Waspadai Harga Obligasi

 

Oleh : Tumpal Sihombing

CEO – Bond Research Institute

Ada tiga jenis risiko umum yang dihadapi oleh para investor (bondholders) dalam berinvestasi di surat berharga berjenis plain vanilla, yaitu risiko suku bunga; risiko gagal bayar; dan risiko likuiditas. Untuk risiko suku bunga, investor sebaiknya memahami bahwa jika suku bunga turun, harga obligasi naik; demikian berlaku sebaliknya secara umum. Apabila ada investor yang berencana me-redeem efek obligasinya(menjual sebelum masa jatuh tempo), dan jika suku bunga acuan pasar mengalami penurunan, maka investor berpotensi memperoleh capital gain.

Namun investor akan mengalami capital loss jika redemption dieksekusi dalam kondisi pasar yang sebaliknya. Ini risiko suku bunga. Selanjutnya risiko gagal bayar (default risk) lebih unik sifatnya daripada risiko suku bunga. Default risk sangat tergantung pada daya-bayar pihak penerbit akan kewajiban kupon/pokok efek obligasi bagi bondholders sesuai jadwal pelunasan yang telah ditetapkan di awal penerbitan. Untuk ini cenderung berlaku “sekali lancung ke ujian, seumur hidup tidak dipercaya” bagi para emiten obligasi (bond-issuer) yang pernah gagal-bayar. Artinya, reputasi emiten efek obligasi sangat ditentukan oleh kekuatan keuangan/permodalan (yang terefleksi dalam peringkat perusahaan) sekaligus konduite historis emiten terkait disiplin pelunasan kewajiban.

Eksposur terhadap risiko ini cenderung meningkat saat harga-harga dalam sistem perekonomian mengalami kenaikan drastis. Risiko umum efek obligasi yang ketiga adalah risiko likuiditas. Jika ada investor yang mengalami kesulitan untuk menjual kembali obligasi karena satu dan lain hal misalnya, karena harga yang terlalu tinggi atau volume transaksi yang minim, telah terkena dampak risiko likuiditas. Akibatnya, sang investor terpaksa harus hold hingga pasar cukup kondusif untuk kegiatan transaksi yang menguntungkan (harga jual lebih mahal daripada akuisisi). Ini akan menjadi masalah pada saat efek yang di-hold terkategori sebagai toxic asset (efek yang menggerus nilai portofolio investasi secara signifikan).

Apa relevansi definisi tersebut dengan kondisi pasar obligasi kini?  Sangat relevan. Kini ketidakpastian pasar relatif tinggi. Demikian terangkum beberapa hal berlangsung yang menyebabkan ketidakpastian tersebut a.l. harga minyak dunia turun signifikan(rendah); kondisi geopolitik sedang panas (terutama kawasan Eropa); laju inflasi domestik masih relatif tinggi; suku bunga acuan BI lebih rendah daripada laju inflasi;  yield acuan obligasi pemerintah (tenor 10thn) juga lebih rendah daripada laju inflasi (yoy) dan cenderung turun(artinya harga-harga obligasi pemerintah telah mengalami kenaikan; (f) laju inflasi menggerus nilai dana yang tersimpan dalam industri jasa keuangan dan pasar modal domestik.

Terkait definisi risiko umum obligasi di atas, ada tren yang sedang berlangsung. Jika ketidakpastian pasar terus berlanjut dan tekanan geopolitik meningkat, maka demi menghindari risiko default dan/atau risiko likuiditas, sebaiknya pemerintah super hati-hati dengan kondisi portofolio obligasi domestik dalam perspektif totalitas. Profil investor obligasi domestik masih didominasi asing, dimana mereka bisa saja quit quickly jika sentimen terkait ketidakpastian yang tinggi dan tekanan geopolitik Eropa masih belum juga berkurang.

Investor harus ekstra hati-hati dalam keputusan investasi di portofolio. Karena selain risiko umum di atas, masih ada risiko spesifik lainnya dalam efek dan pasar obligasi, yaitu: risiko reinvestasi, risiko call, risiko kurs dan risiko volatilitas. Sementara di pihak berbeda, pasar juga menuntut regulator agar bersikap lebih pruden dalam upaya menjaga stabilitas pasar dan pertumbuhan ekonomi.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…