Kualitas Keberagamaan - Oleh: Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, Dosen UIN Malang

Boleh-boleh saja seseorang di dalam hatinya megatakan bahwa kualitas keberagamaan dirinya sendiri sudah berada pada tingkat yang amat tinggi, atau katakanlah telah sempurna. Mereka telah merasa bahwa apa yang dilakukan, atau perilakunya telah sesuai sepenuhnya dengan ajaran agamanya. Dalam pikirannya, mereka merasa paling Islam, paling benar, dan apa saja yang dilakukannya sudah sesuai dengan anjuran kitab suci dan tauladan nabinya.

Perasaan seperti tersebut itu manakala benar-benar hinggap atau berada pada hati seseorang maka justru akan mengurangi tingkat keberagamaan yang bersangkutan. Siapapun tidak ada yang tahu dengan sebenarnya tentang kualitas keberagamaan itu. Semua orang kecuali nabi, tidak ada yang sempurna. Manusia memiliki sifat, yaitu tempatnya salah dan lupa. Sepanjang masih menjadi manusia, maka pada dirinya itu memiliki peluang berbuat salah dan dosa. Oleh karena itu sebenarnya, tidak ada orang yang berhak mengklaim bahwa keberagamaan dirinya sudah sempurna.

Benar bahwa semua orang berharap menjadi mukmin dan muslim sempurna. Akan tetapi kesempurnaan itu selalu lewat proses yang tidak sederhana dan mudah. Aspek atau ruang lingkup Islam sedemikian luas, baik yang berada pada wilayah lahir maupun yang bersifat batin. Keberagaan seseorang tidak cukup hanya dilihat dari aspek lahirnya saja. Mungkin saja, seseorang dari aspek lahir, sudah kelihatan sangat sempurna. Ia tampak alim, banyak amal dan demikian pula akhlaknya dirasakan begitu baik oleh kebanyakan orang.

Akan tetapi persoalannya adalah, bahwa keberagamaan seseorang bukan berhenti pada aspek lahir, melainkan juga aspek batin. Dalam Islam ada konsep niat, ikhlas, tawakkal, bersyukur, dan lain-lain. Aspek yang dimaksudkan itu berada pada wilayah batin, sehingga tidak akan diketahui, bahkan oleh yang bersangkutan sendiri. Aspek batin hanya Tuhan yang mengetahui. Boleh-boleh saja seseorang merasa atau mengatakan bahwa dirinya ikhlas, pandai bersyukur, dan sejenisnya, akan tetapi hal itu secara hakiki belum tentu benar.

Perasaan bahwa dirinya dalam beragama atau tegasnya dalam ber-Islam sudah benar dan apalagi sudah sempurna maka akan menggambarkan bahwa seolah-olah ajaran Islam itu terbatas. Padahal tidak demikian itu sebenarnya. Islam mengajarkan agar kaum muslimin selalu berusaha mencari ilmu sepanjang hidupnya. Itu artinya, bahwa ilmu itu begitu luas, dan bahkan dinyatakan bahwa seluas apapun ilmu yang berhasil ditangkap oleh manusia, pada hakekatnya adalah sedikit.

Sebagai gambaran bahwa setiap muslim dan mukmin masih selalu dalam keadaan belum sempurna, maka pada setiap hari tidak kurang 17 kali dalam shalat, mereka diwajibkan membaca doa agar ditunjukkan jalan yang lurus. Melalui doa wajib itu maka bisa ditangkap artinya bahwa sekalipun sudah menjadi muslim dan mukmin, masih selalu memerlukan petunjuk oleh karena belum berada pada kesempurnaan itu.

Selain itu, orang yang sudah merasa sempurna akan merugi oleh karena, selain menjadi tidak bersemangat untuk melakukan pencaharian lebih lanjut, juga bisa terjerumus pada bahaya, yakni selalu menyalahkan orang lain. Orang lain diangap salah sedangkan dirinya yang paling benar. Perasaan seperti itu tidak boleh terjadi atau ditumbuh-kembangkan pada diri seseorang. Penilaian terhadap keimanan, hidayah, ketaqwaan seharusnya diserahkan kepada Dzat Yang Maha memiliki otoritas, ialah Allah swt. Manusia tidak akan mampu menentukan secara tepat tentang kualitas keberagamaan seseorang.

Kualitas keberagamaan adalah bersifat dinamis dan dalam proses dari waktu ke waktu. Semua orang selama dalam hidupnya berada pada proses itu. Mereka menuju pada kesempurnaan. Sedang siapa sebenarnya yang paling sempurna juga tidak ada seorang pun yang tahu. Kualitas keberagaan tidak cukup dilihat dari simbol-simbol yang tampak, seperti bentuk pakaian, jabatan, ilmu, gelar, posisi dalam organisasi, dan sejenisnya, tetapi lebih dalam dari itu semua, dan hanya Tuhan sendiri yang mengetahui. Tugas manusia adalah berusaha untuk meraih kesempurnaan itu. Kita berdoa, semoga semua mendapatkan kualitas terbaik dan sempurna. Wallahu a'lam. (uin-malang.ac.id)

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…