Memetik Hikmah dari Sebuah Musibah - Oleh: Maswito, Anggota Majelis Pendidikan Provinsi Kepri

Belum lagi kering tetes air mata terurai, musibah itu datang lagi. Terakhir musibah longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah yang mengubur dan menghancurkan rumah-rumah penduduk. Entah sudah berapa banyak kerugian, baik materil maupun moril yang harus ditanggung oleh mereka yang tidak berdosa.

Silang pendapatpun sering terjadi dalam menyikapi musibah yang terjadi itu. Ada yang berpendapat, musibah ini sentilan dari Yang Maha Kuasa, tetapi ada pula yang menepisnya. Kalangan lain berpendapat akibat ulah segelintir orang yang amat serakah dalam mengeksploitasi buminya, maka, seluruh bangsa ini menanggung akibatnya. Sementara pendapat  terakhir  mengatakan, ini semua akibat sebagian kita  telah mulai melupakan dan bahkan meninggalkan kearifan lokalnya.

Presiden Jokowi  ketika berkunjung ke lokasi bencana di Banjarnegara menyebut musibah beruntun yang melanda negara kita akhir-akhir ini betul-betul sebuah ujian yang maha dasyat dari-Nya. Semua ini (Musibah, red) patut menjadi renungan.

“Musibah telah menjadi tragedi traumatik khususnya bagi mereka yang kehilangan orang yang dikasihi secara sangat tiba-tiba. Musibah itu di luar jangkauan manusia,” ujar Jokowi.

Kita yang tidak kena musibah bisa merasakan penderitaan dan kepedihan tersebut dan berharap saudara-saudara kita yang kena musibah diberikan kesabaran dan ketabahan. Itulah sikap yang dituliskan dalam AlQur'an surat Al-Baqarah ayat 153: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah salat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah bersama orang yang sabar.” 

Selanjutnya pada surat yang sama ayat 155-165 dikatakan, “Dan sesungguhnya Kami berikan kepadamu dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan (makanan). Dan sampaikanlah  berita gembira kepada orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang ketika ditimpa bencana, mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Artinya sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami kembali.”

Hikmah apa selanjutnya yang bisa kita ambil selanjutnya dari musibah yang datang silih berganti dan diluar kemampuan kita itu? Cukup banyak dan perlu menjadi bahan renungan kita bersama. Tuhan menurunkan setiap musibah itu pasti ada hikmah dibaliknya.

Cendikiawan Islam terkemuka di Tanah Air, Prof.  Dr. H. Azyumardi  Marza (2005) mengatakan setidaknya ada empat hikmah yang bisa diambil  terkait dengan musibah, yakni, pertama, menghilangkan kemungkinan munculnya prasangka kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa Ia telah meninggalkan, menghukum, dan bahkan menyiksa hamba-hamba-Nya dengan musibah dan ujian yang begitu berat. Dalam pikiran setiap manusia selalu ada anggapan jika sudah terlanda sebuah musibah, bukan tidak mungkin kita kehilangan pikiran dan perasaan yang jernih kepada  berbagai pihak, termasuk kepada Tuhan. Untuk menghindari hal itu, orang – orang beriman diajarkan untuk menyadari bahwa setiap peristiwa dan musibah terdapat berbagai hikmah untuk direnungkan.

Dalam  menghadapi musibah dengan tetap mempertahankan prasangka baik (huns al-zhan) kepada-Nya, orang beriman dianjurkan untuk banyak-banyak membaca wirid, mulai dengan istigfar (mohon ampun), tasbih (subhanallah, Maha Suci Allah), takbir (Allahu Akbar), dan lain-lain. Semua bacaan wirid selain menyucikan diri dari kemungkinan  munculnya prasangka  jelek (su’al-zhan) kepada Tuhan, juga sekaligus memperkuat  keimanan  dan sikap tawakal kita  menghadapi  berbagai  musibah dan ujian berat.

Kedua, menghilangkan rasa saling curiga atau bahkan saling menyalahkan   antara warga masyarakat dan pemimpin. Sepanjang bencana, kita sama-sama melihat  mulai muncul suara kurang profesional yang menunjukkan sikap tidak sensitif. Misalnya, curiga bantuan yang disalurkan akan dikorupsi atau diselewengkan.

Atau ketika ada tokoh-tokoh tertentu – terutama tokoh politik  mengunjungi, membantu dan menyantuni para korban musibah malah dinilai pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan politis dan popularitas serta tebar pesona. Pikiran sempit seperti ini terkadang membuat orang jadi “alergi” memberikan bantuan. Yang lebih menyakitkan lagi, bahwa seolah-olah terjadi “politisir” terhadap musibah tersebut.  Ini realita yang banyak kita temui saat ini.

