Perikanan Tangkap - Dirjen: Aturan KKP Berorientasi Jangka Panjang

NERACA

Jakarta – Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gellwynn Jusuf mengakui aturan maupun kebijakan yang dibuat oleh kementerian tempat dia mengabdi banyak melahirkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Namun demikian, aturan tersebut sengaja dibuat untuk kepentingan jangka panjang, untuk kelestarian Sumber Daya Ikan (SDI), maupun untuk stok ikan nasional.

“Jika semua dibebaskan selain rusak, SDI kita habis. Saya berharap semua elemen yang punya kepentingan di sektor ini memahami aturan-aturan yang kami buat memang untuk kepentingan jangka panjang,” kata Gellwyn kepada pers di kantornya, di bilangan Jalan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Rabu (4/2).

Diapun mengakui, selama ini seperti adanya moratorium kapal, pelarangan transhipment (pindah muatan) di tengah laut, penggunaan alat tangkapan, bahkan larangan ekspor lobster dan rajungan banyak menuai kritikan dari berbagai macam elemen. Tapi, menurutnya dari hal itu semua bisa diidentifikasi permasalahannya. Selama ini pun banyak aturan-aturan yang dibuat tapi hampir semuanya dilanggar. Oleh karenanya dengan aturan-aturan yang ada saat ini diharapkan nantinya mampu menghasilkan kebijakan yang memang banyak menguntungkan bagi negara dan tidak banyak merugikan pengusaha maupun nelayan.

“Dari aturan ada saat ini maka jelas pangkal masalahnya, toh nantinya kami akan berikan sedikit kelonggaran, dalam bentuk surat edaran atau apa pun. Tapi yang yang jelas kami juga menginginkan sektor ini dapat tumbuh, dengan catatan seluruh yang punya kepentingan di sektor ini bisa lebih taat terhadap aturan,” imbuhnya.

Karena pada dasarnya aturan yang kami buat tidak terlepas dari semua penangkapan ikan yang diambil dari laut Indonesia harus didaratkan ke Indonesia, tidak seenaknya saja ambil ikan lalu dibawa ke negara lain. “Itu kan yang salah. Dari dulu pun aturannya sudah ada, tapi banyak pengusaha nakal yang tidak mau ikutin aturan, disaat sekarang semua teriak,” tegasnya.

Menurut dia, dengan kondisi ini jelas berarti yang memang teriaknya kencang selama ini yang tidak menaati aturan, dan kalaupun memang mereka masih menginginkan menangkap di laut saat ini harus mau investasi seluruhnya di Indonesia. “Aturan-aturan yang ada sekarang pasti menghambat suplai ke negara mereka, makanya mereka teriak. Dan itu pasti ada negara yang memang terhambat terutama bahan bakunya,” ujarnya.

Untuk itu, ke depan, lanjut Gellwynn, meskipun pihaknya nantinya akan sedikit memberikan kelonggran bagi pengusaha, tapi tetap pengawasan akan lebih dipertajam. Dan yang melanggar cabut semua izinnya. “Kami pasti akan sedikit fleksibel dengan koridor dan aturan yang ada, tapi pengawasan memang akan lebih intens, dan melanggar sanksi kami tegas cabut semua izin-izinnya,” tandasnya.

Pada kesempatan berbeda, Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menuturkan pada prinsipnya mendukung aturan yang dibuat oleh KKP yang memang tepat. Seperti mendukung pelarangan penggunaan alat tangkap merusak di seluruh wilayah perairan Indonesia. “Aturan pelarangan ini seharusnya sudah berlaku sejak 4 dekade silam. Namun kelonggaran penegakan hukum oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya telah berdampak pada ketergantungan masyarakat pada alat tangkap merusak, sejenis trawl dan pukat tarik,” katanya.

Ini karena mempertimbangkan kondisi keberlanjutan sumberdaya ikan yang terus memburuk; dengan tidak mengesampingkan fakta bahwa di antara masyarakat dan pelaku usaha telah membeli bahkan mendapatkan izin untuk menggunakan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik. “Makanya ini  perlu diberlakukan Fase transisi,” ucapnya.

Fase transisi dimaksudkan dalam rangka mengefektifkan kebijakan pelarangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik di perairan Indonesia. Fase Transisi berlaku selambat-lambatnya 6 bulan sejak peraturan tersebut disahkan. Maka dari itu, pada kurun waktu 6 bulan Fase Transisi tersebut pemerintah berkewajiban mensosialisasikan berbagai peraturan baik berupa pelarangan dan pembolehan penggunaan alat penangkapan ikan.

“Aturan memang harus dibuat, tapi penting juga buat pemerintah jika memang ingin membuat aturan untuk disosialisasikan terlebih dahulu dan diberikan alternatifnya agar tidak menimbulkan konflik yang bergejolak,” tukasnya.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…