Terkait Surat Gubernur Jawa Tengah Kepada Menteri Kelautan dan Perikanan - KNTI: Koordinasi Vertikal Pemda-KKP Penting

NERACA

Jakarta – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) melihat, desentralisasi pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan harus dikawal sedemikian rupa agar berhasil dalam waktu dekat. “KNTI percaya bahwa salah satu buah reformasi dan harus dikawal keberhasilannya adalah mewujudkan desentralisasi pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan. Dalam perkembangannya pengelolaan sumber daya kelautan di bawah 12 mil laut adalah kewenangan gubernur. Namun mengingat sistem lingkungan dan sistem sosio-kultural di laut kerap tidak mengenal batas-batas administratif tersebut maka memperkuat koordinasi vertikal antara pemerintah pusat dan daerah menjadi sangat penting,” kata Ketua Bidang Penggalangan Partisipasi Publik KNTI Misbachul Munir menanggapi Surat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait alat tangkap cantrang, sebagaimana tertuang dalam pesan singkat yang diterima, akhir pekan lalu.

KNTI, lanjut Munir, percaya baik KKP maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sama-sama berkepentingan untuk mewujudkan optimalisasi pengelolaan sumberdaya perikanan dan kesejahteraan nelayan. “Maka, surat Gubernur Jateng Ganjar Pranowo kepada Menteri Susi harus menjadi pintu masuk untuk mengefektifkan Masa Transisi: dari model perikanan tidak adil dan merusak, menjadi lebih adil dan berkelanjutan,” tambahnya.

Di mata KNTI, kunci keberhasilan pengelolaan perikanan adalah partisipasi masyarakat nelayan itu sendiri. Maka, sebut Munir, melibatkan nelayan dalam inisiasi, penyusunan, hingga pengawasan adalah teramat penting. “KNTI berpendapat akan sangat bermanfaat bilamana KKP dapat merespon surat Gubernur Jateng dan bertemu guna merumuskan strategi di Masa Transisi. Demikian halnya dengan pemerintah daerah lain yang memiliki konsern serupa. Sehingga kerugian di tingkat nelayan bisa dicegah, konflik sosial dapat dihindari, di lain sisi kepentingan mendorong pengelolaan perikanan secara adil dan lestari bisa segera kita wujudkan bersama,” tandasnya.

Pada keterangan resmi KKP sebelumnya, Menteri Susi menjelaskan, kementerian yang dia pimpin kembali mengeluarkan kebijakan strategis dengan menerbitkan dua Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMEN KP). Kebijakan itu untuk mendukung upaya strategis pemerintah dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara lestari dan berkelanjutan. Keduanya telah ditetapkan pada tanggal 8 Januari 2015 dan mulai diberlakukan pada tanggal 9 Januari 2015. Hal itu sebagai bentuk keseriusan KKP dalam mewujudkan komitmennya untuk menata kembali pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia secara bertanggung jawab.

 Susi menuturkan, kebijakan itu yakni pembatasan penangkapan tiga spesies perikanan penting yakni Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scyla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) melalui peraturan nomor : 1/PERMEN-KP/2015. Sedangkan peraturan kedua yakni nomor 2/PERMEN-KP/2015 mengatur larangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI). “Setiap orang, baik perorangan maupun korporasi diharapkan dapat mematuhi kedua peraturan ini, dan akan ada tindakan tegas dari pemerintah jika terbukti melakukan pelanggaran. Nantinya, kebijakan ini akan diatur dalam petunjuk pelaksanaan lebih lanjut,” ungkap Susi.

Pada peraturan nomor 2, ditetapkan ada 8 pasal yang secara tegas melarang penggunaan alat penangkapan ikan jenis Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Trawls atau yang dikenal dengan pukat harimau sudah lama dilarang penggunaannya karena termasuk alat penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing). Sebagaimana dicantumkan dalam pasal 3, alat tangkap ini terdiri dari pukat hela dasar (bottom trawls), pukat hela pertengahan (midwater trawls), pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls) dan pukat dorong. Sementara alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) terdiri dari pukat tarik pantai (beach seines) dan pukat tarik berkapal (boat or vessel seines). Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dengan alat penangkapan ikan trawls dan seine nets yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.

Sementara itu, peraturan nomor 2 ini penting dilakukan mengingat makin menipisnya kondisi sumberdaya perikanan, khususnya di Laut Arafura (WPP RI 718). Berdasarkan peta potensi sumberdaya ikan, wilayah Arafura sudah mengalami gejala tangkap-lebih (overfishing) untuk beberapa spesies ikan demersal. Potensi yang masih memungkinkan dieksploitasi lebih lanjut di WPP 718 tersebut adalah ikan pelagis kecil.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…