MENGANTISIPASI RASA KHAWATIR HARGA BBM NAIK - Perlu Perhitungan Logis dan Cepat

 

Jakarta - Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kini menjadi kekhawatiran utama masyarakat Indonesia yang terpotret dalam survei terkini perusahaan riset The Nielsen Company. Berdasarkan hasil survei, pada kuartal kedua 2014, sekitar 34% masyarakat menyatakan kekhawatiran utama mereka adalah keadaan ekonomi. Namun, pada kuartal selanjutnya, sebanyak 28% masyarakat mengaku kenaikan harga BBM adalah kekhawatiran terbesar mereka.


NERACA
Pasalnya, menurut survei lembaga itu, kenaikan harga BBM begitu berdampak signifikan terhadap daya beli konsumen, karena harga BBM memengaruhi banyak pos pengeluaran lainnya. Keputusan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM berpotensi menurunkan tingkat konsumsi dan kepercayaan diri masyarakat untuk sesaat dan kemudian bisa pulih kembali.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini, kenaikan harga BBM bersubsidi memberikan dampak amat besar terhadap perekonomian. Kenaikan harga BBM bersubsidi tidak semata-mata dilakukan dengan pertimbangan waktu, namun dilakukan pada saat inflasi rendah.

"Karena pada dasarnya secara kumulatif dampak dari kenaikan harga BBM kan akan dirasakan oleh seluruh masyarakat," ujarnya kepada Neraca, Rabu (12/11).

Menurut dia, pemerintahan Jokowi-JK berkali-kali mengatakan akan menggunakan pendekatan ekonomi yang berbeda, yakni kemandirian ekonomi, di mana melibatkan seluruh pelaku bisnis, termasuk pelaku bisnis mikro. Padahal, lanjut Hendri, pelaku bisnis mikro tersebut pasti akan terkena dampak kenaikan harga BBM bersubsidi.

“BBM dinaikkan  akan meningkatkan jumlah kemiskinan dan pengangguran. Ini akan menjadi ongkos yang mahal lagi bagi APBN. Jadi, makanya bagi saya ini harus ada perhitungan yang betul-betul, apa desain kebijakan yang akan dilakukan,” ujarnya.

Hendri pun mengingatkan pemerintah, harus melakukan perhitungan yang betul serta membangun desain kebijakan yang pas untuk mengantisipasi gejolak akibat kenaikan BBM ini."Setiap kali terjadi perubahan kebijakan terutama untuk yang harga yang ditetapkan pemerintah, basisnya pertimbangannya tidak hanya ekonomi tetapi juga politik," tutur dia.

Menurut dia, pemerintah harus bergerak cepat untuk mengatasinya apabila kenaikan harga BBM terjadi bulan ini, kemudian rencana bantuan tunai tidak cukup jadi kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi. Apalagi, menurut dia, kali ini pemerintah menggunakan pendekatan kemandirian untuk pembangunan ekonomi. Jika informasi yang terdengar adalah pemerintah menyiapkan Rp5 triliun untuk 15,5 juta keluarga, dia mempertanyakan implikasi dan kelanjutan dari BLT itu sendiri karena untuk melanjutkan kompensasi itu pemerintah harus mendapat persetujuan DPR lagi.

"Memang kesalahan alokasi anggaran negara yang cukup lama ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu semalam. Apalagi, sistem politik Indonesia membuat peran DPR sangat besar dalam menentukan anggaran dan undang-undang," ujarnya.

Bagi pemerintahan Jokowi-JK yang mengusung ekonomi kerakyatan, lanjut dia, semestinya kebijakan kompensasi berbeda dengan kebijakan pemerintah sebelumnya. Pemerintah harusnya mampu menyiapkan kebijakan yang lebih baik, sehingga dapat menjaga daya beli petani, buruh dan lain-lain.

