Tak Bangun Smelter, Freeport Lecehkan Hukum RI

NERACA

Jakarta - Belum terealisasinya janji PT Freeport Indonesia untuk membangun pabrik smelter dinilai sebagai bentuk pengabaian perusahaan asal Amerika tersebut terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Untuk itu pemerintah didesak meninjau ulang perjanjian yang telah dibuatnya dengan PT Freeport.

Pengamat dari Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean mengatakan, UU Minerba telah mengamanatkan seluruh perusahaan pertambangan tidak boleh melakukan ekspor bahan mentah, harus ada pemurnian atau diolah di dalam negeri terlebih dahulu. Maka Freeport dan perusahaan tambang lainnya diwajibkan untuk membangun pabrik smelter.

Sementara selama ini pemerintah sudah memberikan kelonggaran kepada Freeport untuk ekspor, namuan dengan uang jaminan sebesar US$25 juta, selama Freeport memiliki keseriusan untuk membangun pabrik smelter. Namun sampai saat ini Freeport nampak tidak memiliki keseriusan untuk membangun pabrik smelter. "Hal ini merupakan pembangkangan terhadap UU Minerba. Freeport harus diberikan peringatan terakhir," kata Ferdinand di Jakarta, Kamis (22/1).

Dia pun mendukung tindakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk membekukan izin ekspor Freeport hingga dimulainya pembangunan smelter. Menurut dia, pemerintah tidak boleh tunduk terhadap kepentingan asing, sebab Indonesia berdaulat atas sumber daya alamnya. "Ini penting demi menunjukkan bahwa bangsa kita tidak tunduk pada kekuatan kapitalis," ujarnya.

Sementara itu, anggota DPR RI Fraksi PDIP Tony Wardoyo menilai seharusnya Freeport membangun pabrik di wilayah Papua sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat Papua. Menurut dia, keputusan Freeport untuk pembangunan smelter di Gresik, tidak mempertimbangkan psikologis masyarakat Papua dan tidak ada niat untuk memperbaiki perekonomian masyarakat Papua, yang selama ini menanggung dampak dari pencemaran lingkungan.

Tony pun menilai seharusnya pembangunan smelter berada di wilayah lokasi penambangan untuk menekan beban biaya serta efisiensi. Selain itu juga membangun percepatan pembangunan daerah dan meningkatkan perekonomian masyarakat dengan cara membuka peluang kerja bagi penduduk setempat.

Dia juga menduga keinginan Freeport untuk pembangunan pabrik smelter di Gresik memiliki tujuan tersembunyi, sebab jauhnya jarak antara tempat penambangan dengan tempat pemurnian memiliki peluang untuk memainkan kecurangan. Kecurangannya dengan cara tetap melakukan ekspor sebagian dalam bentuk mentah dan sebagian lagi tambang yang sudah diolah. Sebab selama ini Freeport Indonesia tidak transparan terhadap produksi yang dihasilkan. "Tindakan itu bukan saja merugikan masyarakat tetapi juga merugikan negara," kata dia.

Sedangkan, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, seharusnya Freeport sudah tahu mengenai ketentuan yang berlaku tentang pembangunan smelter yang merupakan amanat dari Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Menurut Marwan, ketegasan pemerintah menunjukkan posisi Indonesia sebagai negara yang berdaulat dan memiliki kehormatan. "Pemerintah harus tegas. Pemerintah sudah memberikan kelonggaran batas waktu pembangunan smelter. Sebab, smelter seharusnya terwujud pada tahun 2014 atau lima tahun sejak disahkannya UU Minerba," kata dia.

Meskipun berdasarkan UU Minerba pembangunan smelter harus dibangun pada tahun 2014, namun pemerintah Indonesia akhirnya memberikan kelonggaran kepada pelaku usaha untuk membangunnya hingga tahun 2017.

Freeport, lanjut Marwan, seharusnya menghormati kelonggaran yang telah diberikan pemerintah Indonesia kepadanya. Tidak ada alasan lagi bagi Freeport untuk menunda-nunda pembangunan smelter, apalagi jika alasannya terkait kepastian kontrak karya yang berakhir pada 2021.

Dia mengusulkan pemerintah untuk mengevaluasi perkembangan pembangunan smelter setiap enam bulan. Tujuannya untuk memastikan keseriusan Freeport dalam memenuhi komitmen mereka. "Jika tidak ada perkembangan, ya ada konsekuensinya," ungkap Marwan. mohar/rin

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…