Kredit Macet Rp649,29 Miliar - BII-Maybank Gugat Pailit Dhiva Inter Sarana

NERACA

Jakarta - Sebagai regulator pengawasan bank, Otoritas Jasa Keuangan terus memantau kasus gugatan pailit PT Bank International Indonesia Tbk, (BII-Maybank) kepada PT Dhiva Inter Sarana yang menimbulkan kredit macet senilai US$59 juta atau Rp649,29 miliar (asumsi nilai tukar Rp12 ribu per dolar AS).

"Kami sedang meneliti laporan keuangan BII-Maybank per September 2014. Karena yang menjadi pusat perhatian OJK adalah terjadinya penurunan laba tahun berjalan yang cukup signifikan, dibandingkan periode sama pada tahun sebelumnya," kata Direktur Pengawas Perbankan II OJK, Riyanti A.Y. Sali di Jakarta, Jumat (23/1) pekan lalu.

Menurut dia, sepanjang Januari hingga September 2014, BII-Maybank hanya membukukan laba Rp340 miliar. Perolehan laba ini dinilai OJK jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp1,09 triliun.

"Dalam penelitian kami karena terjadi penurunan laba tahun berjalan yang cukup besar. Laba tahun berjalan turun karena pembentukan cadangan penghapusan kredit macet," ungkap Riyanti.

Dia menjelaskan, OJK sedang menelusuri apakah pengucuran kredit macet tersebut sudah melewati prosedur yang semestinya. Untuk itu, OJK akan memeriksa semua pejabat BII-Maybank yang berwenang sambil menunggu hasil sidang pengadilan niaga.

"Kami melihat apakah mekanismenya benar, apakah pemberi persetujuan itu orang yang berwenang. Atau memang karena kondisi perusahaan debitur yang memburuk. Kalau semua sesuai prosedur, ya, tidak ada masalah," tutur Riyanti.

Kasus ini menyeruak saat pemilik sekaligus Direktur Utama PT Dhiva Inter Sarana, Richard Setiawan, melakukan investasi di luar bisnis inti perusahaan. Kemudian pada Desember 2013, PT Dhiva meminta agar pinjaman/kreditnya direstrukturisasi.

Namun tim audit Internal BII-Maybank yang melakukan verifikasi kredit PT Dhiva sejak Agustus 2012 justru mendapati, bahwa adanya indikasi sejumlah invoice dari pihak pemasok ternyata fiktif. Kini investigasi lebih lanjut sedang dilangsungkan.

Dari temuan tersebut, BII-Maybank menggugat pailit PT Dhiva Inter Sarana, di Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat. Pasalnya, PT Dhiva dianggap gagal melunasi kredit senilai total US$59 juta, dan diduga kuat ada pelanggaran hukum.

Dalam dokumen audit internal BII-Maybank tercantum bahwa jumlah kredit yang telah disalurkan BII-Maybank kepada PT Dhiva per tanggal 5 Juni 2014 sebesar US$59 jutaPT Dhiva Inter Sarana bergerak di bidang perdagangan pipa untuk sektor minyak dan gas. Pemiliknya adalah Richard Setiawan yang juga menjabat sebagai direktur utama di perusahaan tersebut.

Mayoritas produk yang dijual PT Dhiva diimpor dari China antara lain perusahaan Henyang Steel Tube, Sino Steel, Tianjin Anshengda, Federal Hardware Engineering, Soconord, dan Heibei Yaosheng. Sementara konsumen PT Dhiva adalah perusahaan produsen migas, seperti PT Pertamina (Persero), Chevron Pacific Indonesia, VICO, PetroChina dan Odira Energy Karang Agung. Kedekatan PT Dhiva dengan sejumlah perusahaan migas tercermin pada Laporan Tahunan Indonesian Geothermal Golf Community (IGGC) periode 2012-2013. [kam]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…