Menjamurnya lembaga-lembaga nonstruktural pasca Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 merupakan salah satu eksperimen ketatanegaraan Republik Indonesia. Sampai saat ini terhitung ada 89 lembaga nonstruktural yang fungsi dan tugasnya cenderung tumpah tindih dengan lembaga lain. Dilain pihak juga, keberadaan lembaga nonstruktural ini justru sangat membebankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan pengamatan dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), keberadaan nonstruktural menghamburkan sekitar Rp 2,1 triliun dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan ditambah dengan uang dari non-APBN sekitar Rp 2,8 triliun.
Langkah Presiden Jokowi yang mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 176 tentang Pembubaran 10 Lembaga Nonstruktural pada 4 Desember 2014 tentu harus diacungi jempol. Adapun ke 10 Lembaga Nonstruktural yang dibubarkan adalah Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional, Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Dewan Buku Nasional, Komisi Hukum Nasional, Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional, Komite Antar departemen Bidang Kehutanan, Badan Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak-anak, Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia, dan Dewan Gula Indonesia. Pembubaran 10 Lembaga Nonstruktural dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan urusan pemerintahan.
Lembaga Nonstruktural
Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, keberadaan lembaga nonstruktural ada yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ada pula yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang, bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden. Hirarki dan kedudukan lembaga non struktural tersebut tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Lembaga nonstruktural yang diatur dan dibentuk oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan organ konstitusi, sedangkan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang merupakan organ Undang-Undang, dan lembaga struktural yang hanya dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden merupakan lembaga kepresidenan dan bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden.
Pada prinsipnya tujuan pembentukan dari lembaga-lembaga nonstruktural ini didasarkan pada: Pertama, untuk mengemban misi khusus karena tugas tersebut tidak berhasil atau tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga- lembaga yang ada, seperti Komisi nasional Hal Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan lain sebagainya.
Kedua, untuk mengambil alih sebagian peran dan fungsi tersebut tidak diselewengkan untuk kekuatan politik yang sedang memerintah, seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan lain sebagainya (Didik Supriyanto:2007:187)
Lembaga nonstruktural yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya dapat dibubarkan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sementara lembaga nonstruktural yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang hanya dapat dibubarkan berdasarkan Undang-Undang dan lembaga nonstruktural yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden hanya dapat dapat dibubarkan berdasarkan Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden.
Mamfaat Pembubaran
Pembubaran 10 lembaga nonstruktural yang dilakukan oleh Presiden Jokowi tentu langkah yang tepat. Setidaknya ada beberapa alasan penting terkait mamfaat pembubaran lembaga nonstruktural, Pertama, keberadaan lembaga nonstruktural yang begitu banyak justru tidak memberikan kemamfaatan yang begitu besar pada perkembangan negara ini. Keberadaan lembaga nonstruktural cenderung lebih memboroskan anggaran daripada efektifitas fungsinya untuk sumbangsih perkembangan bangsa;
Kedua, adanya fungsi dan tugas yang tumpang tindih diantara lembaga negara yang telah ada cenderung menimbulkan konflik kewenangan, sehingga keberadaan lembaga nonstruktural ini menjadi pemicu konflik kelembagaan.
Ketiga, pembentukan lembaga nonstruktural selama ini cenderung hanya mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan pendukung atau oposisi pemerintah agar tidak melakukan gerakan kritik yang bisa menggoyang pemerintah. Dengan demikian, keberadaan lembaga nonstruktural dijadikan sebagai bahan politisasi dalam mengamankan pemerintahan
Keempat, keberadaan lembaga nonstruktural yang begitu banyak telah menimbulkan kesemberautan kelembagan negara. Dengan demikian, mamfaat dari pembubaran lembaga nonstruktural ini sebagai langkah komprehensif untuk menata kelembagaan agar lebih efektif dan efisien.
Kebijakan merampingkan dan mengefektifkan fungsi lembaga-lembaga nonstruktural menjadi kewajiban yang tentunya harus diikuti dengan mamfaat-mamfaat yang besar terhadap perkembangan negara ini. Pembubaran lembaga nonstruktural menjadi langkah awal untuk mengefisienkan anggaran negara yang kemudian anggarannya dapat dialihkan kepada kebijakan publik yang mensejahterahkan rakyat. (analisadaily.com)
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…