Bagaimana Tim Khusus Penanganan Pelabuhan? - Oleh: Jhon Papilaya, Pengamat Transportasi Kelautan

Sepulang dari lawatan luar negeri ke beberapa negara, Presiden Joko Widodo mengadakan rapat terbatas mengenai pelabuhan. Salah satu poin yang dibahas adalah rencana pemerintah yang akan segera membentuk task force (tim penanganan masalah) untuk menekan biaya logistik di pelabuhan, yang selama ini masih cukup tinggi. Menurut Menko Perekonomian Sofyan Djalil, tim tersebut akan dikoordinasi oleh  Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian dan di bawah pengawasan langsung Wakil Presiden.

Fokus permasalahan yang dihadapi saat ini adalah biaya tinggi di pelabuhan laut di Indonesia. Tim khusus beranggotakan lintas kementerian itu terdiri dari Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan,  Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Ketenagakerjaan, serta Kementerian Kelautan  dan Perikanan.  Task force tersebut bertugas menganalisa semua permasalahan yang ada di  pelabuhan dan melaporkannya secara periodik kepada Presiden. Ditargetkan tim bisa membereskan semua masalah birokrasi pelabuhan dalam dua bulan. Ini mengingat pelabuhan memainkan peran strategis dalam upaya menurunkan biaya logistik.

Nasib Pelabuhan Baru

Presiden Jokowi dalam bebagai kesempatan selalu berusaha mewujudkan janjinya, akan menjadikan sektor kemaritiman sebagai  prioritas pembangunan dalam masa pemerintahannya. Jokowi bermimpi  akan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Gagasan besar tersebut hendak diwujudkan  dengan membangun tol laut, yaitu suatu  sistem jalur distribusi logistik menggunakan angkutan kapal barang dengan rute terjadwal dari ujung barat hingga timur dan dari utara ke selatan Indonesia.

Untuk merealisasikan ide tol laut, pemerintah  tentu harus membangun pelabuhan-pelabuhan modern yang bisa melayani kapal-kapal sesuai dengan kebutuhan ekonomi-ekonomi lokal nasional. Selain itu membangun suatu sistem yag terpadu secara  eelektronik, sehingga semua proses bisa transparan, akuntabel dan efisien. Terkait dengan hal itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas  Andrinof Chaniago mengatakan, ide membangun tol laut  untuk mengurangi disparitas harga-harga barang. Menurut dia, biaya logstik selama ini sangat tinggi dirasakan konsumen barang-barang yang berada di daerah timur.  Dengan kelancaran distribusi logistik, disparitas harga barang diyakini bisa ditekan seminimal mungkin.

Pemerintah rencananya akan melakukan pembangunan dan pengembangan 24 pelabuhan strategis yang terintegrasi dalam konsep tol laut. Sebanyak 24 pelabuhan tersebut adalah Pelabuhan Banda Aceh, Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, Batam, Padang, Pangkal Pinang, Pelabuhan Panjang, Tanjung Priok, Cilacap, Tanjung Perak, Lombok, Kupang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Maloy, Makassar, Bitung, Halmahera, Ambon, Sorong, Merauke, dan Jayapura. Pemerintah juga ingin membatasi keterlibatan kapal asing dalam pendistribusian logistik,  hanya Pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung yang terbuka untuk hubungan internasional.

Perjalanan kargo akan diteruskan perusahaan pelayaran nasional kepada enam pelabuhan utama, yakni  Tanjung Priok, Belawan, Sorong, Tanjung Perak, Batam, dan Makassar. Keenam pelabuhan utama itu pun akan mendapat prioritas terutama pembangunan dermaga baru. Setelah melalui pelabuhan utama, distribusi barang diteruskan ke 16 pelabuhan pengumpul dengan skala kapal lebih kecil ke kota distribusi barang.

Namun dengan adanya pembentukan tim task force ini, nasib pembangunan pelabuhan baru menjadi tidak jelas hingga kini. Menurut Menko Perekonomian, pembangunan pelabuhan baru terutama pelabuhan  utama perlu dipikir ulang. Hal itu bukan berarti pelabuhan baru yang telah dicanangkan pemerintah batal dibangun, hanya tidak semua direalisasikan. Dikatakan bahwa kapasitasnya ditingkatkan dengan cara memperbaiki infrastruktur fisik dan perangkat lunaknya.

Faktor Inefisiensi

Sudah seringkali diungkapkan dalam berbagai media bahwa  penyebab inefisiensi di Pelabuhan  diantaranya pelayanan instansi yang tidak standar dan tidak terintegrasi dengan baik, fasilitas dermaga yang tidak mencukupi, waktu tunggu kapal yang masih relatif lama, produktivitas bongkar muat yang rendah, peralatan yang kurang lengkap dan atau tertinggal teknologi dan birokrasi  di dalam pelaksanaan logistik  tinggi.

