Anggaran Besar, Penurunan Kemiskinan Rendah

NERACA

Jakarta - Anggota Badan Anggaran Wayan Koster mempertanyakan target penurunan kemiskinan dan pengangguran yang dinilainya tidak masuk akal. Alasannya, target penurunan kemiskinan dan pengangguran tidak jauh berbeda dengan yang telah dilakukan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Padahal dari sisi belanja negara, di pemerintahan Jokowi-JK mengalami kenaikan signifikan.

 

"Tapi kita bandingkan dengan belanja modal di 2015 ini naik 100 persen. Harusnya dampaknya signifikan. Di sini kalau kita melihat belanja modal dampak penurunan kemiskinan kurang tidak sinkron dengan anggran. Anggran besar tapi penuran kemiskinannya rendah," kata Wayan dalam rapat di gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/2).

 

Dalam RAPBN-P 2015, pemerintahan Jokowi-JK menargetkan angka kemiskinan menjadi 10,3 persen dan angka pengangguran menjadi 5,6 persen. Angka ini hanya turun tipis dari capain 2014, dimana angka kemiskinan 2014 sebesar 10,96 persen dan angka pengangguran 5,94 persen.

"Ini cuma 0,3 persen. Kalau tidak signifikan nanti APBN gagal. Ini belanja modal sudah naik, harusnya signifikan," tegasnya.

 

Perbandingan dengan 2012, angka kemiskinan berada di 11,96 persen dan turun menjadi 11,37 persen di 2013. Kemudian angka pengangguran di 2012 adalah 6,24 dan turun menjadi 6,17 di 2013. "Penurunan kemiskinan 10,96 persen (2014) itu 1,6 persen. Tapi 2014 ke 2015 turun cuma 0,6 persen dengan belanja modal meningkat. Bandingkan dengan belanja modal tahun itu. 2015 belanja modal naik 100 persen punya dampak harus signifikan kemiskinan dan tingkat pengangguran," tuturnya.

 

Ekonom Senior Bank Dunia Vivi Alatas pernah mengatakan, ketimpangan antara masyarakat miskin dan kaya terlihat dari tingginya gap antara angka konsumsi keluarga termiskin dan keluarga terkaya. "untuk itu, guna mengatasi kemiskinan maka tingkat pendapatan masyarakat harus diperbesar atau gap nya diperkecil" katanya.

Dan salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menciptakan lapangan kerja yang layak bagi masyarakat. Pada tahun 2020 mendatang akan ada tambahan 14,8 juta angkatan tenaga kerja baru yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. “Membuka lapangan pekerjaan menjadi tugas utama pemerintah guna menurunkan angka kemiskinan nasional,” imbuhnya.

Sementara itu, menurut Deputi Bidang Kemiskinan Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Rahma Iryanti mengakui, tidak mudah mengentaskan kemiskinan lantaran kemiskinan kronis terus berlanjut.

Dari berbagai upaya yang dilakukan ternyata masih banyak masyarakat yang rawan miskin dan berpotensi kembali miskin sehingga pengentasan kemiskinan tak kunjung selesai. Berdasarkan data 60 juta keluarga miskin yang ada selama tahun 2008-2010, sekitar 1,5 juta rumah tangga miskin berhasil keluar dari kategori miskin tetapi masih rentan terhadap kemiskinan. Sebanyak 2,1 juta keluarga miskin berhasil keluar dari kategori sangat miskin tetapi tetap miskin.

Sebanyak 0,9 juta keluarga miskin berhasil keluar dari kondisi sangat miskin tetapi jatuh lagi dalam kemiskinan. Sementara, 1,5 juta keluarga miskin masih berada dalam kemiskinan yang kronis. Dia mengatakan, ada program prioritas wajib, yakni sektor pendidikan, kesehatan, dan perumahan yang terus dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan antara penduduk miskin dan kaya.

Pemerintah, kata dia menggunakan pendekatan masyarakat miskin yang bekerja di sektor pertanian dan perkebunan di berbagai wilayah perbatasan. "Tingkat kemiskinan menurun tapi memang tidak signifikan," kata Yanti.


Diakuinya perlu usaha yang luar biasa untuk mengentaskan kemiskinan. Banyaknya program yang belum tepat sasaran menjadi beberapa faktor yang menyebabkan pengentasan kemiskinan menjadi hal yang tidak mudah.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin pada tahun 2014, presentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25 persen atau 28,28 juta jiwa, maka pada 2015 ada tambahan penduduk miskin sekitar 1,9 juta jiwa. [agus]

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…