Sebelum Hilirisasi, Sektor Hulu Mesti Kuat - Industrialisasi Rumput Laut

NERACA

Jakarta - Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) mengharapkan pemerintah dapat membuat kebijakan yang memperkuat sektor hulu rumput laut terlebih dahulu sebelum mendorong hilirisasi salah satu komoditas unggulan kelautan tersebut. "Sebelum hilirisasi, sektor hulunya harus kuat terlebih dahulu," kata Ketua Umum ARLI, Safari Azis dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, yang dikutip dari Antara, Rabu.

Menurut Safari, permasalahan pengembangan rumput laut di sektor hulu meliputi program riset yang masih minim, tata ruang, ketetapan dan kewajaran harga bagi petani hingga keterjaminan pasarnya. Saat ini, ujar dia, penggunaan rumput laut yang telah diproduksi di kawasan perairan Indonesia itu sendiri dinilai juga belum dikonsumsi dan dimanfaatkan secara optimal di dalam negeri.

Selain itu, lanjutnya, permasalahan lainnya adalah ketetapan harga jual petani yang bersinggungan dengan harga beli industri yang tidak sesuai dengan harga internasional. "Sekarang ini petani dapat dengan mudah mengakses harga di pasaran internasional, sehingga serapan industri yang cenderung lebih rendah kemungkinan karena petani lebih memilih untuk melakukan ekspor," jelas Ketum ARLI.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ARLI mengusulkan adanya peta jalan khusus komoditas rumput laut sehingga bisa diambila langkah yang tepat demi penguatan rumput laut baik di sektor hulu maupun hingga hilir.

Sebelumnya, ARLI juga mendorong dilakukannya kajian yang lebih matang terhadap proses hilirisasi rumput laut karena masih ditemukan beberapa permasalahan terkait komoditas tersebut di sejumlah daerah.

Menurut Safari Azis, permasalahan seperti hambatan terhadap hilirisasi rumput laut masih terlihat di lapangan padahal ketersediaan bahan baku rumput laut cukup melimpah. Ia berpendapat, kecilnya penyerapan bahan baku tersebut antara lain disebabkan karena ketidakmampuan industri nasional menyesuaikan harga bahan baku rumput laut dengan harga pasar internasional.

Untuk itu, ujar dia, pihaknya juga berharap agar pemerintah melakukan kajian yang jelas terkait jumlah produksi dan nilai ekspor rumput laut. "Kami mempertanyakan juga bagaimana sistem kerjasama yang diterapkan dengan para petani dan pengumpul seperti apa karena mereka sudah paham dengan aturan harga jual bahan baku yang ada di pasar internasional melalui informasi-informasi dagang," katanya.

Safari Azis sebelumnya, mengatakan bahwa sebelumnya telah melakukan komunikasi intensif dengan Seaweed Industry  Association  Of the Philippines (SIAP) dan Atase Perdagangan RI di Manila yang juga didukung oleh Gubernur Sulawesi Selatan sebagai daerah produsen dan eksportir terbesar rumput laut di Indonesia.

"Kami membahas tentang perlunya dibangun kerjasama strategis dengan Filipina yang telah berpengalaman jauh dibidang perdagangan, teknis budidaya, pasca panen dan penanganan rumput laut untuk  meningkatkan kualitas  serta investasi pengembangan industri yang  dituangkan ke  dalam  bentuk Nota Kesepahaman," jelas Safari dalam keterangan resmi yang diterima.

Dia menuturkan, permintaan kebutuhan rumput laut kering untuk  ekspor ke Filipina mencapai  40-50 ribu ton, oleh karena itu pihaknya meminta dukungan pemerintah dalam implementasi kerjasama antara kedua negara. "Penandatanganan ini sangat penting bagi pelaku usaha dan petani rumput laut Indonesia sebagai bentuk perluasan pemasaran," ungkap Safari Azis setelah menandatangani Nota Kesepahaman antara ARLI dengan SIAP di Filipina.

ARLI menyatakan dengan tegas bahwa ketersediaan bahan baku rumput laut cukup melimpah, namun di sisi lain serapan industri nasional dinilai masih kecil karena terhambat oleh beberapa hal, disamping itu kajian nilai tambah rumput laut dalam proses hilirisasi pun masih dirasakan samar.

Wakil Menteri Perindustrian Alex S.W Restraubun pernah mengatakan  rumput laut merupakan komoditas strategis yang dapat membuka peluang lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan di pesisir. "Sudah selayaknya Indonesia menjadi pusat produksi dan industri hasil laut. Khusus untuk pengembangan rumput laut, hilirisasi sangat penting," katanya.

BERITA TERKAIT

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…