Kita sepakat sosial kontrol dan pengawasan  dalam menyalurkan bantuan itu agar tidak diselewengkan perlu dilaksanakan. Tetapi, sikap sebuah prasangka yang baik perlu dikedepankan, bukan dengan prasarangka yang buruk dan penuh dengan kucurigaan. Sebab, pada gilirannya nanti prasangka jelek ini akan menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan  bukan hanya bagi penanganan situasi pasca musibah, tetapi juga bagi kehidupan sosial politik secara keseluruhan.

Penyakit tidak percaya (distrust) dan penuh curiga akhir-akhir ini cendrung semakin merajalela dalam berbagai level masyarakat kita. Sikap saling percaya (natural trust)  yang merupakan perekat  dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kelihatan semakin  menghilang. Ada pendapat masyarakat kita sudah menjadi  zero trust society. Padahal juga jelas bahwa bangsa Indonesia  tidak akan pernah kuat, apalagi untuk maju dan jaya, selama trust itu tidak ada di antara para pemimpin dan warga negaranya. 

Ketiga, memperkuat kembali solidaritas kemanusiaan dan kebangsaan.  Telah lama solidaritas kita seolah tercabik-cabik dalam hiruk pikuk dan konflik politik, baik pada tingkat lokal maupun nasional. Pada saat yang sama, korban terus berjatuhan diberbagai tempat di tanah air.  Konflik itu tidak hanya kepada natural disasters seperti banjir, tsunami, gempa dan sebagainya tapi juga man made  disasters seperti  konflik dan kekerasan komunal.

Kita bersyukur, solidaritas itu secara instan  muncul  dengan kuat ketika terjadi bencana-bencana  besar  seperti sekarang ini. Gejala ini memperlihatkan, lubuk hati yang paling dalam  bangsa Indonesia  masih memiliki  solidaritas yang kuat bagi saudara-saudara sebangsa setanah air yang mengalami  kenestapaan. Seharusnya solidaritas itu terus tumbuh dan berkembang di luar masa-masa bencana dan darurat. Rasa solidaritas yang kuat  menjadi modal dasar  untuk memecahkan berbagai persoalan  bangsa dan negara.

Keempat,  memperkuat keyakinan kita  bahwa kita manusia memang makluk lemah yang tidak berdaya menghadapi kekuatan alam yang tidak terduga. Apa yang sesungguhnya  yang terjadi dalam proses alam ini masih menjadi rasia yang tidak diketahui manusia. Ilmu pengetahuan dalam  mateorlogi dan geofisika hanya bisa mendeteksi  dan memprediksi  berbagai gejala, tetapi tidak mampu memastikan  kapan terjadi  suatu gempa atau tsunami.

Ilmu pengetahuan yang dimiliki  manusia  ternyata masih sedikit, seperti yang dikemukakan dalam AlQur'an “Wa mautitum min al al’ilm illaq qalila,” (tidaklah kamu diberi ilmu kecuali sedikit. Karena itu usaha-usaha keras  menuntut lmu pengetahuan  guna memahami tanda-tanda alam  menjadi keharusan terus menerus.

Ambil Hikmah Positif

Melalui tulisan yang sederhana penulis berharap kepada setiap umat, apapun agamanya untuk mengambil hikmah positif dari musibah yang terjadi akhir-akhir ini. Kesombongan dan keserakahan yang sudah merasuk pada sebagian hati kita perlu dikikis dan diganti dengan pendekatan hakiki kepada-Nya. Kita harus yakin, setiap musibah itu pasti ada hikmahnya.

Lalu kepada pemimpin yang daerahnya kena musibah saya berharap janganlah meninggalkan rakyatnya ketika dirundung musibah. Rakyat tidak bisa menerima apapun alasan kepergian pemimpinnya ke luar negeri disaat  negerinya dilanda duka nestapa. Permohan maaf tidak akan cukup, jika hati rakyat sudah terluka.  Luka yang sulit diobati jika sang pemimpin meninggal mereka. Sakitnya tak cukup di sini (mengambil istilah penyanyi Cita Citata) tapi sampai ke relung hati yang paling dalam.

Kita masih ingat  dengan sikap Presiden Amerika Serikat  Barack Obama beberapa waktu lalau yang rela menunda keberangkatannya ke luar negeri termasuk ke Indonesia karena ada persoalan krusial di negaranya yang harus dia tuntaskan. Waktu itu terjadi peristiwa tumpahan minyak di Teluk Meksiko yang dampaknya mulai menjalar ke pantai di wilayah Amerika Serikat. Oleh karenanya, sangat penting bagi Presiden Obama untuk tetap di negaranya. Sebuah teladan yang patut ditiru oleh pemimpin  yang asyik berpergian ke luar negeri di saat negaranya kena musibah.

Terakhir, semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari setiap musibah itu. (haluankepri.com)

BERITA TERKAIT

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…