Solusi Kebijakan Subsidi BBM

Oleh: Imaduddin Abdullah

Peneliti Indef

Dalam beberapa minggu terakhir isu kenaikan BBM kembali menjadi isu yang ramai dibicarakan di berbagai media nasional. Permasalahan subsidi bahan bakar minyak (BBM) selalu menjadi permasalahan krusial dalam ekonomi Indonesia.

Permasalahan menjadi krusial karena subsidi BBM menyangkut kehidupan ratusan juta rakyat Indonesia namun bebannya bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat besar. Dalam LKPP 2010, Rp82,4 triliun habis untuk subsidi BBM. Nilai subsidi BBM terus meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai Rp246,5 triliun pada 2014.

Kenaikan subsidi BBM yang semakin tinggi tidak terlepas dari besarnya konsumsi BBM. Pada 2010, konsumsi BBM subsidi masih 35,8 juta kilo liter. Jumlah tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 7,5%.

Pada 2013, konsumsi subsidi BBM sudah mencapai 50 juta kilo liter.Besarnya konsumsi BBM juga memiliki kaitan yang erat dengan pertumbuhan kendaraan bermotor. Dalam kurun waktu 2008-2012, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 11,3%.

Dari berbagai jenis kendaraan bermotor, mobil pribadi dan sepeda motor adalah dua jenis kendaraan yang mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun terbesar masing-masing sebesar 8,5% dan 12,5%.

Berbagai langkah pembatasan konsumsi BBM sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menahan laju konsumsi BBM, mulai dari pemasangan stiker mobil dinas hingga pembatasan jam dan lokasi distribusi BBM bersubsidi.

Namun, hasilnya masih nihil. Pemasangan radio frequency identification (RFID) yang sempat digadang-gadang sebagai solusi pintar pembatasan konsumsi subsidi BBM juga tidak jelas nasib dan kelanjutannya.

Melihat permasalahan ini, maka tidak ada cara lain selain membuat kebijakan yang revolusioner dengan melarang penggunaan konsumsi BBM untuk kendaraan pribadi. Kebijakan tersebut harus segera dijalankan oleh pemerintah secara konsisten dan berkesinambungan. Pemerintah Jokowi-JK harus berani tidak populer dengan melarang penggunaan konsumsi BBM bersubsidi oleh kendaraan pribadi.

Selain itu, pemerintah juga perlu menghentikan laju pertumbuhan mobil dengan mengalihkan subsidi BBM ke pos subsidi Public Service Obligation (PSO) terutama pada pos transportasi umum untuk membangun fasilitas transportasi masyarakat yang layak, andal, dan terjangkau bagi seluruh kalangan masyarakat sehingga masyarakat, secara bertahap, mau beralih dari moda transportasi pribadi ke transportasi publik.

Melalui kebijakan ini, maka ketergantungan terhadap BBM bersubsidi dapat segera diakhiri. Lebih dari itu, kebijakan mobil murah yang dikeluarkan oleh pemerintah sebelumnya harus dibatalkan karena kebijakan ini kontradiktif dengan upaya pemerintah dalam mengendalikan subsidi BBM dan juga dalam upaya untuk mengurangi kemacetan yang terjadi di beberapa kota besar di Indonesia.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…