Problem Hambatan Pengoperasian Waduk Jatigede - Oleh : Andre Penas, Pemerhati Sosial dan Kemasyarakatan

Rencana pembangunan waduk  di Kampung Jatigede Kulon, Desa Cijeungjing, Kecamatan Jetigede, Kabupaten Sumedang Jawa Barat ini, telah dilakukan  sejak zaman Belanda. Saat  itu  Pemerintah Hindia Belanda merencanakan pembangunan tiga waduk di sepanjang aliran Sungai Cimanuk, dan waduk Jatigede merupakan waduk utama dan yang paling besar. Namun, pembangunan ketiga waduk itu mendapatkan tantangan dari masyarakat sekitar, sehingga pembangunannya pun dibatalkan. Baru pada tahun 1990-an, rencana pembangunan waduk Jatigede kembali menghangat. Langkah pertama yang dilakukan oleh pemerintah adalah merelokasi masyarakat yang tinggal di wilayah calon genangan. 

 

Padahal, fungsi utama dari sebuah waduk adalah untuk sarana irigasi dan pembangkit tenaga listrik. Selain kedua fungsi utama tadi, waduk pun berfungsi sebagai sarana budidaya  perikanan air tawar, sarana olah raga air, sarana rekreasi, dan lain sebagainya. Untuk Waduk Jatigede, fungsi utamanya adalah sebagai sarana irigasi dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

 

Waduk Jatigede dibangun dengan cara membendung aliran Sungai Cimanuk,  mengakibatkan aliran air terhalang sehingga air terakumulasi dalam sebuah kolam yang besar. Air yang terkumpul dalam bendungan tersebut digunakan sebagai cadangan air tawar untuk mengairi areal pertanian di wilayah Majalengka, Indramayu dan Cirebon.  Selain berfungsi sebagai sarana irigasi, Waduk Jatigede pun berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air. Saat ini, di wilayah itu terdapat PLTA Parakan Kondang . Dengan dibangunnya Waduk Jatigede, kapasitas pembangkit listrik tenaga air tersebut dapat ditingkatkan.

 

Latar Belakang Penolakan

 

Pemerintah menargetkan waduk ini bakal digenangi air pada Juni 2015, mengingat masalah pembebasan lahan yang selama ini menghambat pengoperasian proyek Waduk Jatigede sudah terselesaikan. Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan mengklaim pemerintah telah menemui kesepakatan dengan para warga terkait besaran ganti rugi. Gubernur  merinci ada 11.469 kepala keluarga (KK) yang saat ini masih menempati lahan di sekitaran Waduk Jatigede. Belasan ribu KK tersebut terbagi ke dalam kelompok A dan kelompok B.

 

Kelompok A  berjumlah 4.514 KK akan mendapatkan ganti rugi Rp 108,19 juta per KK, sementara kelompok B mendapat ganti rugi sebesar Rp 29,3 juta. Perbedaan ini karena kelompok A sama sama sekali belum mendapatkan lahan ataupun rumah pengganti, sementara kelompok B sudah mendapatkan lahan ataupun rumah pengganti. Namun kelompok B tetap menuntut tambahan ganti rugi karena dahulu harga pembebasan lahan per meternya terlalu kecil. Besaran ganti rugi ini sudah sesuai dengan negoisasi bersama para warga.

 

Selain masalah ganti rugi, penolakan juga datang dari Perkumpulan Komunikasi Orang Terkena Dampak Jatigede dan Forum Kepala Desa Wilayah Jatigede karena pembangunan waduk dinilai dapat merusak situs bersejarah dan budaya. Dari hasil pendataan teknis Dinas Budaya dan Parawisata Jabar sejak tahun 2009-2011 tercatat, jumlah situs sejaarah peninggalan Kerajaan Sumedanglarang yang masuk dalam areal waduk sebanyak 48 situs. Situs yang sudah direlokasi sebanyak 31 situs, 10 situs dalam proses relokasi dan 5 situs belum ditangani termasuk Makam Prabu Aji Putih.

 

Namun demikian pengairan waduk  tidak serta merta dapat dilakukan karena masih harus menunggu Peraturan Presiden (Perpres) sebagai  payung hukum terkait pembebasan lahan dan uang santunan warga yang menempati lokasi genangan. Awalnya, Perpres tersebut dijanjikan keluar sebelum masa pemerintahan SBY berakhir, dan   dijanjikan mulai diairi pada awal November 2014. Namun kenyataannya, Perpres tersebut tidak juga terbit hingga bergantinya pemerintahan.

 

Strategis Manfaat Waduk

 

Pembangunan waduk ini merupakan salah satu program prioritas dalam RPJMN 2010-2014, Rencana Kerja Pemerintah 2012, erta terkait dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Manfaat waduk sangat besar sehingga harus segera diselesaikan karena akan dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian 90.000 ha, PLTA 10 MW, air baku 3,5 m3/det, serta pengendalian banjir 14.000 ha. Disamping itu, waduk ini juga dapat mengatasi krisis air, baik untuk menjamin ketersediaan air irigasi maupun air baku untuk wilayah Pantura. Mengingat fungsi waduk Jatigede yang begitu besar,  pemerintah seharusnya segera menuntaskan permasalahan yang ada dengan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat setempat, termasuk penyelamatan situs bersejarah di area genang waduk.

 

Bagi masyarakat Sumedang sendiri, meski pembangunan  Waduk Jatigede tidak akan memberi kontribusi untuk pengairan pesawahan, namun ada manfaat lain yang bisa dirasakan oleh masyarakat dengan  memanfaatkan potensi pariwisata, perikanan serta menikmati air bersih dengan pemanfaatan air baku dari waduk tersebut. Peluang ini harus dimanfaatkan oleh masyarakat Sumedang, jangan sampai masyarakat sekitar hanya menjadi penonton saja.

 

Waduk Jatigede juga memiliki fungsi strategis bagi masyarakat yakni mencegah meluasnya lahan kritis di sepanjang daerah aliran sungai Cimanuk-Cisanggarung seluas 7.711 kilometer persegi dan menghindari risiko banjir di saat musim hujan. Juga diharapkan dapat mengatasi krisis air untuk menjamin ketersediaan air irigasi rentang maupun air baku untuk wilayah pantura yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivas pangan para petani.

 

Informasi terkait pentingnya waduk bagi masyarakat seharusnya segera disampaikan kepada warga masyarakat yang sampai saat ini masih belum bersedia menerima ganti rugi dari pemerintah.  Diharapkan dengan adanya penjelasan yang masuk akal, warga maau menerima ganti rugi yang sudah disepakati. Pemerintah daerah dapat memanfaatkan tokoh agama, tokoh masyarakat serta tokoh pemuda setempat untuk membantu memberikan penjelasan kepada masyarakat.

 

Dengan memperhatikan rasa keadilan dan membangun empati  kepada rakyat, dipastikan semua hambatan yang ada dapat teratasi. Jangan biarkan penolakan masyarakat berlarut-larut, kondisi seperti ini sangat rentan dimanfaatkan pihak ketiga untuk bermain diarena politik dengan menimbuklkan gejolak ditengah masyarakat terutama pada tingkat grass root.

 

Dampak tertuda beroperasinya  waduk karena belum bisa digenangi air juga bisa menimbulkan masalah baru. Kondisi fisik waduk akan mengalami kerusakan yang pada gilirannya dapat menambah biaya perawatan, dan yang terpenting dapat memperlambat upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional serta upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ***

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…