

"Ini (depresiasi rupiah) tidak menimbulkan panik. Selama dua hingga tiga pekan lalu, jika ada tekanan berlebih (terhadap rupiah) kami tidak segan-segan untuk melakukan intervensi di pasar valas," kata dia di Jakarta, Selasa (10/3). Dengan upaya tersebut, Perry optimis inflasi pada tahun ini dapat sesuai dengan yang diproyeksikan sebesar empat persen plus minus satu persen. Bahkan, lanjut dia, bisa di bawah empat persen pada 2015.

Menurut Perry, melemahnya nilai tukar rupiah disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya, penguatan dolar AS yang juga membuat nilai tukar mata uang di negara kawasan lainnya juga mengalami koreksi.

"Penguatan dolar AS karena ekonomi Amerika yang terus menguat dan adanya rencana kenaikan Fed Fund Rate (suku bunga The Fed)," ujarnya. Faktor lain yang menyebabkan melemahnya nilai tukar, lanjut dia, yakni penggelontoran injeksi likuiditas moneter dari European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BoJ).

Selain itu, faktor terakhir yang membuat rupiah terdepresiasi, yaitu dari faktor internal di mana neraca transaksi berjalan masih mengalami defisit. "Tahun 2013 defisit transaksi berjalan 3,3% (dari PDB), terus menjadi 3% pada tahun lalu, dan tahun ini bisa 2,8%. Tapi kami melihat level defisit 3% masih positif bagi Indonesia karena kualitasnya lebih baik, dari konsumsi (consumption) ke belanja modal (capital expenditure)," ujar Perry.

BI Rate turun

Pada kesempatan terpisah, Head of Equities and Research UBS Indonesia, Joshua Tanja memperkirakan, Bank Indonesia akan melonggarkan kebijakan moneter melalui penurunan suku bunga acuan (BI Rate) hingga 7% di kuartal IV 2015, mengingat perbaikan fundamental perekonomian akan berhasil mengendalikan laju inflasi dan mempersempit defisit neraca transaksi berjalan.

Selain tekanan inflasi yang menurun, Joshua mengatakan, pelonggaran kebijakan moneter juga diperlukan untuk memberikan stimulus bagi sektor rill yang akan menopang laju pertumbuhan ekonomi. "Dengan penurunan suku bunga di akhir tahun 2015, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 dapat mencapai 5,8%," ujar dia. Meskipun demikian, Joshua masih memasang perkiraan konservatif untuk inflasi di 2015 sebesar 6% (year on year / yoy). Perbaikan inflasi akan terus berlanjut di 2016 hingga secara "yoy" akan mencapai 4,8%.

Joshua berpendapat perkiraan keberlanjutan penurunan harga minyak dunia juga akan memperbaiki defisit neraca perdagangan yang akhirnya mempersempit defisit neraca transaksi berjalan. Menurut dia, harga minyak dunia akan terus jatuh bahkan di level yang cukup dalam.

Jatuhnya harga minyak itu, lanjut Joshua, melebihi lemahnya harga komoditi di pasar global, sehingga dampak pelemahan nilai impor akan melebihi melambatnya perbaikan eskpor. "Ini sinyal positif bagi neraca transaksi berjalan Indonesia," tambahnya.

UBS memperkirakan defisit transaksi berjalan di 2015 akan menyempit ke 2,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan penurunan harga minyak dunia tersebut, Joshua optimistis, pemerintah akan konsisten dengan menurunkan harga Bahan Bakar Minyak di pasar dalam negeri, sehingga akan menurunkan inflasi. ardi

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…