Membumikan Ekonomi Syariah

Oleh: Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melangsir bahwa market share perbankan syariah saat ini baru sekitar 5% dari total aset bank secara nasional. Sementara, jumlah nasabah bank syariah saat ini masih di bawah 10 juta orang. Jumlah industri Bank Umum Syariah (BUS) tercatat sebanyak 12 bank, jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) sebanyak 22 bank, BPRS sebanyak 163 bank, dan jaringan kantor sebanyak 2.939. Adapun total aset (khusus BUS dan UUS) sebesar Rp261,927 triliun, pembiayaan sebesar Rp198,376 triliun, dan penghimpunan DPK perbankan syariah sebesar Rp209,644 triliun. Melihat data tersebut, perbankan syariah masih memiliki peluang yang sangat besar untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia. Apalagi melihat populasi dari penduduk Indonesia adalah mayoritas Islam, keberadaan perbankan syariah bisa lebih dipacu lagi.

Selama dua dekade, perbankan syariah berada, masih banyak kendala-kendala yang dijumpai—hal ini menyebabkan bank syariah masih tertatih tatih dalam mengembangkan diri. Diantaranya pertama, adalah masalah regulasi dimana dalam regulasi perbankan syariah perlu sebuah keterpihakan dari pemerintah dalam bentuk kesetaraan kebijakan. Selama ini kesetaraan kebijakan tersebut terasa masih kurang. Kedua, sumber daya insani (SDI), keinginan laju industri perbankan syariah ingin maju secara cepat teryata  tanpa diimbangi oleh kesiapan dan jumlah SDI yang memadai hal ini sering menjadikan problematika dalam meningkatkan bisnis bank syariah.

Ketiga pemasaran, meski secara produk perbankan syariah sama dengan produk yang dimiliki oleh perbankan konvensional tapi pemasaran perbankan syariah masih kalah jauh, bila ingin sejajar dengan perbankan konvensional dalam pemasarannya, produk-produk perbankan syariah harus  bisa dijual di perbankan konvensional dengan demikan konsumen disemua perbankan bisa memiliki apakah mau produk perbankan syariah atau konvensional. Keempat  adalah teknologi IT, lemahnya teknologi IT yang dimiliki oleh perbankan syariah menjadikan akses masyarakat untuk memiliki produk-produk perbankan syariah juga minim. Kebijakan OJK dengan financial inclusion  merupakan strategi agar masyarakat dengan mudah mengakses bank syariah tapi jika tanpa didukung investasi teknologi IT yang hebat juga sama bank syariah sulit bersaing dipasar.

Dari keempat permasalalah tersebut—kunci pokok dari pengembangan perbankan syariah adalah pada sosialisasi. Cukup diakui selama ini dalam sosialisasi perbankan syariah atau ekonomi syariah sudah banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga ormas Islam, instansi dan pegiat ekonomi syariah tapi belum maksimal. Maka dari itu perlu sebuah strategi khusus agar dalam pemikiran masyarakat Indonesia  mudah tersentuh dengan perbankan syariah atau industri keuangan syariah.

Belajar dengan apa yang telah dilakukan para da’i  dalam mensiarkan agama Islam seperti Wali Songo yang terkenal selama ini. Teryata melalau aspek kebudayaan merupakan transformasi yang mudah dalam mensiarkan agama Islam di Nusantara ini. Dari pengalaman tersebut paradigma mensiarkan ekonomi syariah atau perbankan syariah dalam ranah budaya sebagai  ekonomi Nusantara sangat penting dan perlu dicoba. Apalagi dalam sosiologi masyarakat Indonesia selama ini istilah “bagi hasil” yang selama ini menjadikan dasar pijakan praktek ekonomi syariah adalah sesuatu yang tidak asing. Terutama bagi orang Jawa (paron), Jawa Barat (maro), Bali (Subak), Sumatera Barat (bisnis restoran Padang) dll. Jadi istilah bagi hasil sudah menjadi praktek ekonomi masyarakat Indonesia, hal ini dikarenakan  konsep bagi hasil memiliki nilai rasa keadilan dan kesejahteraan.    

Dari pemahaman inilah selayaknya dalam mensosialisasikan perbankan syariah ditekankan dalam perspektif budaya karena sesungguhnya dalam akad-akad perbankan syariah seperti musyarakah, mudharabah, ijarah, rahn dll merupakan sistem bagi hasil yang perlu disampaikan kepada masyarakat dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Dengan demikian pemahaman masyarakat dengan perbankan syariah atau ekonomi syariah  bukan sekedar kata “syariah” yang merujuk pada ibadah ritual saja tapi sebuah konsep ekonomi yang memiliki etika transparan, berkeadilan dan mensejahterakan. Semangat inilah yang harus dimiliki,  agar perbankan syariah selalu ada di hati masyarakat Indonesia dan menjadikan sebuah gerakan para pegiat ekonomi syariah dalam fastabiqul khairat membumikan ekonomi syariah.       

 

BERITA TERKAIT

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

BERITA LAINNYA DI

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…