Tidak Sesuai Harapan, Kabinet Jokowi Buat Lesu Pasar

NERACA

Jakarta – Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK resmi dilantik kemarin (27/10), namun beberapa nama menteri baru baik itu wajah lama atau baru dinilai tidak sesuai ekspektasi pelaku pasar modal. Alhasil, debut perdana kabinet Jokowi direspon negatif pelaku pasar dengan ditandai lesunya perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Senin awal pekan. Tercatat, terkoreksinya indeks BEI sudah terjadi saat perdagangan sesi pertama dan akhirnya ditutup anjlok 48,776 poin (0,96%) ke level 5.024,292. Sementara Indeks LQ45 ditutup jatuh 11,208 poin (1,30%) ke level 851,342.

Rupanya tidak hanya IHSG saja yang merespon negatif Kabinet Kerja, namun nilai tukar rupiah terhadap dolar juga kurang sreg pasca pelantikan sehingga ditutup melemah 39 poin atau 0,33% ke Rp12.108 per US$, dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di level Rp12.069 per US$.

Namun menurut analis Lautan Dana Investama, Willy Sanjaya, penurunan pada IHSG tidak ada hubungannya dengan pelantikan kabinet Jokowi-JK. Menurutnya, sebelum pelantikan, Indonesia telah dirundung banyak masalah sehingga tidak bisa dikaitkan dengan pelantika,”Masa baru pelantikan udah dinilai seperti itu. Kita lihat dulu kinerjanya baru bisa menyimpulkan,”katanya di Jakarta, Senin.

Willy juga menegaskan, bahwa IHSG sudah mengalami kenaikan yang cukup signifikan sebelumnya yaitu di atas 5.000, padahal sebelumnya IHSG masih berada di level 3.000. Oleh karena itu, dirinya lebih menilai menunggu program kerja menteri yang telah dilantik dan  lihat perkembangannya.

Sebaliknya, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo mengakui, respon negatif pasar lantaran susunan Kabinet Kerja tidak sesuai yang diharapkan pelaku pasar modal. Pasalnya, investor masih meragukan anggota kabinet Jokowi mampu bekerja cepat, seperti presiden dan wakil presiden Jokowi dan Jusuf Kalla.

Keganjilan susunan kabinet Jokowi, lanjutnya bisa dilihat posisi Menko Ekonomi yang dijabat Sofyan Djalil yang sempat tersandung kasus Pelindo waktu lalu. Belum lagi, kinerjanya saat menjadi menteri BUMN dan menkominfo di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dinilai biasa-biasa saja.

Hal senada juga disampaikan Ketua Institute of Ecosoc Rights, Sri Palupi. Dirinya menilai, nama-nama calon menteri dalam kabinet Presiden Jokowi banyak yang bermasalah. Diantaranya, banyak dari nama-nama calon menteri yang beredar di publik mempunyai konflik kepentingan antara bisnis dan politik.

Menurut dia, kondisi ini membuat masyarakat mulai apatis dengan Jokowi, “Kalau dilihat dari media sosial, nama-nama calon menteri kabinet Jokowi membuat habis minat berharap pada perubahan kedepan,"ungkapnya.

Dia menjelaskan, banyak nama-nama calon menteri dan kabinet Jokowi sendiri bermasalah terhadap empat hal. Pertama, masalah integritas dan moralitas. Kedua, masalah kapasitas dan profesionalitas. Lalu ketiga, konflik kepentingan antara bisnis dan politik. Dan keempat Jokowi diragukan mampu mewujudkan Kabinet "Trisakti".

Banyak pihak menilai, susunan kabinet Presiden Joko Widodo tidak seusi harapan. Presiden dianggap menyusun kabinet tanpa kehati-hatian. Sementara Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice, Riza Damanik menilai, kabinet Jokowi ini justru bertentangan dengan prinsip kehati-hatian yang selama ini digaungkan oleh Jokowi,”Saya melihat justru kabinet Jokowi ini disusun berdasar prinsip kecerobohan,”tandasnya.

Dibalik pro dan kontra susunan nama-nama kabinet menteri Jokowi, dalam riset PT Sinarmas Sekuritas menyebutkan, saat ini yang diperhatikan pelaku pasar adalah fokus terhadap rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk mengatasi defisit transaksi berjalan dan kinerja laporan keuangan emiten pada kuartal III-2014.

Dalam riset PT Mandiri Sekuritas melaporkan, setelah pengumuman kabinet, dua peristiwa penting lain yaitu kenaikan harga BBM dan RAPBN 2015. Dalam laporan itu menyatakan, rintangan sebenarnya akan datang dari proses revisi APBN 2015. Meski pun akan ada proses tarik-menarik, pihaknya yakin pemerintah akan mampu merevisi anggaran.

Dengan adanya harapan pada pemerintahan baru, PT Sinarmas Sekuritas masih merekomendasikan beberapa saham-saham berkapitalisasi besar yang berhubungan dengan infrastruktur dan konsumsi masyarakat besar untuk dikoleksi. Saham-saham pilihan itu antara lain PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Nippon Indosari Tbk (ROTI). bani

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…