Banyak Peminta-minta

Oleh : Kamsari

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Menarik mengutip teriakan Mohamad El Idris saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, kemarin. Terdakwa yang berprofesi kontraktor ini lantang menyebut bahwa di negara ini banyak tukang minta-minta. Tentu aja, maksudnya bukan pengemis. Tapi tukang minta-minta yang mintanya memaksa sambil melontarkan ancaman.

Ungkapan isi hati Idris bukan cuma itu. Bagi Idris kasus yang menerpanya merupakan bentuk ketidakadilan. Alasannya, pemberantasan korupsi di Indonesia hanya di hilir bukan di hulu.

Idris benar. Kalau ingin Indonesia ini bersih, jangan hanya memberantas korupsi di hilir saja. Lantaran kalau cuma di hilir yang dikejar, sampai 10 kali presiden pun korupsi bakal tetap marak. Ibaratnya, air sungai sudah keruh sejak di hulu. Jadi kalau ingin airnya jernih, jangan cuma hilir saja yang dibersihkan. Membersihkan hulu jauh lebih efektif dan bakal ada hasil.

Jika sistem pemberantasan korupsi tidak diubah, maka sesungguhnya korupsi di Indonesia tidak akan pernah tuntas. Kasus Idris, adalah gambaran bagaimana penegak hukum hanya membersihkan sampah di hilir. Sementara sumber sampahnya ada di hulu dan tak pernah bisa dijangkau untuk dibersihkan. Istilah Idris, banyak orang pintar di hulu. Maksudnya, pintar korupsi dan pintar untuk berkelit dari jerat hukum.

Sebagai kontraktor, iklim bisnis di negara ini membuat Idris harus menyediakan upeti kalau ingin mendapat proyek. Apalagi dengan tingkat bersaingan ketat, maka makin banyak pihak yang harus “diurus” Idris. Dia tak bisa mengelak, karena iklim bisnis di tanah air memang sudah begitu sejak dulu, mungkin juga sudah hidup dan berkembang sejak republik ini berdiri.

Selama ini, iklim Indonesia menyuburkan suap-menyuap. Sogok menyogok seolah hal yang biasa. Kalaupun ada yang tertangkap, tapi tidak ada yang jera. Perilaku suap-menyuap tetap akan dilakukan oleh lain orang.

Suap-menyuap merebak tak hanya untuk urusan bisnis seperti mencari proyek semata. Hampir di semua lini kehidupan orang Indonesia, suap menyuap seolah dianggap lumrah. Dalam mendapat KTP misalnya, orang tak risau kalau harus diminta petugas kelurahan untuk memberi beberapa lembar uang rupiah.

Kalau urusan yang ringan saja harus membayar, apalagi kalau urusannya sudah “berat”. Untuk mendapat pekerjaan contohnya. Banyak orang rela membayar ratusan juta agar bisa diterima di suatu instansi. Setelah diterima bekerja, orang yang menyuap tadi berbalik meminta suapan kepada masyarakat yang membutuhkan layanannya.

Tak heran, kalau perusahaan di tanah air harus menganggarkan biaya “upeti” dalam setiap urusan yang terkait dengan pemerintah. Baik urusan perizinan maupun mengail proyek. Des, anggaran proyek pun jadi bancakan beramai-ramai. Baik penguasa maupun pengusaha.

Semua kalangan sepakat, anggaran negara yang dikorup dan jadi bancakan bisa mencapai 30% dari total APBN tiap tahunnya.

Jadi, benar juga ucapan Megawati dulu, pegawai negeri di Indonesia adalah birokrasi keranjang sampah. Istilah Idris juga sangat tepat menggambarkan bobroknya bangsa kita, di negara ini banyak tukang minta-minta.

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…