Pertamina dan BP Migas Tagih - TPPI Kembali Didesak Lunasi Utang

Jakarta---PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) kembali didesak untuk segera melaksanakan kewajibannya membayar utang kepada PT Pertamina (Persero) sekitar 500 juta dolar AS atau sekitar Rp 4,3 triliun dan juga ke BP Migas sekitar 180 juta dollar AS.

 

Desakan dikatakan anggota Komisi XI DPR Nusron Wahid dan Wakil Direktur Reforminer Institute, Khomaidi yang dihubungi terpisah,  Selasa, 5/9. Menurut Nusron, belum bayarnya utang TPPI  menimbulkan banyak pertanyaan. Karena itu DPR mendesak untuk memanggil pimpinan TPPI. “Saya kira DPR harus memanggil TPPI, agar persoalan utang TPPI tak berlarut-larut dan keuangan negara  tidak semakin dirugikan,"papar Nusron.

 

Desakan juga diungkapkan Khomaidi yang  menyatakan TPPI harus menuntaskan utang-utangnya. Karena utang TPPI ke Pertamina dan BP Migas sudah terlalu lama. "Saya juga heran, mengapa urusan utang TPPI ini jadi berlarut-larut. Padahal dari sisi bisnis, ada hitung-hitungan. Kenapa tidak segera diselesaikan,” terangnya.

 

Lebih jauh kata Khomaidi, permintaan segera melunasi utang sudah dikuatkan berdasarkan keputusan BANI. Sehingga keputusan itu mestinya harus dipatuhi dan dihormati semua pihak. “Apalagi Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI sudah memutuskan agar TPPI membayar utangnya kepada Pertamina,” ujarnya

 

Intervensi Pemerintah

 

Belum dibayarnya utang TPPI ke Pertamian dan BP Migas yang lumayan besar itu kata Khomaidi, sangat merugikan Pertamina dan BP Migas. Jika utang dibayar segera, maka uang tersebut dapat dimanfaatkan Pertamina untuk usaha hilir dan hulu.

 

Karena berlarut-larut, Khomaidi mengusulkan agar pemerintah –dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM- harus melakukan intervensi. “Intervensi yang saya maksud adalah mendesak TPPI agar segera melunasi utangnya,” jelasnya.

 

Diakui Khomaidi, ada usulan agar pembayaran utang dilakukan dengan pembelian gas elpiji dan salah satu jenis BBM Migas. Tapi ada yang aneh, ternyata TPPI memberikan harga elpiji yang jauh lebih mahal dari harga pasaran. “Jelas Pertamina menolak, karena jika dipaksakan, suatu ketika Pertamina bisa kena delik korupsi. Jadi,” tandasnya.

 

Oleh karena itu, lanjut Khomaidi, TPPI diminta lebih reaslistis dalam hal pembayaran. Sehingga  “Jika pembayaran dengan opsi pembelian elpiji, maka TPPI harus realistis,” pungkasnya. **.cahyo

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…