Kondisi Global Tak Menentu - Perbankan Nasional Diyakini Masih Kuat

Jakarta - Kondisi ekonomi global sedang tidak menentu akibat krisis utang Eropa dan resesi Amerika Serikat yang berkepanjangan. Sejumlah industri keuangan di Eropa dan AS sudah mengumumkan sejumlah rencana efisiensi untuk mengatasi kondisi tersebut.

Setelah UBS, yang terbaru adalah bank raksasa AS yakni Bank of America yang siap mem-PHK 30.000 karyawannya dalam rangka restrukturisasi internal. Lantas bagaimana dengan perbankan Indonesia.

Bankir senior yang kini menjadi pimpinan PT Bank CIMB Niaga Tbk, Arwin Rasyid tetap menyatakan optimismenya. Ia meyakini, kondisi perbankan Indonesia saat ini sangat kuat, jauh berbeda dengan kondisi krisis tahun 1997 silam.  "Situasi perbankan RI saat ini amat sangat kuat. Jauh dari situasi diwaktu krisis 1998 dan 2008 lalu," ungkapnya ketika ditemui di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin.

Dijelaskan Arwin, ketika melihat ketahanan perbankan adalah dari posisi likuiditasnya. Arwin melihat tingkat rasio kredit dibanding pinjaman alias Loan to Deposit Ratio (LDR) masih dalam posisi aman. "Dahulu kondisi LDR itu diatas 100% dimana kemampuan pembiayaan sebanding dengan pendanaan namun saat ini rasio LDR di 75% jadi likuiditas di perbankan RI sangat cukup," terangnya.

Dari kondisi makro ekonomi, Arwin melihat posisi cadangan devisa RI cukup mumpuni untuk menahan aliran modal keluar. Dahulu, sambungnya cadangan devisa hanya sebesar US$ 25 miliar yang sangat rentan menghadapi krisis. "Saat ini sudah diatas US$ 120 miliar. Jadi sangat terkendali dan kondisi perbankan amat sangat kuat," tegasnya.

Seperti diketahui, kondisi perbankan di tingkat global memang tengah tidak menentu akibat krisis. AS sendiri hingga Agustus 2011 telah menutup 64 bank.

Berdasarkan data Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) bank di AS ditutup sebanyak 64 bank di 2011, 157 bank di 2010 dan 140 bank pada 2009. Tetapi FDIC memperkirakan sampai akhir tahun 2011 ini jumlah bank yang bakal ditutup jauh lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya.

Indonesia sendiri juga telah menyiapkan dana mitigasi sebesar Rp103,1 triliun untuk mengatasi kemungkinan dampak krisis ekonomi. Dana ini dialokasikan dari APBN-P 2011 untuk cadangan risiko perubahan asumsi makro, dan buyback surat berharga nasional.

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…