PERTUMBUHAN EKONOMI HANYA 5,1% - Perlu Terobosan Daya Saing

 

 

Jakarta – Kalangan pengamat mengingatkan pemerintahan Jokowi-JK agar melakukan terobosan meningkatkan daya saing produk Indonesia, jika ingin mengejar pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% per tahun di tengah banyak negara berlomba bersaing meningkatkan industri manufakturnya. Sementara Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan pada kuartal III-2014 hanya 5,1%.

NERACA

Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini,  konsep pertumbuhan dalam meningkatkan daya saing maka pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah-langkah strategis dengan meningkatkan daya saing ekonomi dan peningkatan laju ekspor produk Indonesia. Seperti meningkatkan kualitas produk ekspor yang siap bertarung di kancah AFTA dan MEA 2015.

"Sirkulasi produk yang berada di kawasan ASEAN, menyebabkan Indonesia harus bekerja ekstra keras menjadi pelaku perdagangan. Produk-produk yang dihasilkan perusahaan baik kategori besar atau usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) harus mampu berdaya saing di kawasan ASEAN. Oleh sebab itu, kualitas produk dan jasa harus dinomorsatukan agar bisa diterima di pasar ASEAN. Hal ini bukan masalah yang sepele buat pemerintah dan pelaku industri," ujarnya kepada Neraca, akhir pekan lalu.

Menurut dia, diperlukan adanya langkah cerdas dari kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para pelaku industri, seperti beban pajak yang tidak memberatkan, proses pengurusan usaha yang tidak membutuhkan banyak “meja” (aturan berbelit), meniadakan aroma korupsi birokrasi dalam pengurusan usaha. Masalah tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan gairah kepada masyarakat Indonesia agar ikut andil dalam menciptakan ekonomi kreatif yang berdaya saing tinggi dan meningkatkan laju ekspor.

"Kontribusi pemerintah untuk mewujudkan produk dalam negeri yang berkualitas di pasaran sangatlah menentukan. Dalam perindustrian, masalah ketersedian modal yang cukup para pelaku usaha, teknologi informasi yang memadai, dan tenaga kerja yang terampil di bidangnya serta diimbangi dengan keahlian pengusaha, organisasi dan manajemem perusahaan, pemakaian teknologi maju dan input lainnya akan memberikan andil yang besar dalam mencetak produk dalam negeri bermutu tinggi. Disinilah kerja sama Pemerintah dan pengusaha sangat dibutuhkan untuk menciptakan hasil produksi perusahaan yang bermutu," ujar Hendri.

Dia menambahkan subsidi BBM selalu menjadi “duri dalam daging” yang disebut-sebut menjadi penghambat perekonomian nasional dan menjadi tantangan bagi pemerintahan Jokowi. Subsidi BBM yang tahun depan dipatok sebesar Rp270 triliun disebut menjadi penghalang laju pertumbuhan infrastruktur nasional. Kenaikan harga BBM bersubsidi diakui bakal memberatkan dan mengganggu stabilitas perekonomian nasional dan dampaknya sangat besar menggerus daya beli masyarakat.

"Bagaimana dengan daya saing? UKM menggunakan juga BBM subsidi untuk mengangkut barang dagangannya. Studi kami menyatakan UKM gunakan mobil pelat hitam karena dia tidak bisa gunakan pelat kuning. Kalau sampai ke Tanah Abang mereka tidak bisa masuk. Artinya, daya saing produk mereka akan terganggu," jelas dia.

Hendri juga memandang supply chain di mekanisme pasar masih kurang terkelola, sehingga melemahkan daya saing Indonesia. Lemahnya sistem supply chain domestik serta kebijakan yang dibuat selama ini terlihat menjadi kelemahan di sektor industri dengan mengalami tekanan dari biaya produksi yang tinggi.

Industri Manufaktur

Sementara Bank Indonesia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2014 akan mencapai 5,1%. "Kita perkirakan sekitar 5,1% tapi kita lihat saja, minggu depan kan akan dirilis BPS. Keseluruhan tahun ini diperkirakan 5,2%. Triwulan kedua kan biasanya naik, kegiatan ekonomi biasanya naik, triwulan empat biasanya lebih baik dari triwulan ketiga," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Jakarta, pekan lalu.  

Nah, untuk memenuhi lonjakan tenaga kerja yang mencapai dua juta penduduk per tahun, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla setidaknya harus menciptakan pertumbuhan ekonomi sebesar 10%.

"Kalau hanya tumbuh 5%-6% maka hanya memenuhi 800.000 angkatan kerja, dan menyisakan sekitar 1,2 juta penduduk angkatan kerja yang menganggur," kata penasihat senior transformasi bidang kajian ekonomi Jonathan Pincus.

Untuk mencapai hal ini maka pemerintah harus mendorong pertumbuhan industri manufaktur. Hal ini dapat dilakukan dengan mengalihkan tujuh persen dari impor industri manufaktur Tiongkok untuk berpindah ke Indonesia.

Dengan mengembangkan manufaktur, maka indonesia tidak akan menggandalkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan kenaikan harga komoditas seperti harga mineral tambang, yang terjadi di pasar global seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing produk adalah dengan memberikan insentif kepada industri dalam negeri. Insentif tersebut juga menjadi proteksi untuk produk dalam negeri dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk semua sektor industri dalam negeri. "Proteksinya tidak secara langsung karena akan melanggar WTO. Caranya dengan memberikan insentif kepada industri," ujarnya.

Dia mengatakan, secara keseluruhan menyambut MEA 2015 Indonesia masih belum baik secara produk maupun sumber daya manusia (SDM), masih kalah dibandingkan negara tetangga Malaysia, Thailand, Filipina, bahkan Vietnam, mereka jauh lebih siap dari Indonesia. "Bicara kesiapan masih belum siap, karena industri dalam negeri belum mampu bersaing baik secara produk maupun tenaga kerja nasional dibandingkan dengan negara ASEAN lain yang lebih jauh dari siap," ujarnya.

Pengamat ekonomi UI Telisa Aulia Falianty mengatakan, ketergantungan Indonesia terhadap asing mulai dari impor barang konsumsi, baham baku barang modal dan lainnya. Padahal potensi nasional terutama sumber daya alamnya sangat tinggi untuk dikembangkan, tinggal bagaimana pemerintah mau serius untuk melakukan hillirisasi industrinya agar ketergantungan dengan negara lain bisa ditekan.

“Jika memang tidak lagi punya ketergantungan, hillirisasi industry merupakan sarat mutlak yang harus dilakukan oleh pemerintah baru,” katanya, Sabtu.

Adapun sektor maupun produk yang harus menjadi prioritas utama untuk pengembangan industri adalah industri pengolahan minerba, pengolahan CPO, agro industri, industry barang pengganti bahan baku impor. Karena apa, minimnya hillirisasi terutama pada industry manufaktur menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional loyo. bari/agus/mohar

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…