"Kebijakan lain misalnya, dikeluarkan kebijakan baru untuk menjaga daya saing produk terutama pebisnis mikro dan kecil untuk menjaga pasar. Tidak heran bila setelah kenaikan harga BBM, jumlah orang miskin bertambah dan daya saing UMKM tertekan sehingga pengangguran meningkat. Jadinya membebani APBN lagi," tandas Hendri.

Dia mengakui kenaikan harga BBM bersubsidi bakal memberatkan dan mengganggu stabilitas perekonomian nasional. Terutama kaitannya dengan angka kemiskinan yang saat ini sudah mendekati 68 juta orang.

"Kalau harga BBM dinaikkan maka dampaknya sangat besar menggerus daya beli masyarakat. Bagaimana dengan daya saing? UKM menggunakan juga BBM subsidi untuk mengangkut barang dagangannya. Pemerintah harus memperhatikan dan menjaga daya saing masyarakat yang menurun dan membuat kebijakan yang tepat atas hal ini. Yang terpenting, daya beli masyarakat tidak terlalu terganggu," ujarnya.

Guru besar ekonomi Unpad Prof  Dr  Ina Primiana mengatakan, dampak akan adanya kenaikan harga BBM subsidi yang langsung terasa adalah kenaikan harga kebutuhan pokok (pangan), oleh karenanya jika pemerintah menaikan harga BBM yang harus dilakukan segera adalah operasi pasar agar harga-harga pangan bisa ditekan, spekulan tidak serta merta menaikan harga seenaknya.

“Jangan sampai kenaikan harga BBM menjadi alat bagi orang-orang yang ambil keuntungan disitu, oleh karenanya pemerintah harus mampu menekan harga, agar kondisi harga-harga barang di pasaran tidak terlalu signifikan naiknya,” ujarnya, kemarin.

Selain itu juga, jika memang pemerintah menaikkan harga BBM subsidi setidaknya ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai pengalihan dari anggaran subsidi BBM seperti menglihkan untuk subsidi bunga perbankan terutama sektor UKM yang sedang prospektif, mensubsidi benih baik sektor pertanian, perikanan maupun kelautan maupun sektor yang lain guna meningkatkan kualitas dan penambahan produksi, ketiga infrastruktur penunjang.

Ancaman Inflasi Tinggi

Namun begitu, menurut Ina langkah pemerintah jika menaikan harga BBM subsidi pada akhir tahun ini kurang tepat, inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi rendah, harusnya pemerintah menyiapkan dulu langkah-langkah antisipasi kenaikan BBM. “Sekarang (akhir tahun) masih kurang tepat, paling cepat awal tahun 2015 setelah semuanya dipersiapkan, sehingga masyarakat tidak kaget akan dampak kenaikan BBM subsidi,” tuturnya.

Pengamat ekonomi Umar Juoro menjelaskan, kenaikan harga BBM bersubsidi tentunya bisa memicu inflasi dan mengancam daya beli masyarakat lantaran beberapa harga mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan harga BBM. “Inflasi bakal meningkat tajam dan tak terkendali jika pemerintah belum menyiapkan strategi agar mengurangi dampak yang ditimbulkan salah satunya kenaikan harga barang,” ujarnya.

Menurut dia, korban utama dari kenaikan ini adalah masyarakat dengan ekonomi kelas menengah ke bawah. Artinya, masyarakat dengan pendapatan rendah akan merasakan dampak kenaikan yang cukup besar. Oleh sebab itu, kata dia, untuk menghindarkan warga dari krisis ekonomi adalah, pemerintah wajib memberikan kompensasi pada warga miskin. Agar biaya yang dikeluarkan mereka dapat dibantu oleh pemerintah.

Dia mengatakan jika pemerintahan Jokowi menaikkan harga BBM sebesar Rp 2.000 per liter maka akan memberikan ruang fiskal untuk realokasi anggaran sekitar Rp 92 triliun. Dampak inflasinya tambahan sekitar satu hingga 1,5%. “Tinggal yang harus diperhitungkan adalah dampak sosial politiknya,” ujarnya. agus/bari/mohar

 

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…