Teladan dari Basarnas: The Power of Simplicity - Oleh: Dr. H. Sugeng Listiyo Prabowo, M. Pd, Wakil Rektor II UIN Malang

Dua minggu terakhir ini kita disuguhi berita tentang aksi memukau dari Basarnas (Badan SAR Nasional) dalam melakukan pertolongan terhadap musibah yang dialami oleh maskapai penerbangan Air Asia QZ 5801 yang mengalami kecelakaan di atas selat Karimata. Sebagaimana pengalaman, kecelakaan pesawat selalu berakibat fatal dan seringkali merengut keseluruhan orang yang ada di pesawat tersebut. Aksi yang dilakukan Basarnas dalam melakukan pertolongan tersebut menuai rasa simpati dan pujian dari berbagai pihak, utamanya berkaitan dengan kecepatan bergerak, koordinasi antar bagian yang sangat cepat, pemilihan prioritas pekerjaan, kesungguhan dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan, kemampuan melayani para keluarga korban, dan pemberian informasi kepada masyarakat luas.

 

Sebagai lembaga yang bergerak dalam pertolongan terhadap berbagai musibah diseluruh wilayah negara kita yang luas ini, memang tidak salah kiranya jika lembaga ini memiliki kecepatan dalam melaksanakan tugasnya. Namun demikian untuk menjadi cepat dalam menyelesaikan berbagai permasalahan tentu bukanlah pekerjaan sederhana dan mudah. Sistem manajemen yang mumpuni harus tersedia dalam organisasi ini, disisi lain ada kepemimpinan yang efektif dan mampu menyederhanakan berbagai kerumitan masalah sehingga kemudian menjadi mudah untuk diterjemahkan kedalam instruksi-instruksi yang jelas di lapangan. Untuk dapat menjadi sederhana tersebut merupakan suatu kecanggihan yang harus terpenuhi.

 

Jika kita mencermati musibah pada kecelakaan ini, dan juga mungkin musibah-musibah yang lain selalu berjalan sangat cepat, bahkan dalam beberapa kasus terjadi dalam hitungan menit. Sebagaimana kasus musibah yang terjadi pada penerbangan AirAsia QZ 5801, kecelakaan terjadi berkisar 1 jam sejak take off dari bandara Juanda Surabaya. Kecelakaan mulanya diketahui dari hilangnya pesawat tersebut dalam sistem radar pemantau pesawat, setelah beberapa menit sebelumnya pilot pesawat melakukan komunikasi dengan petugas pengawas lalu lintas. Berkisar satu jam setelah kejadian hilangnya pesawat dari radar tersebut, kemudian pesawat dinyatakan hilang dan memerlukan pertolongan. Setelah itu dalam beberapa jam kemudian Basarnas sudah bergerak melakukan aksi pencarian pesawat yang dinyatakan hilang tersebut bersama-sama dengan berbagai lembaga-lembaga lain yang memiliki kompetensi dibidang pertolongan terhadap bencana.

 

Proses pencarian dan pertolongan kecelakaan pesawat, merupakan proses yang rumit, kompleks, dan mengandung resiko tinggi. Namun demikian, Basarnas menjadikan proses yang rumit dan kompleks tersebut menjadi sederhana, mudah untuk dilaksanakan, cepat, dan mampu memberi harapan penuh kepada para pihak yang terkena dampak dari kecelakaan tersebut, utamanya adalah seluruh keluarga korban.

 

