Pemerintah Diminta Bela Produk Halal

NERACA

Jakarta – Pendiri Halal Corner Aisha Maharani meminta kepada pemerintah untuk memperhatikan dan membela produk produk halal. Ia menilai dengan membela produk halal, maka pemerintah dinilai telah menunjukkan nasionalismenya. Pihaknya pun merasa pesimis pemerintah akan fokus memasarkan produk halal lokal. “Pemerintah harus punya nasionalisme membela produk halal yang notabene adalah produk lokal, tidak dengan banyak mengimpor,” tutur Aisha, seperti dikutip, Senin (8/12).

Aisha menyatakan dengan semakin meningkatnya impor khususnya impor makanan maka keberpihakan pemerintah terhadap produk lokal dan yang juga produk halal akan semakin dipertanyakan. Menurut dia, undang-undang jaminan produk halal juga sudah jadi landasan hukum untuk menjamin kehalalan produk. Hanya saja, sistem yang diharapkan bisa mengatur industri halal, masih jauh. Meski untuk sistem audit produk halal Indonesia tidak kalah mumpuni.

Meski jumlah produk halal bertambah, pertumbuhannya tidak agresif. Padahal, sudah banyak produk halal berkualitas dengan harga kompetitif. “Dari 155 ribu produk yang beredar, hanya sekitar 13 ribu yang sudah bersertifikat halal atau hanya 8,4% saja. Sehingga dengan adanya UU jaminan produk halal, mestinya angka tersebut bisa dinaikkan sehingga membuat rasa nyaman terhadap konsumen di Indonesia yang mayoritas beragama muslim,” ucapnya.

Produk halal, sambung Aisha, sudah diakui non Muslim sebagai produk berkualitas karena Islam memegang prinsip halalan thayiban (halal dan baik) sehingga mutu terjamin. Ia mengapresiasi pemerintah daerah yang punya inisiatif mengembangkan pariwisata syariah atau produk halal dari daerahnya. Sebab jika bicara soal halal, kata Aisha, yang muncul bukan hanya angka tapi juga keberkahan.

Wajib Halal

Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014. UU Ini telah disetujui oleh Rapat Paripurna DPR-RI pada 25 September 2014, Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH) telah disahkan oleh Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, pada 17 Oktober 2014 mengatakan bahwa semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Pemerintah bertanggung jawab dalam menyelanggarakan Jaminan Produk Halal (JPH).

Selanjutnya, pada hari yang sama, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II Amir Syamsudin telah mengundangkan UU tersebut sebagai UU Nomor 33 Tahun 2014 yang terdiri atas 68 pasal. Untuk melaksanakan penyelenggaraan JPH itu, menurut UU ini, dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal ((BPJPH) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Dalam hal diperlukan, BPJPH dapat membentuk perwakilan di daerah. “Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden,” bunyi Pasal 5 Ayat (5) UU No. 33 Tahun 2014.

Menurut UU ini, dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal, BPJPH berwenang, antara lain merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH, menetakan norma, standar, prosedur dan kriteria JPH; menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal pada produk luar negeri dan melakukan registrasi Sertifikat Halal pada produk luar negeri. “Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud, BPJPH bekerjasama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI),” bunyi Pasal 7 UU ini.

Sementara itu, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan menyatakan keberadaan produk halal di Indonesia akan menentukan eksis tidaknya umat Islam sebagai penduduk mayoritas di Indonesia. Menurutnya, selama ini banyak produk bersertifikat halal di Indonesia sudah mendapat penghargaan di luar negeri. "Produk halal adalah salah satu yang menentukan umat Islam mayoritas atau tidak," kata Zulkifli.

Indonesia menurut Zulkifli harus jadi pelopor dalam pengembangan produk halal di dunia. Ia berharap Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai motor penggeraknya jangan kendor. Produk halal dan baik menurutnya harus jadi satu paket. Kehalalan sebuah produk yang bersertifikat tentu bisa diterima di negara lain. “Ini yang jadi kebanggan kita,” kata Zulkifli.

Ketua Umum MUI Pusat Din Syamsuddin mengatakan, kegiatan strategis seperti pameran dibutuhkan untuk mempromosikan produk dan budaya halal di Indonesia sebagai negara Islam “Halal sekarang telah jadi tren global, tidak hanya di negara Islam tapi juga di negara lain,” kata Din. Beberapa negara non-muslim menurutnya juga berharap jadi kiblat produk halal dunia seperti Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok.

Karena itu, lanjut Din, Indonesia diharapkan jangan ragu untuk terus mengembangkan produk halal. “Apalagi sekarang ini sudah ada Undang-undang Jaminan Produk Halal. Undang-undang ini diharapkan bisa memberikan jaminan pada umat muslim agar tidak salah mengonsumsi sebuah produk,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

UMKM Perikanan Potensial di 12 Provinsi Terus Didorong

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memberikan dukungan penuh terhadap 376 Unit Pengolahan Ikan (UPI) Usaha Mikro…

Indonesia dan Tunisia Segera Tuntaskan Perundingan IT-PTA

NERACA Tangerang – Indonesia dan Tunisia segera menuntaskan Perundingan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) pada 2024. Ini ditandai dengan  penyelesaian…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

UMKM Perikanan Potensial di 12 Provinsi Terus Didorong

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memberikan dukungan penuh terhadap 376 Unit Pengolahan Ikan (UPI) Usaha Mikro…

Indonesia dan Tunisia Segera Tuntaskan Perundingan IT-PTA

NERACA Tangerang – Indonesia dan Tunisia segera menuntaskan Perundingan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) pada 2024. Ini ditandai dengan  penyelesaian…