Rawan Penyelewengan - Pemerintah Jangan Kucurkan Dana ke Partai

NERACA

Jakarta – Direktur CBA Centre For Budget AnalysisUchok Sky Khadafi, meminta agar pemerintah tidak memberikan dana ke partai, karena disinyalir dana itu nantinya banyak diselewengkan. “Dari pada manfaatnya lebih banyak tidaknya, makanya jangan sampai parati di danai oleh APBN,” katanya kepada Neraca, di Jakarta, Selasa (10/3).

Menurut nya, dana itu bisa saja diberikan tapi itu dulu sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum dilemahkan. Tapi setelah KPK lemah tidak sangat tidak setuju sekali bila partai mendapat 1 Triliun karena rawan penyelewengan nantinya. “Pasti nantinya banyak penyelewengannya, karena minimnya pengawasan dari anggaran itu,” ujarnya.

Dirinya pun menambahkan, ada beberapa hal yang harus dilihat kenapa tidak perlu partai di danai oleh APBN, karena, pertama, satu triliun bisa menjadi bancakan bagi partai karena lemahnya pengawasan dari KPK. Kedua, 1 triliun ini, bisa bukan untuk kepentingan partai atau rakyat. Uang satu triliun bisa jatuh ke tangan pemilik partai. Karena, saat ini, partai bukan milik rakyat tapi milik pimpinan partai sebagai komisaris utama. “Kalau dananya untuk kepentingan rakyat tidak masalah, dan ini sekarang partai punya sesorang, dikhawatirkan masuk ke kantong pribadi,” tandasnya.

Lebih jauh lagi dia menambhaklan, setelah partai mendapatkan dana 1 trilliun belum tentu kadernya puasa korupsi, atau dengan kata lain setelah mendapatkan dana mereka belum tentu mau puasa dari korupsi.  Artinya. Kader partai tidak ada jaminan untuk stop untuk melakukan korupsi.  Karena memang partai sudah dapat satu triliun, tapi sebagian kader partai belum tentu mendapatkan apa apa. Ini artinya. Kader partai akan korupsi juga untuk diri sendiri. “Mana mau kader partai hanya mrngurus partai . Tentu, mereka juga akan cari duit dengan cara apapun ntuk memperkaya diri. Karena tidak mungkin partai mengaji mereka,” terangnya.

Ucok pun kembali menegaskan, tidak ada jaminan, uang satu triliun itu untuk tidak korupsi. Dan banyak program program ini, akan tidak tepat sasaran bila direalisasikan, misalnya, anggaran untuk kaderisasi partai. Sesuai dikader oleh partai tertentu, tidak ada jaminan, akan berhasil. Partai kader, biasa suka lompat partai. Misalnya. loncat ke partai yg dilakukan ahok, dari Golkar, lalu masuk Gerindra. Begitu juga, tentang pengelola anggaran di partai, masih kuno atau tradisional. Dimana penerimaan satu partai kebanyakan tidak tercatat dalam akunting keuangan partai. Yang ditakuti adalah, uang APBN banyak masuk ke kantong elit elit partai daripada untuk kegiatan partai, karena keuangan partai biasanya bisa dibelanjakan atas perintah elit elit partai daripada mengikuti program yg sudah disepakati. “ Untuk memberikan 1 triliun, saya kira diperbaiki dulu management partainya,” jelasnya.

Meski pun katanya nantinya bakal di audit oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK). Tapi menurut Ucok, BPK itu tidak bisa mengikuti  semua anggaran 1 triliunan ini. Apalagi ini dana partai, dipastikikan BPK tidak berani mempublikasi penyimpangan dana partai ini mengingat orang-orang  di BPK itu  orang partai. “Tidak mungkin orang partai berani mengungkap anggaran partai mereka sendiri.  Istilah kata antara bus kota jangan saling mendahului,” tuturnya.

Pada kesempatan berbeda, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mewacanakan dana penyelenggaraan partai politik sebesar Rp 1 triliun yang diambil dari APBN. Ia memperkirakan cara ini akan meminimalkan potensi korupsi lewat kader partai. "Kalau perlu, pemerintah mendanai seluruh parpol. Baik untuk operasional, kaderisasi, dan persiapan memasuki pemilu," kata Tjahjo.

Menurut Tjahjo, wacana ini muncul setelah Tjahjo melihat opini masyarakat terhadap partai semakin memburuk. Sebab, banyak kader partai di lembaga legislatif dan eksekutif yang menjadi koruptor. "Banyak area rawan soal pajak sehingga perlu pendanaan pemerintah agar tak ada kebebasan kader cari obyek pendanaan partai," kata Tjahjo.

Namun Tjahjo menilai pemberlakuan sistem ini harus diikuti dengan penguatan sanksi bagi pelanggar Undang-Undang Partai Politik. "Tapi undang-undang harus diperkuat, kalau ada penyimpangan bisa dibubarkan," ujar dia.

Meski begitu, Tjahjo belum memastikan besaran anggaran dana partai yang sesuai dengan kondisi partai. "Rp 1 triliun, kan, baru gambaran. Kalau keadaan keuangan bagus, ya, tak masalah," pungkasnya. [agus]

BERITA TERKAIT

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…