Pangan dan Energi

 

Oleh: Firdaus Baderi

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Ada dua kebutuhan manusia yang paling mendasar yang harus dipenuhi pada suatu negara demokratis atau tidak demokratis yaitu pangan dan energi.  Kedua aspek ini merupakan agenda kepentingan nasional yang harusnya menjadi perhatian serius para pemimpin bangsa.  

Seperti kita ketahui Indonesia yang sering mendapat sanjungan dari dunia luar merupakan negara yang demokratis sejajar dengan India, Amerika, Inggris, Australia, ternyata harus mengimpor komoditas beras,jagung,kacang kedelai, garam, tepung terigu, sapi, pupuk yang kuantitasnya semakin besar seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang kian bertambah setiap tahunnya.

Idealnya, keseluruhan komoditas tersebut dapat ditanam dan diproduksi di dalam negeri agar dapat menghemat devisa. Lantas bagaimana dengan kebutuhan energi Indonesia saat ini ? Impor minyak mentah dan BBM harus dilakukan karena kemampuan kapasitas refinery nasional sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ketika harga minyak mencapai US$ 100 per barel, Indonesia disebutkan menghadapi krisis energi. Antrean panjang untuk mendapatkan solar,premium dan minyak tanah terjadi berbagai kota.

Tidak itu saja, pemadaman listrik, sempat terjadi juga disebagian kota bahkan di Jakarta. Suplai dari negara-negara pemasok mengalami hambatan dikarenakan adanya mekanisme keterlambatan pembayaran.Sampai memasuki abad 21 ini, kehidupan manusia tidak akan bisa lepas dari ketergantungan bahan bakar fosil (energi primer-non renewable energy). Energi fosil itu yakni : minyak mentah, gas alam , batu bara.

Kita tentu ingat ada Ketetapan MPR No VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia 2020 dengan pencanangan untuk kemajuan di segala bidang bagi rakyat Indonesia dan juga adanya gagasan visi Indonesia 2030 untuk menuju kemakmuran, Energy Security mempunyai peran strategis unutk dapat mencapai tujuan tersebut.

Kedua visi tersebut akan dapat tercapai dengan syarat, Indonesia harus ditunjang dengan adanya jaminan suplai energi yang dapat diandalkan. Ini terkait untuk menuju kemakmuran  perlu mentargetkan pertumbuhan ekonomi minimal 5% per tahun. Dengan tingkat pertumbuhan itu, diprojeksikan tingkat konsumsi energi dalam negeri pada 2020 telah mencapai sekitar 4 juta bph,sedangkan kemampuan produksi nasional pada 2020  tinggal 600 ribu barel per hari (bph).

Untuk menghindari terjadinya stagnasi atas pertumbuhan ekonomi, Indonesia setidaknya harus impor sekitar 3,4 juta bph. Akan menjadi suatu pertanyaan berapa harga minyak pada tahun 2020,begitu juga pada 2030 dan bagaimana strategi Indonesia untuk menangani Energy Security ?

Nah, bila konsep Energy Security tidak dirancang untuk menghadapi beberapa tahun mendatang, sepertinya Indonesia akan menghadapi kesulitan untuk memenuhi harapan Tap MPR No. VII tahun 2001 yang menitipkan pesan moral menuju Indonesia adil ,sejahtera,makmur dan mandiri.

 

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…