Pajak Jalan Tol, Pemerintah Dinilai Tidak Bijak

NERACA

Jakarta – Keseriusan pemerintah menggali potensi pajak dari berbagai sumber untuk memenuhi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perlu diapresiasi. Namun sebaliknya, rencana pemerintah akan menaikan tarif tol terkait pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN)10% mendapatkan resistensi dari masyarakat, karena dinilai bakal memberatkan beban ekonomi masyarakat.

Peneliti Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (LP3E Kadin) Indonesia Prof Dr Ina Primiana, mendesak pemerintah untuk mengatasi pengemplang pajak ketimbang menggulirkan rencana pengenaan PPN atas penyediaan jasa jalan tol,”Banyak pengemplang pajak, itu coba dibereskan. Seharusnya pemerintah lebih bijak, sektor mana yang sebaiknya ditarik pajaknya untuk mendorong penerimaan pajak," kata Ina di Jakarta, Senin (9/3).

Menurut dia, pemerintah harus melakukan kajian untuk mengidentifikasi sektor mana saja dari program ekstensifikasi pajak yang kini digalakkan demi memenuhi target penerimaan pajak itu. Ina juga mengingatkan harus ada hubungan timbal balik antara tambahan pungutan pajak dan perbaikan pelayanan,”Orang bayar pajak kalau pelayanannya juga baik, harus ada timbal balik. Jangan sekedar dipungut tambah besar tanpa ada pelayanan yang membaik," ujarnya.

Senada dengan Ina, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, pengenaan pajak atas jasa jalan tol dinilai tidak rasional mengingat pelayanannya yang tidak memuaskan,”Tarif tol sekarang sudah membebani masyarakat, secara urgensi pengenaan pajak pertambahan nilai tidak wajar. Seharusnya pelayanannya diperbaiki sebelum berencana untuk mengenakan PPN karena pelayanannya selama ini belum memuaskan," katanya.

Sementara Anggota Komisi V DPR, Roem Kono menilai, langkah pemerintah yang akan menaikan tarif tol terkait pengenaan pajak 10% bulan depan tergesa-gesa. Menurutnya, kenaikan tarif tol tidak tepat dilakukan dalam waktu lantaran saat ini terjadi kenaikan harga lain seperti beras dan elpiji 12 kg.

Roem mengritik pelayanan dalam penggunaan jalan tol sendiri masih kurang baik. Dia meminta pemerintah melakukan kajian kembali dalam menetapkan waktunya,”Kurang tepat waktunya sekarang. Perlu kajian kembali tetapkan pajak 10%. Jangan pemerintah mengejar untuk pembangunan tapi mengorbankan rakyat dari segala aspek," ujarnya.

Anggota dewan itu menjelaskan, rakyat saat ini sedang dalam keadaan yang sulit. Perekonomian nasional cenderung tidak stabil dengan semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$),”Sekarang masih dalam keadaan sedang susah. Perekonomian kita sedang menuju kearah ke krisis moneter. Tidak ada kepastian, dolar bergerak naik, barang naik semuanya," imbuh dia.

Menurut dia, masih banyak aspek lain yang harus dikejar dalam mencapai target pajak tahun ini. Pemotongan subsidi BBM membuat harga komoditas naik,”Naik semua kan itu. Bagaimana mau pajak ditargetkan kalau rakyat sedang susah? Ekonomi alami perlambatan karena dolar naik, mana mungkin bisa tercapai (target pajak)," pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah berencana untuk mengenakan PPN atas penyediaan jasa jalan tol guna mencari potensi pajak dan mendorong penerimaan perpajakan yang ditargetkan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp1.489,3 triliun. Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Irawan mengatakan bulan April 2015 merupakan waktu ideal bagi pemerintah untuk mengenakan PPN atas penyediaan jasa jalan tol sebesar 10%.

Kendati tidak ditolak, Presiden Joko Widodo meminta usulan tersebut dikaji terutama dari faktor waktu karena dinilai bisa membebani masyarakat. Keputusan akan pengenaan PPN atas penyediaan jasa tol rencananya akan diputuskan dalam rapat koordinasi tingkat menteri pada pekan ini.

Wakil Menteri Keuangan Wardiasmo pernah bilang, PPN pada jalan tol sebesar 10% yang akan diberlakukan pada 1 April 2015 tidak akan berdampak terhadap kenaikan harga barang dan kebutuhan pokok,”Misalnya tarif tol Rp5.000 pajaknya paling Rp500, sehingga tidak akan berpengaruh pada kenaikan logistik," kata Wardismo.

Asal tahu saja, target penerimaan dari pajak tol per tahunnya minimal Rp500 miliar. bani

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…