Jelang Kenaikan BBM, Inflasi Tinggi Mengintai

NERACA

Jakarta – Pemerintah memberikan sinyal positif terhadap rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi guna mengurangi melebarnya defisit APBN. Bak gayung bersambung, kondisi ini disambut baik pelaku ekonomi karena ada kepastian bagi pelaku usaha untuk menghitung kembali biaya produksi akibat dampak kenaikan BBM tersebut. Namun kebijakan ini juga menuai kontra, lantaran imbasnya terhadap kenaikan inflasi ditengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Badan Pusat Statistik (BPS) melansir inflasi pada Oktober mencapai 0,47% sehingga secara kumulatif dari Januari-Oktober inflasi mencapai 4,19%. Angka tersebut terbilang cukup mepet dengan target inflasi pemerintah pada 2014 mencapai 5,3% apabila ada kenaikan harga BBM pada akhir tahun nanti. Kepala BPS Suryamin memperkirakan kenaikan harga BBM akan menyumbang inflasi sebesar 1,7-2%. “Untuk dampak langsungnya sekitar 1,7%, atau kurang dari 2%, itu akan berpengaruh ke angka inflasi,” ujarnya di Jakarta, Senin (3/11).

Namun begitu, Suryamin menilai tekanan inflasi tidak akan berlangsung lama. Dampak inflasi tidak akan sampai satu tahun, harga akan kembali normal. “Sampai enam hingga tujuh bulan nanti menurun, normal lagi. Itu pun pemerintah mengontrol dampak tida langsungnya, jadi tidak akan melonjak,” tukas dia.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo ikut berkomentar tentang dampak dari kenaikan harga BBM jika dinaikkan November. Menurut dia, kenaikan BBM akan menyumbang inflasi 1,72%. Dampak langsungnya, harga makanan dan tarif angkutan umum naik 50%. “Dampak langsungnya ke ongkos angkot sama nasi rames," ujar Sasmito.

Jika kenaikan harga BBM semakin diundur, Sasmito menilai inflasinya akan semakin menurun. “Dampak inflasi 1,72%, berkurang lagi di bawah 1,7%,” papar Sasmito. Ia memaparkan dalam tahap awal, dampak kenaikan harga BBM akan dirasakan menyeluruh. “Dampaknya bisa setahun sejak November hingga Oktober 2015,” ujarnya.

Menurut dia, pemerintah lebih baik mengambil keputusan dengan melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dilaksanakan sekaligus dalam satu kali tahapan agar pemerintah bisa dengan mudah mengalihkan belanja subsidi dan dampaknya terhadap inflasi tidak berlangsung lama. “Kalau (dinaikkan) bertahap manajemennya lebih berat, tapi kalau (dinaikkan) sekaligus, dampak ikutannya besar bisa ter-manage dengan baik. Selain itu, pemerintah bisa mengalihkan dengan baik mana yang harus dialihkan, sehingga subsidi bisa digunakan dengan lebih mudah," ujarnya.

Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pun meramalkan target inflasi akan lewat jika adanya kenaikan harga BBM. Bambang mengatakan, target inflasi 5,3% belum memperhitungkan adanya kebijakan dari pemerintah seperti kenaikan harga BBM bersubdisi. “(inflasi) Akan berbeda dengan adanya kebijakan atau tidak,” ujar Bambang.

Bambang pun enggan memprediksi berapa jumlah peningkatan inflasi akibat kenaikan harga BBM. Yang penting, kata dia, pemerintah sudah menyiapkan bantuan sosial kepada masyarakat melalui dana kompensasi dan program Kartu Indonesia Sehat, Pintar, dan Sejahtera. “Pengalihan subdisi BBM yang ditujukan untuk perlindungan sosial akan memitigasi dampak dari inflasi setelah kenaikan BBM,” ujarnya.

Gubernur Bank Indonesia pun sependapat dengan Menkeu. Bahkan Agus Martowardojo menyatakan jika memang tidak terjadi kenaikan harga BBM, inflasi tetap akan melampaui target dari APBN Perubahan 2014. Dia memperkirakan, inflasi akan berada di kisaran 5,1%-5,4%. “Kalau di akhir tahun kita lihat inflasi akan dikisaran 5,1%-5,4%, tetap belum memperhitungkan kenaikan harga BBM,” kata Agus

Pemerintah sebelumnya telah menaikkan harga BBM bersubsidi Rp2.000 per liter pada akhir Juni 2013, dan kebijakan tersebut menyebabkan laju inflasi pada Juli 2013 mencapai 3,29%. Pada akhir tahun, inflasi waktu itu tercatat mencapai 8,38%. Bank Indonesia memperkirakan laju inflasi sepanjang tahun 2014 berada pada kisaran 4,5% plus minus satu persen, tanpa adanya kenaikan harga BBM.

Akan tetapi, banyak kalangan menilai agar sebelum menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah juga disarankan agar bisa memastikan kecukupan stok pangan, dan program sosial yang bisa mempertahankan daya beli masyarakat. Tanpa upaya ini, daya beli masyarakat dikhawatirkan akan tergilas dan pertumbuhan ekonomi akan melemah. bari/bani

 

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…