Untuk membuat proses yang rumit, kompleks, dan memiliki resiko tinggi tersebut dapat diterjemahkan kedalam konsep yang lebih sederhana, dan mudah dilaksanakan diperlukan sistem kepemimpinan dan manajemen yang sangat baik. Jika dilihat dari pemberitaan media masa, Basarnas telah bereaksi hanya beberapa jam setelah pesawat dinyatakan hilang dari radar di menara pengawas yang ada di Jakarta. Reaksi yang dilakukan adalah mengirimkan beberapa kapal dari TNI AL, dan Kapal Negara (KN) ke area yang masih diduga sebagai tempat jatuhnya pesawat. Disaat yang bersamaan juga langsung dikirim beberapa pesawat baik dari bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta maupun dari beberapa bandara yang lain untuk melakukan pencarian disekitar koordinat tempat hilangnya pesawat dari radar. Baik Kapal dan pesawat yang dikirim bukan berada dalam satu tempat, namun ada di beberapa tempat. Disaat yang bersamaan juga memberikan pengumuman kepada seluruh kapal dan pesawat yang melintas di koordinat tempat hilangnya pesawat untuk mencermati area tersebut, jikalau mengetahui sesuatu hal tentang pesawat yang naas tersebut. Disaat yang bersamaan juga mendirikan crisis center di bandara Juanda Surabaya, tempat pesawat yang naas tersebut berangkat.

 

Pada hari berikutnya Basarnas juga meluncurkan beberapa kapal dari instansi lain yang memiliki kemampuan teknologi tinggi untuk melakukan pemindaian di bawah laut, menambah beberapa pesawat pencari, menghubungi atau dihubungi beberapa negara lain untuk ikut bergabung dalam pencarian, membuka pos SAR di Pangkalan Bun. Keseluruhan sumber daya tersebut memerlukan logistik yang cukup untuk dapat beroperasi secara baik. Logistik tersebut berupa bahan bakar kapal, pesawat dan juga para awak kapal yang akan bekerja dalam beberapa hari atau minggu ditengah laut. Untuk itu diperlukan pengiriman logistik di tengah laut tersebut dalam jumlah besar, khususnya berkaitan dengan bahan bakar puluhan kapal tersebut agar tetap dapat beroperasi dengan baik di tengah laut. Keseluruhan proses tersebut berjalan dalam suasana yang memiliki resiko tinggi ditengah laut dengan gelombang laut yang dapat dikatakan tinggi yaitu berkisar 2 – 5 meter dan cuaca yang seringkali tidak mendukung untuk penerbangan pesawat.

 

Kerja keras tersebut juga terjadi di darat, pendirian posko SAR di Pangkalan Bun memerlukan berbagai sumber daya yang tidak sederhana, kantor dan ruang kerja, peralatan canggih, dan sumber daya lain harus sesegera mungkin tersedia di posko tersebut. Yang tidak kalah beratnya adalah pembuatan dan penanganan crisis center di bandara Juanda Surabaya yang tentu akan dikunjungi oleh para keluarga penumpang pesawat yang naas tersebut dengan kesedihan yang luar biasa. Depresi dan histeris dari ratusan orang akan terjadi ditempat tersebut, untuk itu diperlukan penanganan yang sangat ahli untuk menenangkan para keluarga korgan tersebut dan mungkin juga merawatnya jika terjadi masalah yang diakibatkan oleh depresi dan histeris yang luar biasa. Disisi lain ditempat yang sama juga harus memberikan keterangan kepada masyarakat tentang situasi terkini dari apa yang telah dilakukan Basarnas dan menghadapai berbagai pertanyaan dari media masa, menangani berbagai jumpa pers oleh berbagai pemimpin pemerintahan termasuk Presiden.

 

Hari berikutnya proses koordinasi dari puluhan kapal dan pesawat yang melaksanakan tugas SAR dilapangan terus harus dikoordinasi. Peralatan-peralatan canggih yang diperlukan juga terus didatangkan dan dioperasikan, rumah sakit dengan dokter yang ahli dibidang identifikasi jenazah dibentuk untuk mengidentifikasi para korban kecelakaan. Sistem dirancang untuk menghubungkan antara kegiatan pencarian yang dilakukan oleh puluhan kapal dan pesawat yang ada di selat Karimata, Posko yang ada di Pangkalan Bun, dan Rumah Sakit yang berada di Surabaya. Disaat yang bersamaan terus dilakukan sosialisasi oleh Basarnas tentang kondisi yang terjadi di tempat pencarian.

