Kemenperin Dorong Industri Gunakan Bahan Baku Lokal - Upaya Menekan Angka Impor

NERACA

Cilegon – Menteri Perindustrian Saleh Husain mengatakan sejalan dengan instruksi Presiden Joko Widodo, semua industri dalam negeri bisa mengoptimalkan penggunaan bahan baku lokal. Upaya ini dilakukan agar penyerapan produk lokal lebih besar, dan tentu saja dapat menekan impor bahan baku.

“Apa yang ada di dalam negeri seoptimal mungkin bisa dimanfaatkan. Ini sebagai langkah menekan impor dan tentu bisa mengurangi defisit transaksi perdagangan kita,” katanya kepada wartawan saat melakukan kunjungan kerja di sejumlah pabrik di Cilegon, Banten, Rabu (26/11).

Tapi memang, lanjut Saleh, karena keterbatasan, tidak semua bahan baku bisa didapatkan di dalam negeri. “Dalam hal ini jadi memang semua yang ada dan memang bisa dimanfaatkan bisa kita gunakan. Tapi memang yang memang tidak ada, dan tidak bisa diproduksi di dalam negeri baru kita impor. Arah kebijakan kami ke depan tentu saja sesuai dengan arahan presiden, tetap pada penggunaan produk dalam negeri,” tandas dia lagi.

Dia juga menyadari tantangan industri nasional sangat kompleks, oleh karenanya dirinya berjanji akan terus memonitor seluruh permasalahan dan tantangan-tantangan ke depan untuk diaplikasikan dengan program kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah ke depan. “Kunjungan kami ke pabrik, ingin mengetahui apa saja permasalahan-permasalahan yang ada untuk kita menjadi bahan masukan dan rujukan kami untuk di jadikan kebijakan ke depan nantinya. Intinya agar industri nasional ke depan bisa lebih baik,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Irvan K Hakim, membenarkan salah satu masalah utama dari industri dalam negri adalah minimnya pasokan bahan baku. Selain itu masalah tata niaga dimana permintaan dan suplai yang kadang masih tidak seimbang menjadikan kadang produksi menjadi menurun. “Bahan baku salah satu masalah, di samping masalah-masalah lainnya,” katanya.

Penyerapan Domestik Rendah

Namun begitu, untuk saat ini masalah utama yang dihadapi oleh industri baja adalah menurunnya ekonomi global terutama negara maju seperti Amerika Serikat dan China  menyebabkan harga baja jatuh, sedangkan penyerapan dalam negeri masih rendah, tapi jika penyerapan dalam negeri tinggi, meski global mengalami penurunan dampaknya tidak terlalu signifikan. “Seperti di China sekarang pertumbuhannya hanya sekitar 7,3%, padahal China merupakan salah satu negara tujuan ekspor, dengan menurunnya produksi berdampak pada ekspor nasional,” ujarnya.

Menurut dia, selama 12 tahun terakhir, permintaan produk baja hanya tumbuh sekitar 11-12 persen saja pertahunnya, itu masih sangat realitif kecil. “Pertahunnya permintaan dihitung secara rata-rata naik dan turun pertumbuhannya hanya 11 hingga 12 persen saja,” ucapnya.

Itu sebabnya, program tol laut nasional yang dikembangkan Presiden Jokowi merupakan sinyal positif bagi industri baja, dimana diharapkan nantinya semua galangan kapal bisa menyerap produk-produk baja lokal. “Selama ini memang industri galangan kapal sudah berkembang di Batam, itu karena arus bahan baku disana lebih mudah didatangkan dari luar. Oleh karenanya diharapkan untuk daerah lain industri itu bisa berkembang, dan yang terpenting bisa memanfaatkan produk baja lokal,” sebutnya.

Selain itu, pemerintah saat ini sedang menggenjot pembangunan infrastuktur, ini juga menjadi salah satu peluang industri lokal untuk bisa berkontribusi untuk pemenuhan matrialnya salah satunya adalah baja. “Harusnya tahun depan pertumbuhan industri baja sendiri bisa lebih baik, seiring dengan keinginan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur,” tandasnya.

Sementara itu, menurut President Director PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Erwin Ciputra mengatakan masalah yang masih terus mengganjal adalah masalah infrastruktur, terutama untuk masalah kelistrikan, mengingat perusahaan kami banyak menggunakan daya listrik tinggi. Sementara listrik untuk industri tidak mendapatkan subsidi, sehingga biaya produksi perusahaan untuk listrik sendiri sangat besar. “Untuk perusahaan kami di listrik yang masih menjadi kendala. Oleh karenanya kami berharap ada insentif dari pemerintah agar cost kami bisa sedikit ditekan,” ujar dia.

Ditanya mengenai penyerapan dalam negeri sendiri, saat ini masih cukup tinggi, banyak perusahaan nasional yang ambil bahan baku dari kami seperti perusahaan softex dan pampers. “Perusahaan kami group, ada pun untuk bahan baku ada perusahaan nasional yang ambil dari kita. Dan ada juga produk kami yang kami ekspor. Tapi permintaan dalam negeri saja sudah relaitif cukup tinggi,” tukasnya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…