Sengketa Merek Blue Bird Mulai Disidangkan

NERACA

Jakarta - Perseteruan PT Blue Bird Tbk dan Direktur Utama (Dirut) Gamya, Mintarsih Abdul Latief berlanjut dipersidangan. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menggelar sidang perdana gugatan merek yang menyeret beberapa petinggi PT Blue Bird atas penggunaan logo burung biru dan merek Blue Bird.

Dalam memori gugatan dilayangkan yang oleh Mintarsih Abdul Latief, salah satu keluarga pendiri dan pemegang saham PT Blue Bird Taxi, pada 20 Januari 2015 yang lalu dengan perkara nomor 1/HKI/MEREK/2015/PN.JKT.PST.

Di dalam gugatannya tersebut, Mintarsih menyeret banyak pihak, seperti Purnomo Prawiro Dirut PT Blue Bird Tbk (tergugat I), Kresna Priawan Djokosoetono Dirut Pusaka Citra Djokosoetono (tergugat II), Noni Sri Aryati Purnomo Dirut Blue Bird Group Holding (tergugat III), PT Blue Bird Tbk (tergugat IV), PT Pusaka Citra Djokosoetono (tergugat V), dan Blue Bird Group Holding (tergugat VI).

Selain itu, Mintarsih juga memasukkan PT Blue Bird Taxi, PT Iron Bird, PT Iron Bird Transport, Otoritas Jasa Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, Ditjen HKI, berturut-turut sebagai turut tergugat I-VI.

Kuasa hukum Mintarsih, Steven Cahaya mengatakan PT Blue Bird Tbk telah menggunakan logo serta merek tanpa seizin kliennya hingga kini. Pemilik PT Gamya Taksi tersebut mengklaim dirinya sebagai pencipta logo burung biru serta merek Blue Bird sejak 1972 atau saat mendirikan PT Blue Bird."Klien saya merasa hasil karyanya telah dirampas oleh PT Blue Bird Tbk," kata Steven, Rabu (4/2).

Steven pun mengungkapkan PT Blue Bird Tbk telah menggunakan merek dan logo tersebut tanpa izin dari PT Blue Bird Taxi. Mintarsih merupakan pemiliki perusahaan tersebut yang mempunyai anak perusahaan Gamya.

Dia juga menuduh ada permainan dari pihak yang saat ini ada di PT Blue Bird Tbk yang telah dilakukan sejak 1993. Hal ini yang membuat Mintarsih tersingkir karena saat itu dirinya menjabat sebagai direktur sehingga tidak boleh mengelola langsung perusahaan dan tidak mengetahui perkembangannya lebih lanjut.

Kemudian, tanpa sepengetahuan kliennya, PT Blue Bird telah mendaftarkan merek dan logo tersebut ke Direktorat Merek bukan dengan atas nama Blue Bird Taxi. Mintarsih baru mengetahu fakta tersebut ketika PT Blue Bird akan menjual saham perdananya (Intial Public Offering/IPO) di bursa pada tahun 2012.

Atas pendaftaran merek dan logo tanpa izin tersebut, Mintarsih mengajukan gugatan melawan hukum di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan menuntut ganti rugi materil sebesar Rp5,6 triliun dan Rp1 triliun untuk immateril.

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…