Februari, Tarif Listrik Nonsubsidi akan Turun

NERACA

Jakarta - PT PLN (Persero) menetapkan tarif listrik nonsubsidi pada periode Februari 2015 mengalami penurunan sebesar 1,86 persen dibandingkan Januari 2015. Seperti dikutip dari laman Antara menyebutkan bahwa tarif tenaga listrik pada Januari 2015, tarif listrik tercatat Rp1.496,05 per kWh. Sementara, pada Februari 2015, tarif menurun menjadi Rp1.468,25 per kWh. Dengan demikian, terdapat penurunan sebesar Rp27,8 per kWh.

Tarif listrik sebesar Rp1.468,25 tersebut berlaku pada lima golongan pelanggan nonsubsidi yakni rumah tangga menengah R2 dengan daya 3.500-5.500 VA, rumah tangga besar R3 dengan daya 6.600 VA ke atas, bisnis menengah B2 6.600-200.000 VA, kantor pemerintah P1 6.600-200.000 VA, dan penerangan jalan umum P3. Untuk tarif lima golongan pelanggan listrik nonsubsidi lainnya pada Februari 2015 juga mengalami penurunan dibandingkan Januari 2015.

Tarif listrik Februari 2015 untuk golongan pelanggan bisnis besar B3 di atas 200.000 VA, industri besar I3 di atas 200.000 kVA dan pemerintah P2 di atas 200 kVA ditetapkan melalui formula dengan faktor pengali Rp1.057,17 per kWh. Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan tarif Januari 2015 dengan faktor pengali Rp1.077,18 per kWh.

Lalu, pelanggan industri besar I4 berdaya 30 MVA ke atas turun dari Rp1.011,99 menjadi Rp993,19 per kWh, dan golongan khusus L/TR, TM, dan TT turun dari Rp1.574,57 menjadi Rp1545,32 per kWh. Per 1 Januari 2015, pemerintah menerapkan skema tarif penyesuaian (adjustment tariff) bagi 10 golongan pelanggan listrik tersebut. Dengan skema tersebut, maka tarif listrik bakal mengalami fluktuasi naik atau turun yang tergantung tiga indikator yakni harga minyak, kurs, dan inflasi.

Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun mengatakan, tarif listrik turun karena harga minyak sebagai salah satu acuan penetapannya terus mengalami penurunan. "Tarif listrik akan turun, karena harga minyak juga turun," katanya, beberapa waktu lalu. Pada Desember 2014, PLN menetapkan tarif listrik tiga golongan pelanggan yakni R3 dengan daya di atas 6.600 VA, P1 6.600-200.000 VA, dan B2 6.600-200.000 VA sebesar Rp 1.496,33 per kWh.

Sementara, pada Januari 2015, tarif ketiga golongan tersebut turun tipis menjadi Rp 1.496,05 per kWh. Untuk golongan pelanggan listrik nonsubsidi lainnya yakni B3 di atas 200.000 VA mengalami penurunan dari formula Rp 1.128,88 menjadi Rp 1.077,18 per kWh. Penurunan tarif keempat golongan tarif nonsubsidi tersebut sudah terjadi sejak November 2014 mengikuti harga minyak yang turun.

Harga Fluktuatif

Sebelumnya Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman menimpali penurunan atau kenaikan tarif listrik nonsubsidi dipengaruhi oleh tiga faktor: ICP, nilai tukar rupiah, dan inflasi. "Bila harga minyak dunia turun, maka ICP juga turun. Faktor ini akan mempengaruhi tarif listrik golongan nonsubsidi," ujar dia.

Komposisi biaya produksi PLN yang mempengaruhi automatic tariff adjusment, Jarman menjelaskan, ialah kurs rupiah sebesar 75%, ICP 20%, dan inflasi 5%. Tapi, selama ini harga patokan ICP bukan dipakai untuk pembelian bahan bakar untuk pembangkit listrik milik PLN, melainkan harga gas yang dihitung berdasarkan persentase terhadap ICP. “Saat ini, biaya gas dalam bauran energi listrik sekitar 22%,” kata Jarman.

Kurtubi, Anggota Komisi Energi (VII) DPR, menilai, penurunan harga minyak memang harus dimanfaatkan oleh pemerintah dengan baik. Salah satunya, ya, dengan menurunkan tarif listrik. Soalnya, "Sebagian besar biaya produksi PLN untuk membeli bahan bakar," ucap anggota Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini.

Cuma, menurut Pri Agung Rakhmanto, pengamat energi dari ReforMiner Institute, meskipun biaya energi pembangkit PLN berbahan bakar minyak di bawah 20%, komponen itu mempengaruhi tarif keekonomian listrik. "Jadi, jika penurunan harga minyak saat ini US$ 50 per barel dari perkiraan US$ 100 per barel, jelas akan menurunkan harga listrik," ujar Pri Agung.

Subsidi Turun

Dalam RAPBN-P 2015, pemerintah menurunkan anggaran subsidi listrik menjadi Rp 66,6 triliun. Angka ini lebih kecil dibandingkan alokasi dalam APBN 2015 sebesar Rp 68,7 triliun.  Jarman mengatakan, ada dua faktor yang menyebabkan penurunan tersebut. Pertama, adalah asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah.

Dalam APBN 2015, asumsi nilai tukar ditetapkan Rp 11.900 per dolar AS. Sementara dalam RAPBN-P diaasumsikan Rp 12.200 per dolar AS. Kemudian faktor yang kedua adalah turunnya harga minyak mentah dunia. Dalam APBN 2015, harga minyak mentah dunia atau Indonesian Crude Price (ICP) sebesar US$ 105 per barel, sedangkan dalam RAPBN-P diasumsikan sebesar US$ 70 per barel.

“Jadi kedua faktor itu yang pengaruhnya paling besar ke subsidi listrik. Faktor lainnya tidak begitu signifikan,” katanya. Dari Rp 66,62 triliun tersebut, sebanyak Rp 56,4 triliun diperuntukkan bagi pelanggan dengan golongan daya 450 VA dan 900 VA. Sementara sisanya untuk pelanggan sosial seperti tempat ibadah dan industri kecil.

Jarman mengatakan, alokasi anggaran tersebut belum termasuk tambahan kebutuhan subsidi listrik 2015 sekitar Rp 1,3 triliun. Tambahan ini sesuai surat Menteri ESDM Nomor 0375/26/MEM.L/2015 tanggal 12 Januari 2014 yang ditujukan ke Komisi VII DPR.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…