SUNTIKAN MODAL RP 72 TRILIUN BUAT BUMN - Berpotensi Merugikan Negara

 

Jakarta – Kalangan pengamat dan anggota dewan menilai penyertaan modal negara pada sejumlah BUMN hingga mencapai Rp 72 triliun lebih, sebagai beban utang yang menggerogoti keuangan negara di tengah kondisi ekonomi nasional yang sedang memprihatinkan saat ini. Program Kementerian BUMN ini dinilai tidak layak untuk disetujui DPR.

NERACA

Menurut analis ekonomi politik Koalisi Anti Utang (KAU) Kusfiardi, pemerintahan baru nampaknya sangat antusias dalam melakukan penyertaan modal negara (PMN) kepada sejumlah BUMN. Pada APBN 2015 alokasi PMN hanya sebesar Rp5,1 triliun. Namun, RAPBN-P 2015 alokasi melonjak sangat drastis menjadi Rp72,9 triliun.

"Penambahan alokasi PMN tersebut menjadi alasan bagi pemerintah untuk menambah pembiayaan yang bersumber dari penerbitan surat berharga negara (SBN). Target tambahan itu melalui penerbitan surat utang Negara dalam denominasi rupiah dan juga valas dengan tambahan net Rp31 triliun," ujarnya kepada Neraca, akhir pekan lalu.

Menurut dia, kebijakan pemerintah yang ambisius dalam meningkatkan PMN pada saat yang sama justru meningkatkan beban utang."Beban utang pemerintah sejauh ini bukan saja membebani tapi menggerogoti keuangan negara," ujarnya.

Kusfiardi menambahkan, pada saat yang sama tidak ada jaminan bahwa alokasi PMN Rp72,9 triliun dalam RAPBN-P 2015 bisa mencapai tujuan yang dicanangkan oleh pemerintah sendiri.

"Apalagi audit BPK pernah menemukan bahwa dalam praktiknya oleh BUMN yang menerima alokasi PMN justru menggunakan dana tersebut untuk membayar utang. Jika demikian halnya menjadi sangat mungkin seluruh target alokasi PMN tidak bisa mencapai tujuan yang diharapkan," ujarnya.

Kusfiardi pun menilai bahwa sebaiknya DPR menolak rencana PMN yang berdampak pada meningkatnya beban utang. Selain itu akuntabilitas kebijakan alokasi PMN ini juga rendah sekali sebab penolakan oleh DPR bisa mencegah dua hal penting.

"Pertama mencegah bertambahnya utang negara. Kedua, mencegah penggunaan uang negara yang sama sekali berbeda dengan tujuan peruntukkannya," ujarnya.

Dia pun mengungkapkan memang menjadi penting diberikan sanksi tegas kepada direksi BUMN jika pengelolaan PMN membebani utang negara. Hal ini merupakan suatu ketidakpatuhan BUMN mestinya “berbuah” sanksi tegas, yaitu pemberhentian dengan tidak hormat bagi jajaran direksi, dan moratorium atas jasa produksi, bonus ataupun tantiem hingga gaji dari para direksi BUMN.

Kusfiardi mengatakan, dalam upaya pemberantasan korupsi di tubuh BUMN maka sangat diperlukan menerapkan sistem integritas nasional sebagai bagian dari desain pencegahan korupsi. Sistem integritas nasional menjadi semacam sistem peringatan dini terhadap perilaku korupsi di sebuah lembaga, terutama pemerintahan.

"Sistem integritas nasional ini harus diaplikasikan pada BUMN. Hal ini merupakan upaya BUMN membersihkan diri dari korupsi dengan membuat komposisi direksi BUMN berintegritas. Bahkan, BUMN harus menjadi proyek percontohan penerapan sistem integritas nasional," tutur dia.

Kinerja Tidak Menyakinkan

Anggota Panja PMN Komisi VI DPR Sarmuji berpandangan sebagian pengajuan PMN tidak layak disetujui. Pasalnya, banyak perusahaan yang tidak serius membuat proyeksi kerja dan proyeksi keuangan sehingga susah untuk menilai kelayakannya. Belum lagi kinerja perusahaan tidak meyakinkan untuk diberikan PMN karena bertahun-tahun merugi dan belum kelihatan progres apa yang bisa dilakukan. 

