KENAIKAN TARIF SETIAP 2 TAHUN HARUS DIREVISI - UU Jalan Tol Tak Berpihak ke Konsumen

Jakarta - Kecuali tol Bandara dan tol Cikampek, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dalam waktu dekat segera menaikkan tarif 13 ruas jalan tol sekitar 11%-13%. Tapi yang jelas kenaikan tarif tol setiap dua tahun sekali ini sesuai “perintah” UU 38/2004 dinilai tidak berpihak ke konsumen. Ujung-ujungnya pelaku UMKM dan angkutan bus penumpang akan terpukul serta menaikkan harga barang, sebagai dampak kenaikan tarif tol tersebut. 

NERACA

Adapun ke-13 ruas tol yang bakal naik tarifnya adalah Jagorawi, Jakarta-Tangerang, tol Dalam Kota, Tangerang-Merak, tol BSD, tol Ulujami- Bintaro, JORR (Jakarta Outer Ring Road), Cipularang, Padaleunyi, Palikanci, tol Semarang, tol Belmera, dan tol Surabaya-Gempol.

Menurut Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo, UU tentang jalan tol No. 38/2004 mendesak direvisi dan harus berpihak pada kepentingan konsumen. Karena saat ini, UU tersebut terkesan berat sebelah karena hanya menguntungkan pihak investor.

"UU jalan tol sekarang ini terlalu memanjakan investor. Revisi UU jalan itu perlu dan mesti dilakukan. Menaikkan tarif tol setiap 2 tahun itu sah dilakukan. Namun besaranya jangan semata-mata inflasi yang dijadikan patokan,” ujarnya kepada Neraca, Senin (5/9).

Menurut dia, sebelum menaikkan tarif, pemerintah seharusnya meminta agar operator melakukan dulu efisiensi. Pemerintah selama ini tidak memikirkan rakyat sebagai konsumen. Berkali-kali menaikkan tarif tol, tapi perbaikan fasilitas lamban. Sebagai konsumen mungkin akan rela mengikuti kenaikan tarif kalau infrastruktur jalan tol yang rusak diperbaiki, atau penambahan jalan baru 1000 km tiap tahun. Tapi kenyataannya hanya terealisasi penambahan jalan tol 20 km tiap tahun. 

"Pengguna jalan tol itu tiap tahun naik 7%. Artinya, tanpa terus menerus menaikan tarif, operator jalan tol akan tetap untung. Mencari untung itu wajar, tapi kalau terlalu besar seperti ini saya tidak setuju. Tidak adil buat pengguna jalan tol. Kalau pun ingin menaikkan tarif, pemerintah minta operator untuk melakukan peningkatan fasilitas," ujarnya.

Secara terpisah, pengamat perkotaan Yayat Supriyatna menilai penentuan kenaikan tarif tol harus terbuka kepada publik. Karena itu masyarakat bisa menggugat perhitungan yang tidak terbuka dengan menggunakan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Tanpa adanya keterbukaan, ujung-ujungnya kenaikan tarif ini jelas akan memberi efek domino terhadap kenaikan harga dan kualitas barang dan jasa akibat kenaikan biaya transportasi,” ujarnya kemarin.

Masyarakat sejauh ini tidak tahu kesepakatan antara operator jalan tol dengan pemerintah. Yang mereka tahu adalah tarif tol naik terus. “Dengan adanya UU KIP seharusnya masyarakat diberitahu tentang kejelasan kenaikan tarif,”jelasnya

Harus Proporsional

Semestinya, kata Yayat, kenaikan tarif tol berbanding lurus dengan peningkatan layanan jalan tol. Orang bayar tol paradigmanya untuk ikut membangun tol. Sementara perubahan pelayanan secara riil nyaris tidak ada. “Ruas jalan tol yang "gemuk" jangan dinaikkan terlalu tinggi, sementara yang sedang kenaikannya juga sedang. Tidak adil kalau semuanya dinaikkan 13%. Harus ada subsidi silang agar proporsional dan adil,” imbuhnya.

Dari kalangan DPR, anggota dewan merespon desakan revisi UU 38/204 terutama pasal kenaikan tarif. Pasalnya, kenaikan tarif dasar tol setiap 2 tahun sekali dianggap terlalu cepat dirasakan oleh masyarakat. Bahkan tempo dua tahun sekali ini  dianggap terlalu memberatkan.

“Kita akan segera revisi dan mudah-mudahan awal tahun depan sudah jadi,” tegas Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin Muhammad Said kemarin.

Menurut dia, UU 38/2004 ini dianggap terlalu memberatkan beban masyarakat. Padahal pemakai kendaran mobl itu tak semuanya “orang mampu”. Malah ada mobil yang untuk usaha. “Walau hanya pemakai kendaraan bermobil, pemilik mobil itu juga bukan hanya golongan menengah ke atas, tapi juga menengah ke bawah. Misalnya untuk usaha UMKM,,”ungkapnya.

Muhidin mengakui, pelayanan jalan tol ini sangat memprihatinkan. Karena belum diimbangi dengan kondisi yang ada. “Kenaikan tarif tol tdak diimbangi dengan pelayanan yang baik, coba  lihat dibeberapa ruas jalan tol, kok bisa macet selain itu masih banyak jalan tol yang rusak,”paparnya.

Di tempat terpisah, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Ahmad Gani Gazali, kemarin, mengatakan besaran penyesuaian tarif tol saat ini masih dalam proses. Namun bisa lebih rendah dari yang perhitungan yang pernah diperkirakan. “Diperkirakan besaran penyesuaian tarif tol sebesar 11-13%. Ada kemungkinan akan jauh lebih rendah dari hitungan semula,” ujarnya.

Lebih jauh Gani mengakui pihaknya sudah mendapatkan kajian perhitungan inflasi dari BPS. Yakni akan disesuaikan dengan data inflasi yang diperolehnya dari Badan Pusat Statistik (BPS) periode 1 Agustus 2009 - 31 Juli 2011. “Kami baru dapat data mentah dari BPS. Yakni, inflasi rata-rata sekitar 7,58% – 12,48 %,” tambahnya.  

Namun dia menilai dari 13 ruas tol tersebut, ada tiga tuas tol yang belum memenuhi standar pelayanan minimal (SPM), misalnya jalan masih berlubang dan belum diperbaiki. Tiga ruas itu antara lain tol Tangerang-Merak, Surabaya-Gempol dan Kanci-Palimanan. "Kalau tidak segera diperbaiki maka kami akan minta untuk ditunda," keluhnya

Selain kondisi jalan berlubang, menurut Gani, masih banyak pagar pembatas yang bolong dan lainnya. Misalnya tol Surabaya-Gempol masih bermasalah pada pagar dan marka jalan. Khusus untuk tol Tangerang-Merak masih mengalami kendala klasik yaitu pagar jalan yang masih banyak bolong. Bahkan tol Palimanan-Kanci masih banyak ditemukan lajur jalan yang berlubang dan pagar yang belum tertutup sepenuhnya.

Seperti diketahui, pada 2009 lalu kenaikan tarif  mencakup 14 ruas tol yang berlaku 28 September 2009. Kenaikan tarif ini mengacu Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 514/KPTS/2009. Selain itu ada Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2005 mengenai jalan tol, dimana pasal 68 mengatur soal penyesuaian tarif yaitu melakukan evaluasi dan penyesuaian tarif 2 tahun sekali yang disesuaikan dengan inflasi.  vanya/munib/ardi/iwan/cahyo

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…