Selain pelayanan, banyaknya institusi di pelabuhan baik pemerintahan maupun pengusahaan juga menjadi penyebab biaya tinggi. Dari pemerintah saja, ada Otoritas Pelabuhan, Syahbandar, Karantina dan lainnya. Belum lagi instansi pengusahaan seperti Badan Usaha Pelabuhan (BUP), Perusahaan Bongkar Muat (PBM), Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) dan lainnya. Salah satu diantaranya membuat susah, maka akan berimbas kepada yang lainnya.

Sebelumnya Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) sudah pernah menginventarisir sejumlah faktor penyebab munculnya biaya tinggi di pelabuhan yang selama ini di keluhkan pelaku usaha forwarder dan logistik di Pelabuhan Tanjung Priok. Faktornya a.l. rusaknya infrastruktur akses jalan dari dan ke pelabuhan, kemacetan pada jalur distribusi sehingga memperpanjang waktu pengiriman, waktu tunggu bongkar muat dan pengurusan dokumen yang terlalu lama, serta adanya pungutan liar oleh oknum petugas di pelabuhan.

Infrastruktur merupakan tanggung jawab pemerintah untuk segera membenahinya, sedangkan untuk percepatan pengurusan dokumen dan bongkar muat menjadi kewenangan operator pelabuhan memperbaikinya. Sedangkan untuk efisiensi biaya penanganan logistik melalui Pelabuhan, diharapkan seluruh kegiatan pelayanan dokumen jasa kepabeanan dan kepelabuhanan  dilaksanakan melalui sistem online, termasuk dalam hal penyelesaian billing atau pembayarannya.

Hasil inventarisasi asosiasi tersebut nampaknya masih sejalan dengan keinginan presiden yang meminta agar memakai sistem pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang sebenarnya  sudah ditetapkan sejak lama dan tidak berhasil. Diharapkan dengan adanya  perintah Presiden pola  PTSP bisa dilakukan, salah satunya di pelabuhan.

Menurut Menko Perekonomian, dengan kehadiran tim penanganan masalah pelabuhan, pemeritah menargetkan dalam jangka waktu singkat sekitar dua bulan,  semua yang bisa dilakukan untuk membereskan masalah birokrasi bisa dibereskan. Sedangkan targetnya  adalah untuk mengurangi biaya logistik. Kalau bisa kita kurangi biaya logistik dari 24%-25% menjadi 19%. Itu berarti terjadi penghematan sekitar Rp300 triliun bagi industri, dan mereka akan bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi lebih baik.

Tekan Biaya Logistik

Menteri Koordinator Perekonomian Sofjan Djalil mengatakan, selama ini tingginya biaya logistik disebabkan oleh tingginya ongkos transportasi dan inefisiensi yang terjadi di pelabuhan. Misalnya, lamanya waktu tunggu kontainer (dwelling time), regulasi bea cukai, dan rendahnya utilisasi pelabuhan. Inefisiensi tersebut membuat biaya logistik nasional membengkak hingga 20% dari produk domestik bruto (PDB), lantaran tingginya ongkos transportasi tersebut.

Upaya mengatasi inefisiensi pelabuhan sudah pernah dilakukan pada masa pemerintahan Presiden SBY. Pada saat itu,dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok sudah menurun dari 7-9 hari pada tahun 2013 menjadi hanya 6,25 hari, dan  akan terus dipangkas  menjadi 4 hari saja.  Namun menurut Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita, sampai sekarang dwelling time masih 5,2 hari.  Bagi Zaldy pemerintah tidak perlu membentuk Satgas Khusus karena sebenarnya semua masalah sudah terdata. Sehingga yang diperlukan adalah sebuah lembaga yang berwenang penuh di pelabuhan untuk mengatur BUMN PT Pelindo dan Ditjen Bea Cukai. Memang sudah ada Otoritas Pelabuhan, masalahnya operator pelabuhan selalu kalah pamor dari Pelindo dan Bea Cukai. Satgas juga disarankan melibatkan pihak swasta yang tergabung dalam pengguna jasa pelabuhan, sebab mereka adalah pihak yang harus membayar mahal inefisiensi operator pelabuhan.

Bagaimanapun, yang diharapkan pemerintah adalah meningkatkan status Satgas Khusus efisiensi pelabuhan, dari hanya sekedar melaporkan permasalahan yang sebenarnya sudah terdata, menjadi  terlibat dalam mengatur permasalahan yang ada di pelabuhan, utamanya antara berbagai institusi pemerintah yang terlibat di dalam pengelolaan pelabuhan. Semoga!***

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…