"Kita khawatir jika diberikan PMN akan lenyap karena masalah internalnya," ujar Sarmuji di Jakarta, Jumat (30/1).  
Sarmuji meminta kepada BUMN yang mengajukan PMN memberikan informasi yang detail tentang kondisi perusahaan, business plan, proyeksi keuangan dan informasi lain yang terkait. Dengan demikian kita bisa menilai secara obyektif sebuah BUMN layak untuk mendapat PMN. 

"Kita juga meminta penjelasan secara rinci benefit apa yang didapat oleh negara dan masyarakat," katanya. 

Dia menegaskan, pemberian PMN juga harus disertai pengawasan yang ketat mengingat proses penilaian yang sangat singkat. Oleh karena itu, Komisi VI DPR akan membuat panja pengawasan PMN agar dana yang sudah disetujui digunakan secara benar, efektif dan efisien.

Direktur Indef Enny Sri Hartati menilai PMN kepada BUMN tidak bisa diberikan serta merta begitu saja. Tapi memang penyertaan modal itu memang sedari awal sudah dibuat road map-nya yang jelas di awal. Karena jika belum jelas, suntikan dana itu seperti bagi-bagi “kue” untuk pejabat, tidak jelas permodalannya lari kemana."Harus jelas dulu anggaran itu buat program apa saja, jangan sampai pasca suntikan anggaran itu hanya untuk “bancakan” para pejabat," katanya.

Karena apa, suntikan modal untuk BUMN ini disinyalir banyak yang belum jelas arahnya. "Kalau memang itu buat pembiayaan, harus ada programnya dulu untuk apa saja, jadi pasca suntikan anggarannya kemana. Jangan belum ada program anggaran sudah masuk, sulit untuk melacaknya untuk apa saja," imbuhnya.

Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai, RAPBN-P 2015 yang mengalokasikan PMN sebesar Rp72,9 triliun untuk BUMN akan menjadi beban bagi pembayar pajak. Pasalnya jumlah dividen yang akan disampaikan ke negara justru semakin mengecil.

Menurut Uchok, dalam kurun waktu 2010 hingga 2013, anggaran negara memberikan PMN pada BUMN totalnya mencapai Rp269,7 triliun. Namun, keuntungan yang disetorkan kepada negara hanya Rp123 triliun. "Hal ini mengindikasikan adanya penggemukan pada BUMN dengan cara penambahan modal sebesar-besarnya agar dapat dijual dengan harga murah kepada investor," kata dia.

Guru besar ekonomi Universitas Brawijaya Prof Dr Ahmad Erani Yustika mengatakan, PMN puluhan triliun rupiah itu berasal dari pembiayaan atau penerbitan utang. Hal ini tentu memerlukan proses pembahasan lebih mendalam, agar pengalokasian tambahan PMN untuk BUMN tepat sasaran.

"PMN diambil dari utang, ini belum pernah terjadi sehingga perlu pendalaman. Kami ingin BUMN sehat, tapi faktanya banyak yang tidak. Beberapa kali kami usulkan yang tidak sehat dibubarkan saja supaya tidak jadi beban, tapi malah disuntik terus," ujarnya.

Lebih lanjut Erani mengatakan kenaikan penerimaan perpajakan sampai Rp 104 triliun di tahun ini. Padahal, menurut dia, situasi ekonomi sedang mengalami ketidakpastian dan penurunan harga minyak dunia.

"Ada keberanian politik menaikkan penerimaan perpajakan. Katanya tenaga (pajak) kurang, Menteri PAN RB mati-matian tambah pegawai pajak dan ujuk-ujuk ada perencanaan tambahan penerimaan perpajakan sampai Rp 104 triliun. Atau hanya memaksakan diri sehingga membuat APBN tidak sehat," ujarnya. bari/iwan/agus/mohar

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…