Ancaman Defisit Tetap Ada

 

Kita tentu prihatin melihat kondisi Indonesia saat ini. Meski defisit neraca perdagangan secara kumulatif (Januari-Desember) 2014 mencapai US$1,8 miliar, lebih rendah ketimbang 2013 yang tercatat US$4,1 miliar. Kondisi ini tentu masih memprihatinkan, karena defisit perdagangan pasti akan mempengaruhi defisit transaksi berjalan yang diprediksi masih di level 3%-3,5% dari produk domestik bruto (PDB).   

Menurut data BPS,  Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia periode Januari-Desember 2014 mencapai US$176,29 miliar, atau menurun sebesar 3,43% jika dibanding periode yang sama tahun 2013 lalu, dan ekspor nonmigas tercatat US$145,96 miliar atau turun 2,64%. Untuk nilai kumulatif impor 2014, mencapai US$178,18 miliar atau mengalami penurunan sebesar 4,53 % jika dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Nilai tersebut terdiri dari impor migas sebesar US$43,46 miliar yang turun 3,99% dan nonmigas sebesar US$134,72 miliar yang juga turun 4,70%.

Produk ekspor yang mendorong surplus pada Desember a.l. bijih, kerak dan abu logam serta timah (naik 155,1%), serta sejumlah produk manufaktur yang memberikan kontribusi kenaikan ekspor yang signifikan.

Namun, defisit perdagangan yang secara kumulatif masih membengkak juga akibat impor bahan baku BBM. Menurut data BPS, defisit neraca perdagangan sepanjang 2014 disebabkan tekanan neraca migas yang mengantungi defisit US$13,13 miliar, sementara neraca nonmigas surplus US$11,24 miliar.

Penyebabnya, impor migas mengalami peningkatan US$2.702 juta atau naik 6,35% yang disebabkan oleh naikya impor minyak mentah dan gas masing-masing US$2.782 juta (25,76%) dan US$31,4 juta (1,02%), sementara impor hasil minyak turun sebesar US$111,4 juta (0,39%). Meski demikian, pemerintah masih harus bekerja keras untuk terus mengurangi ketergantungan impor dan mengurangi tekanan defisit neraca perdagangan serta transaksi berjalan.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah tetap mewaspadai defisit transaksi berjalan agar bisa mengarah pada tingkat sustainable guna mendukung petumbuhan perekonomian nasional. Kewaspadaan ini juga tercermin dalam bentuk kebijakan yang lebih persuasif dan konsisten, agar keseimbangan neraca perdagangan Indonesia dapat terjaga.  

Untuk langkah preventif terhadap ancaman defisit transaksi berjalan yang berdampak pada neraca transaksi berjalan, BI tetap diminta terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya, untuk mendukung penyesuaian keseimbangan eksternal tersebut. Nilai tukar rupiah kini mendekati keseimbangan di level Rp 12.000 per US$.  

Kedua, mengingat Januari 2015 terjadi deflasi 0,24%, sejalan dengan itu, suku bunga BI Rate sebaiknya tetap diturunkan sekitar 0,25%-0,50% untuk memberikan  ruang gerak pertumbuhan ekonomi dan menjaga mempertahankan daya beli masyarakat. 

Ketiga, meningkatkan pendalaman pasar valas, termasuk dengan merelaksasi ketentuan terkait tenor forward dengan nonresiden dari yang sebelumnya minimum 3 bulan menjadi minimum 1 pekan. Ini sekaligus untuk mencegah praktik spekulan yang setiap saat dapat mengganggu stabilitas pasar valuta asing domestik, dan sudah diatur mengenai tahapan lindung nilai (hedging). .

Namun, yang patut terus ditingkatkan ke depan adalah koordinasi antarlintas sektoral seperti BI dengan Kemendag, Kemenperin dan Kemenkeu, agar mampu secara komprehensif mendeteksi gejolak pasar yang berdampak pada ketidakkonsistenan di antara implementasi kebijakan di lapangan. Artinya, masing-masing kementerian maupun BI  jangan berjalan sendiri-sendiri menghadapi kepentingan ekonomi nasional. Semoga!

 

BERITA TERKAIT

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…