BBM Bersubsidi - Pemerintah Ditantang Teken Kontrak Jangka Panjang

NERACA


Jakarta - Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla harus berani membuat kontrak jangka panjang dengan negara penghasil minyak jika ingin keluar dari permasalahan subsidi bahan bakar minyak. 
"Kontrak jangka panjang akan membuat pemerintah mendapatkan minyak dengan harga murah. Tapi langkah ini membutuhkan keberanian pemerintah mendatang untuk membuat perjanjian dengan negara lain," kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics, Hendri Saparini, di Jakarta, kemarin.


Dia mengatakan, jika pemerintah masih bertahan dengan membeli minyak di pasar internasional maka tahanan dana subsidi dipastikan akan jebol. "Harga minyak di pasar dunia itu sangat mahal sementara jika mengikuti pertumbuhan penggunaan minyak dalam negeri sudah dipastikan dana APBN akan terkuras," ujarnya.

 
Menurut Hendri, pemerintah mendatang sudah sepatutnya mengambil langkah berbeda dengan pemerintah sebelumnya, diantaranya mulai membangun industri minyak mentah dalam negeri. "Indonesia memiliki minyak dan gas, tetapi sayangnya kita tidak memiliki kilang. Sementara Singapura bisa tidak mengimpor karena mengelola kilang dari beberapa negara sehingga cadangan minyak mereka bisa untuk 100 hari dan Indonesia cuma 30 hari," jelasnya.


Dia juga menambahkan, seharusnya Indonesia tidak perlu terjebak pada permasalahan energi jika berpegang teguh pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 dalam membuat berbagai kebijakan. Penentuan strategi ekonomi, lanjut Hendri, bukan suatu yang mengawang.

"Kalau mau mengacu ke UUD 1945, sudah ada Pasal 33 yang mengatur tetang pengelolaan sumur minyak yang harus dikembalikan ke negara. Tapi faktanya kebijakannya tidak begitu," ujar dia. Pemerintah pun memberikan pengelolaan sumur minyak kepada swasta, yang artinya, hal ini jelas-jelas menyalahi konstitusi.

Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi kembali mengemuka setelah pemerintah mengumumkan terjadinya pembengkakan dana APBN akibat terjadinya defisit dalam neraca transaksi berjalan. Pada awal tahun ini, defisit neraca transaksi berjalan terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) masih 1,7%.

 

Namun pada akhir kuartal II 2014 telah mencapai dua persen. Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini juga menarik perhatian karena berkaitan dengan dua pemerintahan, yakni Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang akan berakhir pada 20 Oktober 2014, dan Pemerintahan Joko Widodo. [agus]

BERITA TERKAIT

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan NERACA Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (PPN/Bappenas) Suharso…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan NERACA Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (PPN/Bappenas) Suharso…

BUMN Diminta Gerak Cepat Antisipasi Dampak Geopolitik

BUMN Diminta Gerak Cepat Antisipasi Dampak Geopolitik  NERACA Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta perusahaan-perusahaan…