Revolusi Mental - Oleh: Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, Dosen UIN Malang

Pada kegiatan kampanye yang lalu, presiden terpilih, Joko Widodo melontarkan ide yang cukup menarik, ialah perlunya revolusi mental bagi bangsa Indonesia. Ide ini sepertinya sederhana, tetapi sebenarnya amat mendasar. Bangsa Indonesia yang masih belum mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia adalah oleh karena belum menyandang mental maju, mental pelopor, mental pemenang, mental juara, dan sejenisnya.

 

Sekalipun sudah merdeka sekian lama, bangsa ini masih bermental kalah, menunggu, mengikut, tidak siap bersaing, mementingkan diri sendiri dan mengabaikan orang lain, bermental formalitas, dan lain sebagainya. Mental seperti itulah hingga mengakibatkan bangsa Indonesia tidak maju, tertinggal, dan kalah bersaing dengan negara-negara lainnya. Kekalahan itu bukan sebab, melainkan sebagai akibat. Sedangkan di atara faktor yang menjadi sebab adalah mental yang disandang itu.

 

Oleh karena itu, ide akan segera melakukan gerakan revolusi mental adalah sangat strategis dan mendasar bagi bangsa ini. Kata revolusi biasanya diartikan sebagai sebuah perubahan cepat dan mendasar. Adapun yang akan diubah adalah mental, jiwa, mindset, atau pikiran bangsa Indonesia ini. Mengubah mental dan apalagi secara cepat, kiranya bukan pekerjaan mudah. Diperlukan konsep, strategi atau pendekatan, dan juga kekuatan untuk mengubah mental orang yang berjumlah banyak dan berjangkauan luas itu.

 

Mental adalah merupakan posisi strategis yang amat berpengaruh pada kehidupan secara keseluruhan. Kiranya banyak orang sepakat, bahwa hanya dengan mengubah mentalnya, maka bangsa ini akan berubah. Mental yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak peduli pada orang lain adalah menjadi sebab utama terjadinya kesenjangan, kemiskinan, dan penderitaan rakyat yang sedemikian banyak. Maka, mental yang menjadi perusak kehidupan bersama itu harus diubah secara cepat. Dan, jika perubahan itu benar-benar terjadi, maka bangsa ini akan menjadi maju dan beradab.

 

Mengamati besarnya jumlah angka kemiskinan, pengangguran, penderitaan, dan sejenisnya secara saksama maka sebenarnya, hal itu merupakan akibat dari adanya orang-orang yang bermental hanya mementingkan diri sendiri dan tidak peduli pada orang lain. Mental orang yang hanya mementingkan diri sendiri secara berkelebihan, akan menumbuhkah perilaku monopoli dalam berbagai lapangan kehidupan, merampas hak orang, tidak peduli atas penderitaan sesama, berjiwa manipulatif, koruptif, dan sebagainya. Mental yang amat merugikan seperti disebutkan itu lewat gerakan revolusi mental harus dihilangkan.

 

Tentu revolusi mental itu seharusnya dilaksanakan di semua lapangan kehidupan, baik di bidang pendidikan, politik, hukum, pemerintahan, sosial, dan bahkan juga dalam kehidupan keagamaan sekalipun. Dalam bidang pendidikan, guru harus bermental guru, kepala sekolah harus bermental kepala sekolah, murid dan atau mahasiswa harus bermental murid, dan seterusnya.

 

Seorang yang benar-benar bermental guru tidak cukup datang ke sekolah hanya menyampaikan pelajaran di depan murid-muridnya. Sebagai penyandang mental guru maka seharusnya segala perilakunya menampakkan orang yang patut dijadikan anutan, memiliki ilmu yang luas, bersemangat dan istiqomah dalam mengembangkan ilmunya. Sebaliknya, guru tidak hanya sekedar memenuhi kewajibannya sehari-hari secara formal, hingga pekerjaannya menjadi tampak bersifat formalitas.

 

Demikian pula mental beragama perlu diubah secara mendasar dalam waktu singkat. Seseorang beragama yang pada awalnya hanya dikenali dari kartu penduduknya, maka lewat revolusi mental ini akan menjadi orang yang perilaku dan wataknya benar-benar sesuai dengan agama yang dipeluknya. Melalui gerakan revolusi mental ini, agama seseorang tidak cukup hanya dikenali melalui KTP, kartu keluarga, SIM, atau sejenisnya, melainkan harus ditunjukkan lewat perilaku di dalam kehidupan sehari-hari.

 

Manakala yang dimaksudkan revolusi mental adalah seperti yang digambarkan itu, maka program presiden terpilih, Joko Widodo, sebenarnya bukan sederhana. Jika berhasil maka akan menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang maju, berdaulat, berwibawa, adil, dan benar-benar unggul. Bangsa ini menjadi tidak maju dan tertinggal dalam waktu yang lama, jika dikaji secara saksama, sebenarnya adalah disebabkan oleh mentalnya itu sendiri. Manakala bangsa ini bermental sebagai bangsa besar, peduli pada sesama, berjiwa nasionalisme, berani bersaing untuk meraih yang terbaik, mengedepankan kualitas, religious, dan seterusnya, maka bangsa ini akan menjadi bangsa terbaik di tengah-tengah bangsa-bangsa lain di dunia. Wallahu a'lam. (uin-malang.ac.id)

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…