Sengsara Di Berbagai Daerah

Bencana kekeringan melanda sedikitnya 199 desa yang tersebar di tujuh kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sesuai laporan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan NTT. Kekeringan paling parah terjadi di desa-desa di Kabupaten Sumba Timur, Timor Tengah Utara, dan Ngada. Kabupaten lainnya yang dilanda kekeringan ialah Belu, Flores Timur, Lembata, dan Kupang.


Neraca. Kekeringan ini juga mengakibatkan gagal panen karena minimnya pasokan air. Warga yang mengalami gagal panen terutama di Sumba Timur mulai mencari makanan tambahan berupa umbi ke hutan karena persediaan makanan di rumah warga hanya mampu bertahan kurang dari dua bulan.


Kondisi yang sama terjadi sejumlah desa di Timor Tengah Utara. Di daerah ini, selain mencari umbi, warga juga mengumpulkan buah asam untuk dijual di pasar tradisional. Biji asam juga dimanfaatkan sebagai bahan makanan setelah diolah dengan cara direbus dan goreng. Ratusan keluarga transmigran di Desa Uluwae, Kecamatan Bajawa Utara, Kabupaten Ngada juga dilaporkan dilanda kekeringan.


Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan NTT Nico Bala Nuhan mengatakan kekeringan yang berdampak gagal panen mengakibatkan sedikitnya 30.620 keluarga di desa-desa tersebut terancam kelaparan.

 

Ratusan warga Desa Pranti, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, mengonsumsi air kotor berasal dari rembesan yang dibuat di sekitar sejumlah kubangan sungai desa setempat.

 

"Air rembesan ini kami gunakan untuk keperluan mandi dan memasak, sedangkan untuk kebutuhan air minum, kami banyak bergantung pada bantuan air dari pemerintah," kata Sulastri.

 

Berdasarkan pantauan, ada belasan lubang galian untuk menampung air rembesan di sekitar kubangan sungai. Air yang dikonsumsi warga berasal dari air kubangan sungai yang merembes ke lubang galian yang telah dibuat. Sekilas air rembesan itu bening, namun jika dilihat secara saksama, air rembesan itu berwarna kehijauan dan berbau kurang sedap. "Air rembesan itu pun baru bisa kami peroleh setelah mengantre berjam-jam karena harus bergantian dengan warga lainnya," katanya.

 

Karti, warga lainnya, mengatakan, air rembesan kubangan sungai itu sudah meringankan beban warga. "Sebab, kondisi sebagian tanah desa ini berbatu cadas, sehingga warga kesulitan menemukan mata air," katanya.

 

Ia mengemukakan, air rembesan itu tidak bisa lagi didapatkan warga karena air di kubangan sungai sudah mulai mengering. "Jika air rembesan sudah tidak ada lagi, kami akan sangat bergantung kepada pemerintah. Kekeringan seperti ini sudah kami alami selama tiga bulan terakhir," katanya.

 

Kepala Desa Pranti, Dahlan, mengatakan, sebanyak 237 keluarga di desanya memang selalu mengalami kekeringan setiap tahunnya. "Kami berharap pemerintah mulai memikirkan penanganan kekeringan untuk jangka panjang di wilayah ini, misalnya dengan pembuatan embung," katanya.

 

Sementara itu, untuk penanganan kekeringan dalam jangka pendek, menurut dia, pihak desa sangat bergantung pada bantuan air bersih dari pemerintah kabupaten setempat dan Pemprov Jawa Tengah.

 

Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten Rembang Subakti mengatakan, Pemkab Rembang sudah mengusulkan pembuatan Embung Kaliombo yang diharapkan bisa membantu warga sekitar embung seperti Desa Kaliombo, Pranti, dan Bogorame dalam mengatasi kekeringan setiap musim kemarau tiba.

 

"Namun, pemerintah pusat masih mengkaji dan melakukan sejumlah revisi desain, sehingga sampai sekarang usulan itu belum berhasil," katanya.

 

Sementara itu, di Jakarta, pemerintah siap mengucurkan dana Rp 3 triliun untuk mengantisipasi bencana kekeringan akibat perubahan cuaca yang melanda Indonesia. "Dana Rp 3 triliun itu sebagai langkah antisipasi bencana jangka pendek dan jangka panjang," kata Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) HR Agung Laksono kepada wartawan di Jakarta, Selasa (13/9).

 

Agung Laksono menjelaskan, beberapa tempat di Indonesia telah mengalami krisis air bersih. Karena itu, perlu langkah-langkah prioritas agar tidak terjadi dampak buruk di masyarakat. Untuk langkah jangka pendek, pemerintah akan melakukan sosialisasi dan efisiensi penggunaan air di seluruh tanah air melalui pemerintah daerah, kabupaten, dan kota.

 

"Sosialisasi ini tak hanya dilakukan di daerah yang dilanda kekeringan, tapi juga daerah yang masih menyimpan banyak cadangan air seperti daerah pantai utara," tuturnya.  Pemerintah, menurut Agung, juga akan meminta masyarakat untuk mencari sumber mata air baru dengan menggali sumur di beberapa tempat serta memanfaatkan teknologi modifikasi cuaca (hujan buatan). Tindakan pengadaan hujan buatan telah dilakukan untuk menangani kebakaran hutan di Provinsi Sumatera Selatan belum lama ini.

 

"Tidak di semua daerah dilakukan hujan buatan. Biayanya agak mahal. Hujan buatan untuk daerah yang benar-benar kering," ucapnya.

 

Sementara itu, untuk langkah jangka panjang, kata Agung, pemerintah mencanangkan program diversifikasi pangan, perencanaan pengelolaan air yang memanfaatkan debit air sungai, serta kerja sama dengan gerakan penghijauan.

 

Kekeringan juga melanda di Kabupaten Ciamis. Untuk membantu mengatasinya, pemkab Ciamis telah mempersiapkan dana. Bupati Ciamis Engkon Komara juga mengaku prihatin dengan kemarau panjang yang dampaknya mulai dirasakan oleh warga tatar Galuh Ciamis. Ia berharap warga juga melakukan penghematan pemakaian air terutama air bersih.

"Dampak kemarau mulai dirasakan sekarang, banyak warga mengalami krisis air bersih. Saya berharap masyarakat juga lebih arif dalam memanfaatkan sumber air yang masih ada," katanya.

Engkon berharap kemarau sangat panjang beberapa tahun yang lalu, tidak kembali terulang pada tahun ini. "Doa kami agar musim hujan yang berlangsung satu setengah tahun yang lalu dibalas dengan kemarau panjang. Saya berharap memasuki bulan yang berakhiran ber, seperti september, oktober dan seterusnya, sudah memasuki musim penghujan," tuturnya.

Dia juga mengungkapkan, kesulitan air juga dialami oleh warga Kota Ciamis. Untuk pelanggan PDAM, masih beruntung karena secara periodik mendapat pasokan air. "Setiap hari Pendopo juga mendapat pasokan satu tanki air bersih. Jadi saya juga bisa ikut merasakan bagaimana mengalami kesulitan air bersih," kata Engkon.

Lebih lanjut Bupati Ciamis mengungkapkan, untuk membantu mengatasi dampak kekeringan Pemda mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,.5 miliar. Alokasi anggaran tersebut masuk dalam APBD perubahan.

"Anggaran yang ada sudah habis untuk menangani bencana alam banjir bandang di Kecamatan Cihaurbeuti. Kami juga mengalokasikan tambahan anggaran bantuan bencana dalam APBD perubahan," kata Engkon.

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…