Produksi Udang Nasional Didorong Lestari dan Berkelanjutan - Perikanan Budidaya

NERACA

Yogyakarta - Di era tahun 1980-an Indonesia pernah menjadi produsen utama udang dunia, di masa kejayaan udang windu. Namun demikian, masuk medio tahun 1990-an penyakit yang menerpa petambak udang windu menjadikan udang nasional seolah mati suri. Kini, beberapa tahun belakangan, gairah pembudiaya udang vaname terus bergeliat. Sampai dengan tahun 2014, 60% udang dunia berasal dari Indonesia.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto, mengatakan animo masyarakat berbudidaya udang semakin tinggi, hampir di seluruh Indonesia. Hal ini merupakan sinyal positif, tinggal bagaimana pemerintah memberikan pendampingan agar mereka berbudidaya melihat aspek lingkungan agar berjalan berkelanjutan, tidak hanya musiman.

"Pengalaman dulu di masa udang windu menjadi pelajaran berharga bagi kita semua agar bisa mempersiapkan diri dalam berbudidaya udang karena kita menginginkan keberlanjutan," kata Slamet sesaat setelah menghadiri Seminar Nasional Pengembangan Industri Tambak Udang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan (Untuk Mengukuhkan Kembali Kedaulatan Maritim Indonesia), di Kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (25/9).

Guna mencapai tujuan tersebut, sambung Slamet, setidaknya ada tiga aspek utama yang menjadi catatan utama dan menjadi perhatian. Pertama yaitu teknologi produksi. Berbudidaya udang berteknologi tinggi merupakan senjata utama. Karena dengan tekhnologi produksi bisa dikejar, efisiensi bisa dicapai, dan berkualitas tinggi sehingga dapat mencapi daya saing. "Dengan teknologi bisa menjadikan manajemen resiko berkurang," ujarnya.

Kedua, aspek sosial ekonomi. “Kami mengharapkan dengan budidaya udang maka dapat membantu kesejahteraan secara keseluruhan dan memberikan peningkatan pendapat masyarakat. Optimalisasi tambak-tambak seperti tambak idol yang mampu menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar, disitulah peran penting tambak mengurangi pengangguran nasional," ucapnya.

Aspek ketiga yang tidak kalah penting adalah budidaya ramah lingkungan. “Sampai dengan saat ini kami terus menghimbau kepada pembudidaya agar terus untuk memperhatikan lingkungan,  karena jika tidak akan membunuh produksi sendiri seperti pengalam yang sudah-sudah. Kami menginginkan seluruh elemen masyarakat dapat berbudiaya udang atau komoditas yang lestari dan berkelanjutan guna kelancaran usaha mereka," tegasnya.

Oleh karenanya, diperlukan dukungan teknologi yang kini sudah sangat siap. “Langkah lain adalah pada penguatan ketersediaan induk unggul, mengingat  kedepan kita akan produksi induk unggul secara mandiri, sehingga tidak lagi ketergantungan impor induk. Untuk mencapai itu pun kami bersinergi dengan swasta untuk produksi induk unggul. Di samping itu tentua optimalisasi pemanfaatan penggunaan teknologi, pembuatan percontohan, dan tentu pendampingan permodalan. Induk adalah masa depan keberlangsungan akan produksi, oleh karenanya saat ini kami terus berproduksi induk unggulan agar tidak lagi ketergantungan dari luar," paparnya.

Target Produksi 2019

Sebagai wujud komitmen untuk penguatan produksi target sasaran produksi perikanan budidaya untuk tahun 2019 dipatok 31 juta ton atau naik 2 kali lipat dari sasaran produksi tahun 2014 yang hanya sekitar 15 juta ton, untuk udang sendiri target tahun 2019 sebesar 950 ribu ton anik jauh dibandingkan target tahun 2015 yang berkisar 750 ribu ton. "Meski target kita tinggi, tapi kita masih kalah jauh dari China yang sudah bisa berproduksi hingga 50 juta ton per tahunnya, padahal secara potensi Indonesia bisa jauh lebih besar. Oleh karenanya kami akan berusaha keras untuk mengejar ketertinggalan itu," tuturnya.

Meski masih kalah dengan China, lanjut Slamet lagi tapi kita patut bangga sari data FAO 2013, budidaya perikanan dunia naik terus hingga 8% per tahunnya, tidak seperti perikanan tangkap yang hanya 3 persen apabila penangkapannya overfishing maka lama kelamaan akan habis. Indonesia salah satu negara yang mempunyai kontribusi besar akan peningkatan produksi perikanan budidaya dunia.

"Berdasarkan data dari  FAO produksi perikanan dunia 66 juta ton, sudah mengalahakan daging sapi yang hanya 63 juta ton. Diproyeksikan kebutuhan akan ikan akan naik terus seiring dengan tumbuhnya populasi masyarakat dunia, dan Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengambil peluang pasar dunia untuk sektor perikanan," jelasnya.

Selain itu dari data BPS pendapatan rumah tangga  (RT) pertanian meningkat dimana pendapatan meningkat itu tertinggi  dari petani perikanan budidaya terutama ikan hias, budiaya perikanan keramba, budiaya ikan payau, kalau dihitung peningakatan pendapatannya Rp 70 juta per tahun, yang kemudian disusul kehutanan, dan jasa pertanian lainnya.

Sedangkan disinggung menganai potensi perikanan di Yogyakarta, ujar Slamet, di era tahun 80-an, daerah ini adalah salah satu produsen udang windu. “Dan saat ini saya sangat bangga DIY bangkit dan sudah muali berbudidaya udang Vaname.  Di Yogyakarta setelah tenggelamnya udang windu tapi kini mulai garap udang. Ini merupakan kebangkitan udang Yogyakarta, dan menopang kontribusi produksi udang nasional," terangnya.

Pada kesempatan yang sama, Kanjeng Pangeran Haryo Wiro Negoro yang merupakan ketua Shrimp Club Indonesia (SCI) Yogyakarta menuturkan potensi perikanan budidaya Yogyakarta sangat besar. Maka dari itu kami disini sedang masih menata kembali, mengikuti tata ruang berbagai untuk area pertambakan. Mengingat panjang pantai jogja terbatas, disamping itu aspek pengembangan masih terbatas oleh karenanya kami akan bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk membangun tata ruang pertambakan. "Di sini masih banyak petambak liar yang menggunakan tanah keraton, nanti akan kami tertibkan untuk dikoordinir agar tata ruangnya lebih baik," tuturnya.

Meski demikian, dia berjanji akan terus melibatkan pembudidaya dengan pemerintah agar mereka terus diberdayakan sehingga mereka tidak kehilangan area tambak atau pekerjaan yang sudah mereka geluti. "Petani tambak akan menjadi prioritas intinya nantinya hanya penataan ulang agar tata ruangnya lebih baik tapi tidak merugikan mereka," tandasnya.

BERITA TERKAIT

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…

BERITA LAINNYA DI Industri

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…