 

Beberapa hari kemudian, setelah berjuang melawan cuaca yang tidak menguntungkan, dan juga dengan dioperasionalkannya beberapa peralatan canggih maka tanda-tanda posisi pesawat sudah mulai ditemukan. Beberapa jenazah korban mulai ditemukan, pengambilan dan pengangkutan jenazah juga dilakukan. Dari laut, ke posko di Pangkalan Bun, kemudian diangkut menuju RS Bahayangkara di Surabaya. Dengan mulai ditemukannya posisi pesawat, berikutnya adalah diperlukan sumber daya manusia yang mampu menyelam di kedalaman laut untuk menolong para korban, mengambil berbagai peralatan penting pesawat utanamanya black box, peralatan-peralatan lain yang diperlukan untuk dilakukan analisis penyebab terjadinya kecelakaan pesawat, dan memasang berbagai peralatan yang akan digunakan untuk mengangkat badan pesawat.

 

Pekerjaan yang demikian besar, kompleks, rumit, dan high risk tersebut dilakukan dengan sangat baik oleh Basarnar, karena Basarnas mampu menyederhanakan proses-proses tersebut untuk dapat dilakukan dengan mudah oleh seluruh komponen yang terlibat didalamnya. Cara berfikir sederhana tersebut kemudian membuat pekerjaan dapat dilakukan dengan cepat dan sangat baik. Cara berfikir sederhana tersebut adalah bergerak melaksanakan pekerjaan dan menyelesaikan pekerjaan secepat yang dapat dilakukannya. Disisi lain, kepemimpinan dan manajemen sudah ditata sedemikian rupa sehingga manajemen dapat berjalan dengan cepat, keputusan diambil dengan tepat, koordinasi dilakukan dengan baik, sumber daya dapat diadakan dengan cepat, efektif dan efisien, jalur komando dan komunikasi terbangun dengan baik dan segera dapat dilaksanakan.


The power of simplicity yang diajarkan dalam kepemimpinan dan manajemen mampu dilakukan dengan baik oleh Basarnas, dan dapat dijadikan teladan oleh proses pendidikan dan sistem manajemen di berbagai organisasi. Namun sayangnya beberapa proses pendidikan kita kurang memperhatikan akan kesederhanaan tersebut. Dalam proses pendidikan anak-anak dibiasakan dengan kehidupan yang sangat ribet, harus membawa berbagai bahan untuk belajar, sehingga untuk membawanya diperlukan tas rangsel yang besar, PR yang sangat banyak, kegiatan dan jam-jam tambahan belajar yang hampir satu hari penuh membuat anak-anak terbiasa berfikir rumit. Sayangnya lagi, dalam pendidikan tersebut anak-anak jarang diajarkan tentang bagaimana membuat sesuatu yang rumit dan ribet tersebut menjadi sederhana. Membuat konsep-konsep yang rumit menjadi mudah dipahami yang biasa disebut dengan proses critical thingking.

 

Dalam organisasi juga demikian, hampir keseluruhan organisasi pendidikan negeri memiliki sistem manajemen yang rumit dan ribet. Regulasi yang sangat membelenggu, pengawasan yang mengarah kepada kecurigaan sehingga orang-orang di lembaga pendidikan menjadi malas untuk mengembangkan creative thingking, membuat lembaga pendidikan di negara kita sangat sulit untuk kompetitif dengan negara-negara lain. Organisasi-organisasi ini sudah tidak seperti orang muda yang lincah, gesit, dan cepat menyelesaikan masalah, tetapi lebih mirip dengan nenek-nenek yang lamban, aman, nyaman, dan mungkin sudah tidak berdaya untuk melakukan hal-hal nyata kecuali memberi petuah. Dalam organisasi seperti ini, keberanian menjadi barang langkah, keputusan penting sangat sulit untuk diambil, dan pengembangan sulit untuk dilakukan dengan cepat.

 

Basarnar telah memberikan teladan banyak hal pada pekerjaannya. Tidak sekedar memuliakan manusia dengan cara menolongnya dalam kondisi apapun, tetapi juga dalam kepemimpinan dan manajemen. Semoga kecepatan, keakuratan, kerja keras, sinergi dari Basarnas dapat menjadi teladan bagi siapapun, dan organisasi apapun, khususnya Perguruan Tinggi. (uin-malang.ac.id)

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…