Mengapa Lulusan Pendidikan Formal Susah cari Kerja? - Oleh: Aries Musnandar, Dosen PTN

Kalau Anda mengadakan survei terhadap lulusan pendidikan khususnya para sarjana S1, maka besar kemungkinan akan diperoleh temuan data bahwa lebih dari 50% lulusan S1 berusaha mencari pekerjaan alias melamar kerja di perusahaan atau instansi tertentu agar dapat menjadi pegawai atau karyawan. Fenomena umum tersebut diatas mudah dijumpai, padahal pendidikan tinggi (baca" universitas) di negeri ini tidak menyiapkan mahasiswa untuk langsung siap kerja sekalipun dari jurusan kedokteran (S1) karena memang setelah menjadi sarjana kedokteran mereka mesti melalui program "co-as" sebelum boleh bekerja sesuai keahliannya.

Selama ini saya kerap didatangi dan di hubungi mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi yang menanyakan teknik-teknik menghadapi tes karyawan. Berdasarkan pengalaman saya berinteraksi dengan para pencari kerja itu tampak bahwa rata-rata sikap penampilan mereka kurang meyakinkan, sehingga kerap pada saat wawancara awal saja sudah tidak memenuhi kriteria mengikuti tes lanjutan.

Terpaksa saya perlu kerja keras membenahi kualitas softskills mereka dalam menjalani wawancara dan tes masuk kerja perusahaan. Tak jarang saya melakukan simulasi dan role play dengan mereka untuk memoles dan meningkatkan kualitas "attitude & response" pelamar agar nantinya dalam mengikuti serangkaian tes yang dilakukan perusahaan mampu memperlihatkan kecakapan softskills yang diharapkan. Tentu "crash program" peningkatan softkills melalui bermain peran dan simulasi hanya memiliki waktu terbatas, namun paling tidak sedikit banyak menambah wawasan mereka tentang perlunya selalu menaruh perhatian pada kecakapan yang diperlukan di dunia kerja tersebut.

Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya diterima kerja di berbagai perusahaan dan biasanya mereka mengabarkan saya baik melalui sms maupun kembali datang kerumah saya untuk membagi cerita cerianya sehubungan dengan penerimaan mereka sebagai karyawan.

Saking besarnya perhatian mereka pada kemampuan akademik untuk menentukan siswa/mahasiswa itu terbaik atau teladan kriterianya adalah memiliki nilai prestasi akademik (IP) yang tertinggi. Sementara itu kecakapan softskills seperti kreativitas mengatasi masalah, keterampilan berkomunikasi, percaya diri, interaksi sosial dan sejumlah sikap dan perilaku soft lainnya tidak atau kurang diberdayakan oleh para guru/dosen di ruang-ruang kelas pada saat pembelajaran berlangsung. (umm.ac.id)

 

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…