Bagi orang yang bergelut dalam dunia pendidikan, istilah kurikulum bukanlah istilah asing. Karena kurikulum bagian dari dunia pendidikan. Menurut Prof. DR. Al-Rasyidin, M.Ag (2014:128), kurikulum adalah seluruh rencana pembelajaran yang dijadikan pedoman oleh semua civitas akademika yang terdapat dalam suatu lembaga pendidikan formal maupun nonformal untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Jika kurikulum diidentik dengan mata pelajaran kurang tepat. Oleh karena formula kurikulum itu bukan hanya pelajaran saja. Hasan Basri (2014: 127-128) yang dinamakan kurikulum mencakup sistem dan metode pembelajaran, hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik, pengawasan perkembangan mental anak didik, dan sistem evaluasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013 tentang standar nasional pendidikan, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, tidak terlepas dari desain kurikulum yang dibuat pemangku jabatan (Menteri Pendidikan). Oleh karena kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Jika kita menoleh ke belakang, dunia pendidikan kita telah mengalami perubahan kurikulum. Bahkan kurikulum yang baru belum diterapkan sepenuhnya, sudah muncul kurikulum baru. Hal ini konsekuensi pergantian dan kepentingan yang berkuasa. Penulis tidak mau berandai-andai tentang hal ini. Tapi faktanya seperti itu.
Perbedaan orang yang berkuasa di bidang pendidikan juga memiliki pengaruh. Ungkapan yang sering terdengar dari masyarakat adalah “Berganti menteri maka berganti pulalah kebijakan dalam pendidikan di negara ini”, khususnya kurikulum yang diterapkan.
Harus diakui pula bahwa perubahan kurikulum di suatu negara memang sifatnya dinamis. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan sekarang ini, dunia pendidikan tidak boleh berdiam diri dan tetap mempertahankan kurikulum sampai berpuluh-puluh tahun. Jadi, sifat kurikulum bersifat dinamis.
Orientasi Kurikulum
Kurikulum didesain sedemikian rupa tentu memiliki orientasi terhadap anak didik. Secara sederhana orientasi kurikulum adalah memberikan arah dan pedoman untuk memenuhi kebutuhan anak didik serta disesuaikan dengan minat, bakat, dan kemampuannya.
Pendidikan tidak hanya mengajarkan ilmu dan keterampilan serta kepekaan rasa (kebudayaan) atau agama, seyogianya pendidikan memberi perlengkapan kepada anak didik untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya, baik persoalan yang sudah tampak atau maupun persoalan-persoalan di masa mendatang. Oleh karena itu, pendidikan harus berorientasi kepada masa mendatang. Oleh karena anak didik yang ditempa sekarang untuk generasi yang mendatang. Umar bin Khaththab berkata, “Didiklah anak-anakmu, sesungguhnya mereka dilahirkan untuk zaman yang berbeda dengan zamanmu”.
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 yang merupakan kebijakan dari menteri yang lama, sepertinya menyisakan ketidakjelasan sampai saat ini. Misalkan buku, sampai sekarang pendistribusian buku tidak diketahui nasibnya. Karena masih ada sekolah yang belum menerima dan menggunakan buku kurikulum 2013.
Proses percetakan dan pend-istribusian sampai ke sekolah yang lamban menjadi alasan kurikulum 2013 tidak terlaksana dengan baik. Sistem percetakan bersifat sentral (pusat) seharusnya menjadi evaluasi bagi kementrian pendidikan. Seyogianya, percetakan buku kurikulum baru diserahkan kepada daerah. Dengan demikian pendistribusian buku akan begitu cepat dan merata. Jika memang ada suatu daerah benar-benar tidak ada didapati percetakan, maka percetakan diserahkan kepada daerah yang berdekatan. Dalam hal ini semua pihak harus ikut berpartisipasi.
Efektifkah Kurikukulum 2013?
Dalam beberapa kesempatan, Menteri Pendidikan dan kebudayaan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan, mengatakan akan mengevaluasi Ujian Nasional (UN) dan Kurikulum 2013 terkait adanya penolakan.
Orang yang paling merasakan tentang implementasi kurikulum 2013 adalah guru dan orangtua. Bagaimana seorang guru begitu repotnya menjalankan kurikulum 2013. Sebagai orangtua juga tidaklah hebatnya. Hal ini kita dapat lihat bagaimana komentar-komentar masyarakat Indonesia di halaman facebook Kementrian Pendidikan. Walaupun, kurikulum merupakan salah satu penentu keberhasilan pendidikan, namun fungsi guru tidak kalah hebatnya.
Permasalahan lainnya adalah tentang kurikulum 2013 adalah tentang evaluasi. Menurut penulis pekerjaan mengevaluasi setiap anak didik menjadi beban bagi setiap guru. Oleh karena, dalam kurikulum 2013 diharuskan setiap waktunya mengevaluasi anak didiknya. Padahal setiap guru menghadapi anak didik dalam jumlah banyak. Belum lagi mengajar di tempat yang lain.
Kurikulum 2013 yang telah dijalankan, dari segi teori, muatan dan arahnya baik. Tapi dalam taraf aplikasi banyak hal yang harus dievaluasi kembali. Ini lah harapan guru-guru dan para orangtua yang ada di negeri ini kepada kementrian yang baru. (analisadaily.com)
Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…
Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…
Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…
Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…
Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…
Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…